Logo
>

Tarif PPN Indonesia dan Filipina Tertinggi di ASEAN

Ditulis oleh KabarBursa.com
Tarif PPN Indonesia dan Filipina Tertinggi di ASEAN

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menilai tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Indonesia yang saat ini masih 11 persen masih tergolong rendah dibandingkan dengan negara-negara lainnya, baik di kawasan regional maupun anggota G20.

    “Tarif PPN di Indonesia, jika dibandingkan dengan banyak negara di dunia, masih relatif rendah. Baik di negara-negara emerging maupun di kawasan regional dan G20,” kata Sri Mulyani di Jakarta, seperti dilansir dari Antara, Rabu, 18 Desember 2024.

    Sri Mulyani memberikan contoh beberapa negara dengan ekonomi serupa yang memiliki tarif PPN dan rasio pajak (tax ratio) yang lebih tinggi dibandingkan Indonesia.

    Misalnya, Brasil menetapkan tarif PPN sebesar 17 persen dengan tax ratio mencapai 24,67 persen. Afrika Selatan memberlakukan tarif PPN sebesar 15 persen dengan tax ratio 21,4 persen, sementara India mengenakan tarif PPN 18 persen dengan tax ratio 17,3 persen.

    Selain itu, Turki menetapkan tarif PPN 20 persen dengan tax ratio 16 persen. Di Asia Tenggara, Filipina saat ini mengenakan tarif PPN 12 persen dengan tax ratio mencapai 15,6 persen, sementara Meksiko mengenakan tarif PPN 16 persen dengan tax ratio 14,46 persen.

    Namun, jika dibandingkan dengan tarif PPN di negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) lainnya, Indonesia lebih tinggi.

    Vietnam, misalnya,  memiliki tarif PPN sebesar 10 persen, sementara Vietnam yang sebelumnya menerapkan tarif PPN 10 persen kini memperpanjang insentif dengan tarif yang dipangkas menjadi 8 persen. Begitu pula dengan Singapura mengenakan tarif PPN sebesar 9 persen, sementara Thailand hanya 7 persen.

    Sri Mulyani menjelaskan bahwa keputusan kenaikan tarif PPN ini mempertimbangkan berbagai faktor, termasuk menjaga daya beli masyarakat dan stabilitas ekonomi.

    Menurutnya, pemerintah berusaha untuk meningkatkan penerimaan pajak tanpa membebani konsumsi rumah tangga secara berlebihan.

    “Kami memahami pandangan berbagai pihak. Kami juga melihat data konsumsi rumah tangga yang tetap stabil, serta inflasi yang rendah, yakni hanya 1,5 persen,” kata Sri Mulyani.

    Dia juga memastikan bahwa implementasi kebijakan PPN 12 persen akan dilakukan secara hati-hati, dengan mempertimbangkan stabilitas konsumsi rumah tangga dan daya beli masyarakat.

    Selain itu, pemerintah berfokus pada peningkatan rasio pajak (tax ratio) untuk memperkuat basis penerimaan negara.

    Sri Mulyani menilai, penerapan tarif PPN 12 persen pada 2025 merupakan langkah strategis untuk meningkatkan kontribusi pajak terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

    Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menambahkan bahwa penetapan tarif PPN 12 persen sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

    “Sesuai dengan amanah undang-undang, tarif PPN akan naik menjadi 12 persen per 1 Januari 2025,” kata Airlangga.

    Meski demikian, pemerintah akan memberikan fasilitas pembebasan PPN untuk barang dan jasa yang bersifat strategis, termasuk sebagian barang kebutuhan pokok dan barang penting (bapokting).

    PPN 12 Persen akan Diberlakukan 1 Januari 2025

    Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memastikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen akan mulai diberlakukan pada 1 Januari 2025. Kebijakan ini mengacu pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

    “Kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen akan diterapkan sesuai jadwal yang diatur dalam UU HPP, mulai 1 Januari 2025,” kata Airlangga dalam konferensi pers bertema ‘Paket Stimulus Ekonomi untuk Kesejahteraan’ di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin, 16 Desember 2024.

    Namun, pemerintah telah menetapkan sejumlah kebijakan untuk melindungi masyarakat berpendapatan rendah. Airlangga menegaskan, barang kebutuhan pokok tetap dibebaskan dari PPN dengan fasilitas PPN 0 persen.

    “Barang-barang seperti beras, daging, ikan, telur, sayur, dan gula konsumsi diberikan fasilitas PPN 0 persen. Demikian juga jasa pendidikan, kesehatan, angkutan umum, tenaga kerja, jasa keuangan, asuransi, vaksin polio, dan air bersih,” jelasnya.

    Selain itu, pemerintah juga menyiapkan stimulus ekonomi khusus untuk barang tertentu seperti minyak goreng, tepung terigu, dan gula industri. Airlangga menyebut, pemerintah akan menanggung 1 persen dari kenaikan tarif PPN untuk barang-barang tersebut, sehingga masyarakat hanya dikenakan tarif 11 persen.

    “Pemerintah memberikan dukungan berupa stimulus untuk bahan pokok seperti minyak, tepung terigu, dan gula industri, dengan menanggung sebagian kenaikan PPN. Tarif efektifnya tetap 11 persen bagi kebutuhan tersebut,” ujar Airlangga.

    Prinsip Keadilan dan Bantuan

    Di kesempatan yang sama, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa penerapan kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen pada 2025 akan mengedepankan prinsip keadilan dan gotong royong, serta mempertimbangkan aspirasi masyarakat.

    Menurut Sri Mulyani, kebijakan ini juga didukung oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagai instrumen untuk menjaga daya beli masyarakat agar roda perekonomian tetap bergerak di tengah tantangan global maupun domestik.

    “Ekonomi kita tetap bisa berjalan meski dihadapkan pada dinamika global dan situasi dalam negeri yang terus kita waspadai,” jelasnya.

    Sri Mulyani menjelaskan, prinsip keadilan diterapkan dengan membedakan kebijakan antara masyarakat mampu dan tidak mampu. Kelompok mampu diwajibkan membayar pajak sesuai aturan, sedangkan kelompok tidak mampu akan dilindungi melalui bantuan pemerintah. (*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi