KABARBURSA.COM - Dari sebuah kedai es krim di California hingga penjual kaos di luar Detroit, bisnis-bisnis di Amerika Serikat kini tengah bersiap-siap menghadapi dampak dari tarif impor yang diumumkan oleh Presiden Donald Trump pada hari Sabtu, 1 Februari 2025. Pajak ini menyasar tiga mitra dagang terbesar AS: Kanada, Meksiko, dan China.
Pajak yang dikenakan sebesar 25 persen untuk barang-barang dari Kanada dan Meksiko, serta 10 persen untuk barang-barang dari China, akan mulai berlaku pada hari Selasa, 4 Februari 2025. Namun, untuk energi Kanada, seperti minyak, gas alam, dan listrik, pajak yang dikenakan lebih rendah, yaitu 10 persen.
Tak menunggu lama, Presiden Meksiko langsung memerintahkan penerapan tarif balasan, sementara Perdana Menteri Kanada menyatakan negara tersebut akan memberlakukan tarif setara sebesar 25 persen untuk barang-barang impor dari AS yang mencapai nilai hingga USD155 miliar (Rp2.480 triliun dengan kurs Rp16.000).
Di sisi lain, Kementerian Luar Negeri China menegaskan pemerintah mereka menolak langkah ini dan akan mengambil tindakan balasan yang diperlukan untuk mempertahankan hak dan kepentingan sahnya. Kementerian Perdagangan China juga berencana mengajukan gugatan ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) perihal praktik salah yang dilakukan oleh AS.
Dilansir dari AP di Jakarta, Senin, 3 Februari 2025, sebuah lembaga di Universitas Yale, Budget Lab, memperkirakan tarif yang diterapkan Trump akan mengurangi daya beli rata-rata rumah tangga Amerika sebesar USD1.000 hingga USD1.200 (Rp16 juta hingga Rp19,2 juta) per tahun.
Kepala ekonom di firma pajak dan konsultasi EY, Gregory Daco, menghitung tarif ini akan meningkatkan inflasi yang pada bulan Desember lalu berada di angka 2,9 persen per tahun, menjadi sebesar 0,4 poin persentase tahun ini. Daco juga memproyeksikan ekonomi AS, yang tumbuh 2,8 persen tahun lalu, akan mengalami penurunan sebesar 1,5 persen tahun ini dan 2,1 persen pada tahun 2026. Ini akibat biaya impor yang lebih tinggi yang mengurangi pengeluaran konsumen dan investasi bisnis.
Di Santa Cruz, California, kedai es krim Penny Ice Creamery terpaksa menaikkan harga es krimnya, termasuk rasa-rasa favorit seperti "strawberry pink peppercorn" dan "chocolate caramel sea salt," berulang kali dalam beberapa tahun terakhir akibat lonjakan inflasi yang meningkatkan biaya bahan baku.
"Saya merasa buruk harus terus menaikkan harga," ungkap co-owner Zach Davis. "Kami berharap inflasi bisa turun, ekonomi stabil di tahun 2025. Sekarang dengan adanya tarif ini, kami mungkin harus kembali ke situasi yang sama."
Davis menambahkan, tarif baru ini berpotensi meningkatkan biaya untuk peralatan yang sebagian besar dibuat di China, seperti lemari es, freezer, dan blender. Barang-barang ini dibutuhkan jika Penny Ice Creamery melanjutkan rencana untuk menambah enam gerainya. Dia masih ingat betul bagaimana perusahaan harus menanggung biaya tambahan ketika Trump memberlakukan tarif besar-besaran pada China di masa jabatannya yang pertama.
Tarif baru ini juga akan menaikkan harga untuk salah satu favorit pelanggan — taburan (sprinkles) — yang diimpor Penny Ice Creamery dari sebuah perusahaan di Whitby, Ontario. Menambahkan pajak impor sebesar 25 persen pada barang sekecil itu bisa sangat merugikan bisnis kecil seperti miliknya.
"Margin kami sangat tipis," katanya. "Kemampuan untuk menawarkan tambahan itu mungkin hanya bisa menghasilkan tambahan 10 sen keuntungan per scoop. Jika tarif menghapus itu, bisa jadi perbedaan antara meraih keuntungan atau hanya bertahan, bahkan bisa merugi di akhir tahun."
Dampak Tarif Terhadap Bisnis Kesehatan dan Pakaian
Di Asheville, North Carolina, Casey Hite, CEO Aeroflow Health, mengantisipasi dampak negatif karena perusahaannya mendapatkan lebih dari setengah pasokan, seperti pompa ASI, dari produsen China. Mereka menyediakan produk tersebut kepada pasien Amerika melalui rencana asuransi. Aeroflow Health dibayar oleh perusahaan asuransi dengan tarif yang telah dinegosiasikan sebelumnya, sebelum Trump memutuskan untuk menerapkan tarif.
Hite menyatakan pajak pada impor dari China akan mempengaruhi keuangan perusahaan dan memaksanya untuk membeli produk yang lebih murah dan berkualitas rendah atau meneruskan biaya yang lebih tinggi melalui premi asuransi kesehatan yang juga lebih tinggi. Meskipun hal ini mungkin memakan waktu dua tahun untuk terwujud, Hite yakin dampaknya akan terasa pada anggaran konsumen.
“Ini akan berdampak pada pasien. Seiring waktu, pasien akan membayar lebih untuk produk-produk tersebut,” kata Hite.
Bahkan, pembalut inkontinensia yang diproduksi di AS yang dibeli Aeroflow Health juga tidak aman dari pajak impor Trump. Produk tersebut mungkin mengandung pulp dari Kanada yang menjadi target tarif dan plastik serta kemasan dari China.
“Apakah ini akan mempengaruhi bisnis kami? Tentu saja,” kata Linda Schlesinger-Wagner, pemilik skinnytees, sebuah perusahaan pakaian wanita di Birmingham yang mengimpor pakaian dari China. Dia menyatakan pajak 10 persen ini akan meningkatkan biaya, meskipun dia berencana untuk menyerap biaya tambahan tersebut alih-alih meneruskannya kepada pelanggan.
“Saya tidak suka dengan apa yang terjadi,” katanya, merujuk pada dampak lebih luas dari tarif ini. “Dan saya pikir orang-orang akan benar-benar terkejut dengan harga yang akan mereka lihat pada mobil, kayu, pakaian, dan makanan. Ini akan menjadi kekacauan.”
Mantan pejabat perdagangan AS yang kini berada di Center for Strategic and International Studies, William Reinsch, menyatakan banyak perusahaan yang telah menimbun barang impor sebelumnya untuk menghindari tarif. Mereka akan dapat memanfaatkan persediaan yang menumpuk selama beberapa minggu atau beberapa bulan untuk menunda rasa sakit pelanggan mereka.
CEO Hispanic Construction Council, George Carrillo, sebuah kelompok advokasi industri, mengatakan perusahaan konstruksi telah menimbun bahan-bahan, tetapi dia khawatir soal kemungkinan adanya lonjakan inflasi dalam tiga hingga enam bulan ke depan.
“Begitu persediaan itu mulai menipis, kami akan mulai merasakan efeknya. Pengembang dan kontraktor umum perlu menjaga ritme dan mereka akan mulai membeli lebih banyak produk dengan harga yang lebih tinggi,” kata Carrillo.(*)