Logo
>

Tambang Ilegal Buat 'Polisi Tembak Polisi', Prabowo Harus Turun Tangan

Ditulis oleh KabarBursa.com
Tambang Ilegal Buat 'Polisi Tembak Polisi', Prabowo Harus Turun Tangan

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Kasus tambang ilegal kian memprihatinkan. Kondisi tersebut diperburuk lantaran para pelaku tambang ilegal 'dibeking' atau dilindungi sejumlah pihak, termasuk aparat keamanan. Hal itu terjadi di Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat beberapa waktu lalu.

    Dalam tragedi itu, terjadi baku tembak antar sesama aparat kepolisian. Kejadian itu juga memakan korban jiwa, yakni Kasat Reskrim Polres Solok Selatan AKP, Ulil Ryanto Anshari, yang tewas ditembak oleh Kabagops Polres Solok Selatan AKP, Danang Iskandar.

    Kepolisian Daerah (Polda) Sumatera Barat mengaku tengah mendalami kasus polisi tembak polisi di wilayah hukumnya. Akan tetapi, kejadian tersebut disinyalir kuat berkaitan dengan tambang ilegal galian C di wilayah itu yang diasumsikan sebagai bentuk perlindungan bagi para mafia tambang ilegal.

    Pembina Masyarakat Ilmuan dan Teknologi Indonesia (MITI), Mulyanto mengungkap, indikasi aparat melindungi mafia pun sempat terjadi sebelumnya. Saat itu, nasib naas terjadi pada Ipda Rudy Soik di Nusa Tenggara Timur (NTT) yang dipecat usai mengungkap praktik penimbun bahan bakar minyak (BBM) ilegal yang dibeking oknum polisi.

    Anggota Komisi Energi DPR RI periode 2019-2024 itu menyebut, keberadaan beking tambang ilegal kian membahayakan. Ia menyebut, peran para beking tidak sekadar melindungi pelaku tambang ilegal dari jerat hukum, melainkan juga menyerang pihak yang hendak memperkarakannya.

    Karena itu, Mulyanto meminta Presiden Prabowo Subianto untuk turun langsung memimpin pemberantasan beking tambang ilegal. Keberadaan beking ini harus diberantas secara tuntas oleh pimpinan negeri ini karena melibatkan orang-orang berpangkat dan berjaringan.

    "Keberadaan beking itu bukan hanya merugikan keuangan negara tapi merusak lingkungan hidup. Karena itu keberadaannya harus dianggap sebagai musuh negara," kata Mulyanto dalam keterangannya kepada KabarBursa.com, Sabtu, 23 November 2024.

    Banyak korban dari praktik tambang ilegal dinilai terjadi lantaran pemerintah abai. Hal itu tercermin dari molornya pembentukan Satuan Tugas Pertambangan Tanpa Izin (Satgas PETI). Padahal, kata dia, surat keputusan pembentukan satgas hanya tinggal ditandatangani Presiden.

    "Terlihat dari molornya pengesahan pembentukan Satuan Tugas Pertambangan Tanpa Izin (Satgas PETI), padahal SK nya tinggal menunggu tanda tangan dari Presiden. Padahal infonya sudah lama di tangan Presiden. Tapi belum ditandatangani,” ungkapnya.

    Mandeknya pengesahan aturan yang akan dibentuk lewat Keputusan Presiden (Keppres) ini, kata Mulyanto, membuat geram banyak pihak. Pasalnya, belakangan banyak kasus tambang ilegal yang menelan banyak korban. Karena itu, ia minta Prabowo segera membentuk Satgas PETI ini.

    Keberadaan Satgas PETI penting untuk memberantas pertambangan ilegal yang tidak hanya merugikan keuangan negara, tapi juga menyangkut keselamatan masyarakat.

    "Alih-alih membentuk Satgas PETI, pemerintah lebih fokus pada aspek pengawasan lewat Sistem Informasi Mineral dan Batu Bara (SIMBARA)," lanjut Mulyanto.

    Mulyanto menyebut SIMBARA memang dibuat untuk meminimalisasi potensi kebocoran-kebocoran yang salah satunya disebabkan para penambang ilegal. Ia mendukung keberadaan sistem pengawasan digital lintas kementerian ini. Namun demikian, tanpa ada lembaga khusus yang menangani perkara ini, menurut Mulyanto tambang ilegal akan tetap marak terjadi.

    “Tapi kalau tidak ada satgas tambang ilegal yang powerfull akan sulit diberantas. Apalagi adanya beking aparat,” tutupnya.

    Galian Liar Jadi Bancakan

    Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Nasir Djamil, menyebut kejadian di Solok Selatan sering juga meletus di beberapa wilayah pertambangan. Ia bahkan menyebut, galian tambang ilegal kerap kali menjadi bancakan yang dilindungi oleh oknum aparat kepolisian.

    "Sering memang terjadi, itu jadi sumber penghasilanlah, karena banyak galian itu yang liar, yang ilegal, yang tidak resmi gitu, dibeking sama oknum-oknum aparat," kata Nasir, Jum'at, 22 November 2024.

    Bahkan, Nasir menyebut bancakan tambang ilegal tidak hanya dinikmati oknum kepolisian, melainkan juga Lurah dan Camat setempat diduga mendapat bagiannya. Ia menyebut, setiap orang yang berpengaruh, patut diduga menerima hasil dari tambang ilegal tersebut.

    "Artinya kita bilang sajalah orang-orang yang punya pengaruh di lokasi itu biasanya mendapatkan jatah. Kita sebut orang-orang punya pengaruh lah," jelasnya.

    Nasir juga mengaku prihatin dengan kejadian polisi tembak polisi di Solok Selatan. Meski begitu, ia mengaku akan menanti hasil pemeriksaan Polda Sumatera Barat ihwal motif penembakan sesama polisi.

    "Kita harapkan ini momentum bagi Kaplori untuk menutup semua galian c yang tidak berizin. Jadi galian c dan tambang-tambang ilegal sebaiknya untuk segera ditutup oleh Kapolri (Kepala Kepolisian Republik Indonesia). Ini momentum bagus bagi Kapolri, karena kerusakan lingkungan, ekosistem lingkungan, macem-macan itu kan merusak itu," tutupnya.

    Tambang Ilegal Banyak Ditemui di Sumsel

    Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatatkan adanya 128 laporan terkait penambangan tanpa izin (PETI) atau pertambangan ilegal di Indonesia sepanjang tahun 2023. Angka ini mencerminkan tingginya aktivitas pertambangan yang tidak memenuhi peraturan, yang tersebar di berbagai wilayah di Tanah Air.

    Direktur Jenderal Mineral dan  Batu Bara (Minerba) Kementerian ESDM Tri Winarno mengatakan laporan-laporan tersebut berasal dari berbagai daerah, seperti Pulau Sumatera, Jawa hingga Kalimantan. Berdasarkan data yang dihimpun, laporan kasus PETI paling banyak datang dari Sumatera Selatan (Sumsel) dengan 25 laporan.

    “Laporan ini mencakup daerah-daerah yang terkena dampak PETI, termasuk Aceh, Banten, dan Bengkulu. Data ini sangat penting untuk memahami sebaran masalah tambang ilegal yang terus berkembang di Indonesia,” kata Tri dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi XII DPR RI di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 12 November 2024.

    Kasus-kasus PETI ini sering kali melibatkan penambang yang beroperasi tanpa izin resmi, baik untuk eksplorasi, produksi, pengelolaan, maupun pemurnian bahan tambang. Tri menegaskan bahwa para pelaku tambang ilegal akan dikenakan sanksi yang setimpal sesuai dengan peraturan yang ada.

    “Mereka yang terbukti melakukan aktivitas tersebut dapat dijatuhi hukuman penjara hingga lima tahun dan denda maksimal sebesar Rp100 miliar,” jelasnya.

    Dalam upaya untuk menangani masalah tambang ilegal, Kementerian ESDM telah merumuskan tiga pilar utama yang akan dijadikan pedoman dalam penyelesaian permasalahan tersebut, yakni digitalisasi, formalisasi, dan penegakan hukum (gakkum).

    Pilar pertama, digitalisasi, dilakukan dengan memperkenalkan Sistem Informasi Mineral dan Batu Bara (Simbara). Sistem ini bertujuan untuk mempermudah pengawasan terhadap kegiatan pertambangan, dengan menilai apakah perusahaan yang bergerak dalam sektor tambang memiliki izin yang sah.

    Salah satu fitur yang diterapkan adalah jika sebuah perusahaan tidak memiliki izin dan tidak tercatat dalam sistem, maka mereka tidak dapat melakukan aktivitas jual beli mineral.

    “Melalui digitalisasi, kita bisa memantau dan memastikan bahwa hanya perusahaan yang memiliki izin yang dapat beroperasi. Jika tidak memiliki izin yang sah, maka mereka tidak bisa menjual mineral yang mereka tambang,” ujar Tri.

    Sementara itu, pilar kedua, formalisasi, akan diberlakukan pada daerah-daerah yang memiliki tingkat penambangan ilegal yang tinggi. Dalam hal ini, pemerintah berupaya agar penambang yang awalnya beroperasi tanpa izin dapat diarahkan untuk beroperasi secara legal dan terdaftar.

    Formalisasi ini diharapkan dapat memberikan keuntungan bagi penambang yang sebelumnya tidak terjangkau oleh sistem legal, sekaligus memastikan kegiatan mereka tetap sesuai dengan regulasi yang ada.

    “Formalisasi ini sangat penting, terutama untuk daerah-daerah dengan aktivitas penambangan ilegal yang tinggi. Kami berusaha agar penambang dapat memperoleh izin untuk beroperasi dengan sah, sehingga mereka bisa menjalankan kegiatan yang bermanfaat bagi masyarakat tanpa merusak lingkungan,” terangnya.

    Pilar ketiga, yaitu penegakan hukum, juga menjadi fokus utama Kementerian ESDM. Dalam upaya ini, Kementerian ESDM sudah membentuk Direktorat Jenderal (Ditjen) Penegakan Hukum (Gakkum) yang akan bertanggung jawab untuk menangani pelanggaran-pelanggaran hukum yang terjadi dalam sektor pertambangan. Dengan adanya Ditjen Gakkum, diharapkan penegakan hukum terhadap para pelaku tambang ilegal akan semakin tegas dan efektif.

    “Ditjen Gakkum ini akan segera mulai bertugas dan akan memberikan penegakan hukum yang lebih kuat terhadap kegiatan tambang ilegal. Kami berharap dengan adanya lembaga ini, akan tercipta efek jera bagi para pelaku PETI,” tutur Tri. (*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi