KABARBURSA.COM – Tata kelola perusahaan yang baik atau good corporate governance menjadi salah satu kunci keberlanjutan bisnis BUMN strategis seperti PT Pertamina (Persero). Namun, perjalanan untuk mencapai standar transparansi dan akuntabilitas masih dihadapkan pada berbagai tantangan, seperti dugaan praktik korupsi yang baru-baru ini mencuat di industri migas nasional.
Pengawasan terhadap praktik lancung ini pun minim, naik dari internal maupun di legislatif. Hal ini seperti ditegaskan Wakil Ketua Komisi XII DPR RI, Bambang Haryadi soal tak adanya panitia khusus (pansus) yang akan kasus menyelisik kasus korupsi Pertamina. Menurutnya, proses hukum sepenuhnya diserahkan kepada Kejaksaan Agung (Kejagung), yang saat ini tengah mengusut tata kelola minyak mentah dan produk kilang.
“Tidak ada wacana pansus, kami percaya profesionalisme Kejaksaan Agung. Kami tidak masuk di ranah hukum, hukum silakan ditegakkan setegak-tegaknya,” ujar Bambang kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, dua hari lalu.
Bambang mengklaim kasus ini tidak boleh dibawa ke ranah politik. Pasalnya, fokus utama saat ini adalah memastikan keberlanjutan bisnis Pertamina tanpa terganggu oleh kepentingan lain. “Kami mendukung dan kami menyerahkan kepada jaksa dan BPK. Biarkan penegak hukum bekerja mengusut sampai tuntas, jangan ada campur tangan politik di sini,” katanya.
Menanggapi situasi ini, Direktur Utama Pertamina, Simon Aloysius Mantiri, sebelumnya menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat atas keresahan yang ditimbulkan.
“Saya, Simon Aloysius Mantiri, sebagai Direktur Utama PT Pertamina (Persero), menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya kepada seluruh rakyat Indonesia atas peristiwa yang terjadi beberapa hari terakhir ini,” kata Simon dalam konferensi pers di Jakarta.
Menurutnya, kasus ini menjadi momentum bagi Pertamina untuk melakukan reformasi tata kelola yang lebih baik. Salah satu langkah yang akan dilakukan adalah membuka jalur komunikasi langsung dengan masyarakat untuk meningkatkan transparansi dalam pengawasan. “Kami akan membenahi diri, kami akan memperbaiki diri,” tegas Simon.
Sebagai bagian dari upaya perbaikan, Pertamina akan melibatkan pihak ketiga untuk melakukan audit independen terhadap operasionalnya. Selain itu, masyarakat juga didorong untuk aktif melaporkan berbagai temuan melalui call center 135 atau jalur komunikasi lain yang disediakan perusahaan.
Kualitas BBM dan Kepercayaan Publik
Di tengah kontroversi yang berkembang, Simon juga menyinggung hasil uji laboratorium BBM yang dilakukan oleh Balai Besar Pengujian Minyak dan Gas Bumi (Lemigas), Kementerian ESDM. Dari total 75 sampel yang diuji, hasilnya menunjukkan kualitas BBM Pertamina telah memenuhi standar yang ditetapkan.
“Hasil itu tentunya mendorong kami untuk terus melakukan pendampingan atau pun melakukan uji di seluruh SPBU Pertamina yang berada di seluruh wilayah Nusantara,” ujar Simon.
Namun, fakta ini tidak serta-merta menghapus kekhawatiran publik, terutama setelah munculnya dugaan manipulasi spesifikasi bahan bakar yang dijual di SPBU Pertamina. Di media sosial, suara-suara ketidakpercayaan publik terus menggaung. Di lapangan, banyak masyarakat yang kini beralih mengisi BBM di SPBU swasta.
Target Produksi dan Masa Depan Pertamina
Terlepas dari dinamika hukum yang tengah berlangsung, Pertamina tetap berupaya mencapai target produksi migas yang lebih tinggi. Wakil Direktur Utama Pertamina, Wiko Migantoro, mengatakan perseroan menargetkan produksi minyak dan gas (migas) sebesar 416 ribu barel per hari (MBOPD) pada 2025, naik 4 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
“Di 2025 kita berencana memproduksi 416 ribu barel oil per day minyak atau tumbuh 4 persen dibandingkan tahun sebelumnya,” kata Wiko dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi XII DPR RI.
Saat ini, Pertamina memegang peranan penting dalam mengelola energi nasional dengan kontribusi mencapai 69 persen dari produksi minyak dan 37 persen dari produksi gas nasional. Untuk menjaga momentum pertumbuhan, Pertamina menerapkan beberapa strategi utama, di antaranya:
- Optimalisasi sumur dan aset guna mempertahankan baseline produksi.
- Peningkatan produksi melalui pengembangan lapangan dan penerapan Enhanced Oil Recovery (EOR), yang saat ini sudah berkontribusi 4.000 barel per hari.
- Target produksi kilang sebesar 334 juta barel, naik 3 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Dalam satu dekade terakhir, produksi migas yang dikelola Pertamina menunjukkan tren pertumbuhan positif sekitar 7 persen, baik dari aset dalam negeri maupun internasional. Hingga 2023, total produksi migas Pertamina telah mencapai 1,044 juta Barel Oil Equivalent Per Day (BOEPD).
Kasus dugaan korupsi ini menjadi ujian besar bagi tata kelola Pertamina dan sektor energi nasional secara keseluruhan. Di satu sisi, Kejaksaan Agung terus mendalami skandal yang diduga merugikan negara hingga Rp193,7 triliun. Di sisi lain, Pertamina berupaya mempertahankan stabilitas bisnisnya agar tetap menjadi tulang punggung energi Indonesia.(*)