KABARBURSA.COM - Bursa saham Wall Street mengalami pembalikan tajam pada perdagangan Jumat pagi waktu Indonesia. Sebabnya, reli awal yang dipicu optimisme terhadap laporan keuangan Nvidia, gagal bertahan hingga penutupan.
Pasar yang semula memperlihatkan penguatan justru ditutup melemah signifikan. Di sini, sentimen investor sedang berada pada fase rapuh, terutama di tengah ketidakpastian ekonomi dan tekanan valuasi sektor teknologi.
Nasdaq mencatat penutupan terendah sejak 11 September, sementara S&P 500 berada di titik terendah sejak 10 September. Indeks volatilitas Cboe (VIX) melonjak 11,67 persen ke 26,42, menjadi posisi tertinggi sejak April dan menunjukkan meningkatnya kecemasan pasar.
Ketiga indeks utama bergerak liar sepanjang sesi, dengan pergerakan intraday Nasdaq mencapai rentang 4,9 poin persentase. Sebuah level yang terakhir terlihat pada April, saat gejolak tarif melanda pasar.
Pada penutupan, Dow Jones merosot 0,84 persen ke 45.752,26. S&P 500 anjlok 1,56 persen ke 6.538,76, dan Nasdaq tumbang 2,15 persen ke 22.078,05.
Sektor teknologi menjadi biang kerok tekanan, setelah saham-saham chip yang sempat menguat justru berbalik melemah tajam. Nvidia, yang semula melejit hingga 5 persen berkat laporan kinerja yang melampaui ekspektasi, justru berbalik turun 3,2 persen.
Indeks semikonduktor jatuh 4,8 persen, memicu kekhawatiran baru mengenai valuasi yang dianggap terlalu tinggi di tengah masifnya belanja perangkat kecerdasan buatan.
Secara fundamental, Nvidia sebenarnya memberikan kabar yang solid. Perusahaan ini memperkirakan pendapatan kuartal keempat di atas proyeksi analis dan menorehkan hasil keuangan kuartal ketiga yang kembali menguatkan narasi dominasi AI global.
CEO Jensen Huang bahkan menegaskan bahwa kekhawatiran soal kejenuhan pasar AI tidak berdasar. Namun, komentar optimistis tersebut tidak cukup untuk membalikkan arus aksi jual yang sudah berlangsung selama dua pekan.
Di luar sektor teknologi, hanya sektor consumer staples yang berhasil menguat pada indeks S&P 500, naik 1,1 persen. Sektor lainnya, terutama teknologi, tertekan hebat dalam penurunan 2,7 persen.
Kontradiksi Laporan Ketenagakerjaan AS
Kecemasan pasar semakin dalam setelah laporan ketenagakerjaan AS menunjukkan kontradiksi. Pertumbuhan lapangan kerja melewati ekspektasi, tetapi tingkat pengangguran melonjak ke 4,4 persen.
Data ini memperkuat ketidakpastian, apakah Federal Reserve akan berani memangkas suku bunga pada Desember. Terutama, karena rilis data Oktober batal akibat penutupan pemerintah selama 43 hari dan baru akan digabung dengan data November.
Pasar juga bereaksi terhadap peringatan dari Gubernur The Fed Lisa Cook, yang menyatakan bahwa harga aset—mulai dari saham, obligasi korporasi, hingga perumahan—telah berada di level tinggi secara historis.
Kondisi ini membuka peluang koreksi valuasi yang signifikan. Pernyataan tersebut menjadi katalis tambahan yang mengguncang sentimen risiko.
Walmart Jadi Bintang Dow dan S&P 500
Di sisi positif, Walmart menjadi bintang pada indeks Dow dan S&P 500 setelah melesat 6,5 persen. Kenaikan itu didorong oleh revisi naik proyeksi laba tahunan dan rencana perpindahan pencatatan saham dari NYSE ke Nasdaq.
Saham-saham defensif seperti Procter & Gamble dan Travelers, juga menunjukkan performa stabil. Namun secara keseluruhan, jumlah saham yang turun jauh melampaui yang naik, baik di NYSE maupun Nasdaq, dengan rasio lebih dari tiga banding satu di kedua bursa.
Di Nasdaq, sektor yang bergerak paling ekstrem terlihat dari saham-saham berkapitalisasi kecil. Mobilehealth Network Solutions melesat 82,53 persen, sementara Sonder Holdings naik 79,15 persen.
Di sisi lain, tekanan jual sangat nyata terjadi pada Opthea yang ambruk 95,57 persen. Brera Holdings turun 63,90 persen, dan Creative Media & Community Trust merosot 46,58 persen. Kontras semacam ini menunjukkan volatilitas luar biasa di bursa teknologi dan pertumbuhan.
Sementara, volume perdagangan mencapai 21,45 miliar lembar saham, melebihi rata-rata 20 hari sebesar 19,94 miliar lembar. Artinya, intensitas transaksi meningkat ketika pasar berada dalam mode defensif.
Sedangkan aksi jual yang masif menandai pergeseran psikologis pelaku pasar dari pencarian momentum ke pengetatan risiko jelang keputusan bank sentral AS, bulan depan.
Keseluruhan sesi perdagangan menggambarkan pasar yang sedang berada dalam fase transisi kritis. Ketidakpastian kebijakan moneter, valuasi sektor teknologi, dan tumpukan data ekonomi tertunda menciptakan kondisi volatilitas tinggi.
Wall Street sedang mencari pijakan baru, tetapi hingga kepastian mengenai arah kebijakan The Fed muncul, pasar kemungkinan masih akan bergerak dalam pola fluktuatif yang agresif.(*)