Logo
>

Tarik Ulur Tarif Trump bikin Harga Minyak Dunia Naik Tipis

Sikap Trump kembali memanaskan pasar. Ia menyatakan bakal memberlakukan sanksi tambahan

Ditulis oleh Pramirvan Datu
Tarik Ulur Tarif Trump bikin Harga Minyak Dunia Naik Tipis
Ilustrasi harga minyak dunia. Dok: KabarBursa.com

KABARBURSA.COM - Harga minyak mentah global melonjak lebih dari satu persen pada penutupan perdagangan, dipicu oleh eskalasi tekanan geopolitik dari Washington terhadap Moskow. Presiden Amerika Serikat Donald Trump memperketat tenggat waktu bagi Rusia untuk mengakhiri konflik di Ukraina dan mengancam tarif terhadap negara-negara yang masih menjalin transaksi minyak dengan Kremlin.

Mengutip laporan Reuters, harga minyak Brent kontrak September—yang akan jatuh tempo Kamis ini—menguat 73 sen atau 1,01 persen menjadi USD73,24 per barel. Untuk kontrak Oktober yang lebih aktif diperdagangkan, Brent ditutup naik 79 sen atau 1,1 persen ke level USD72,47 per barel.

Minyak mentah acuan Amerika, West Texas Intermediate (WTI), juga ikut terkerek. Harga WTI meningkat 79 sen atau 1,14 persen, hingga menyentuh angka USD70 per barel. Pasar tampak mengesampingkan data persediaan minyak dan bahan bakar AS yang tercampur antara surplus dan defisit.

Sikap Trump kembali memanaskan pasar. Ia menyatakan bakal memberlakukan sanksi tambahan, termasuk tarif sekunder hingga 100 persen terhadap negara-negara yang masih membeli minyak Rusia. Ia memberi waktu hanya 10–12 hari bagi Moskow untuk menunjukkan itikad damai, jauh lebih singkat dibanding tenggat sebelumnya yang mencapai 50 hari.

Tak hanya itu, mulai 1 Agustus, AS akan menerapkan tarif 25 persen atas berbagai produk dari India. Negara-negara yang masih mengimpor senjata dan energi dari Rusia juga tak luput dari ancaman sanksi. Tiongkok sebagai pembeli utama minyak Rusia turut diberi peringatan keras: jika terus melanjutkan pembelian, konsekuensinya bisa berupa tarif besar-besaran.

Menurut analis JP Morgan, kecil kemungkinan China akan tunduk pada tekanan AS. Namun berbeda halnya dengan India yang telah memberi sinyal kepatuhan. Jika India benar-benar menurunkan impor minyak Rusia, maka sekitar 2,3 juta barel per hari ekspor energi Moskow bisa terdampak signifikan.

"Fokus pasar saat ini tertuju pada potensi tarif terhadap minyak Rusia, dan langkah India yang patuh terhadap tekanan AS dianggap sebagai katalis positif bagi harga," ujar Dennis Kissler, Wakil Presiden Senior di BOK Financial.

Munculnya Sentimen Positif Perang Dagang Trump

Harga minyak mentah dunia kembali menguat pada Rabu, 30 Juli 2025, dini hari WIB dan melanjutkan reli sehari sebelumnya. Sentimen positif muncul dari meredanya ketegangan dagang antara Amerika Serikat dan mitra dagang utamanya, serta meningkatnya tekanan dari Presiden Donald Trump terhadap Rusia perihal perang di Ukraina.

Dilansir dari Reuters, harga minyak Brent untuk kontrak berjangka naik 95 sen atau 1,36 persen ke level USD70,99 per barel (sekitar Rp1.157.137 dengan kurs Rp16.300) pada pukul 12 siang waktu New York. Ini merupakan level tertinggi sejak 23 Juni. Sementara itu, minyak West Texas Intermediate (WTI) Amerika Serikat naik 99 sen atau 1,48 persen ke USD67,70 (sekitar Rp1.103.510).

Sehari sebelumnya, kedua jenis minyak ini telah ditutup naik lebih dari 2 persen. Kenaikan harga minyak ditopang oleh kesepakatan dagang terbaru antara Amerika dan Uni Eropa.

Meski tetap memberlakukan tarif impor 15 persen atas sebagian besar produk asal Eropa, kesepakatan ini dinilai berhasil menghindari potensi perang dagang skala penuh yang bisa mengganggu sepertiga perdagangan global dan menekan permintaan bahan bakar.

"Ada optimisme di pasar terkait kesepakatan ini," ujar Direktur Energi Berjangka di Mizuho, Bob Yawger. "Memang belum sempurna, terutama bagi Eropa, tapi jauh lebih baik dari skenario terburuk yang dibayangkan."

Dalam kesepakatan itu, Uni Eropa juga berkomitmen untuk membeli energi dari Amerika Serikat senilai USD750 miliar (sekitar Rp12.225 triliun) dalam tiga tahun ke depan. Namun, analis menilai target tersebut hampir mustahil tercapai. Selain itu, perusahaan-perusahaan Eropa dijanjikan akan menanamkan investasi sebesar USD600 miliar (sekitar Rp9.780 triliun) di Amerika selama periode kedua masa jabatan Trump.

Dari Stockholm, pertemuan pejabat ekonomi tinggi Amerika dan China telah rampung. Tujuannya adalah meredakan perselisihan jangka panjang dan mencegah perang dagang penuh antara dua kekuatan ekonomi terbesar dunia.

Sementara itu, Presiden Trump kembali memanaskan tensi geopolitik. Pada Senin, ia menetapkan tenggat baru selama “10 hingga 12 hari” bagi Rusia untuk menunjukkan kemajuan dalam menghentikan perang di Ukraina. Ia mengancam akan menjatuhkan sanksi terhadap Rusia dan para pembeli ekspor minyaknya jika tak ada perkembangan berarti.(*)

Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

Gabung Sekarang

Jurnalis

Pramirvan Datu

Pram panggilan akrabnya, jurnalis sudah terverifikasi dewan pers. Mengawali karirnya sejak tahun 2012 silam. Berkecimpung pewarta keuangan, perbankan, ekonomi makro dan mikro serta pasar modal.