KABARBURSA.COM - Federal Reserve atau The Fed berencana untuk mengabaikan sinyal dari pasar obligasi. Menurut mereka, mendukung pergerakan saham bukanlah tugas utama bank sentral.
Di minggu terakhir di Oktober 2024, muncul indikasi yang semakin jelas bahwa perekonomian Amerika Serikat masih berada dalam tren ekspansi yang kuat, meskipun angka inflasi belum menunjukkan tanda-tanda penurunan yang signifikan.
Mengutip data yang disiarkan Forex Factory, Minggu, 3 November 2024, data terbaru yang dirilis menunjukkan bahwa meskipun ada penurunan sementara dalam lapangan kerja, Federal Reserve tampaknya akan melanjutkan kebijakan penurunan suku bunga mereka, meski ada sinyal kuat dari pasar obligasi yang menunjukkan sebaliknya.
Sejumlah indikator utama memberikan gambaran ekonomi yang sedang berkembang. Pada sisi harga, inflasi terus meningkat, sebagaimana ditunjukkan oleh indeks Pengeluaran Konsumsi Pribadi (PCE) yang menjadi ukuran inflasi favorit Fed.
Indeks ini menunjukkan percepatan baik dalam perhitungan utama maupun perhitungan inti yang mengecualikan makanan dan bahan bakar. Pertumbuhan pengeluaran konsumsi pribadi juga meningkat menjadi 0,5 persen pada September, naik dari 0,3 persen pada Agustus. Ini adalah sinyal kuat bahwa tekanan inflasi masih akan berlanjut di masa depan.
Pada sisi pertumbuhan, Biro Analisis Ekonomi AS memperkirakan bahwa produk domestik bruto (PDB) tumbuh sebesar 2,8 persen pada kuartal ketiga 2024, mencerminkan ekspansi yang stabil.
Selain itu, estimasi terbaru dari GDPNow yang dirilis oleh Federal Reserve Bank of Atlanta menunjukkan bahwa pertumbuhan PDB diperkirakan mencapai 2,3 persen pada kuartal keempat tahun ini. Hal ini menegaskan bahwa perekonomian masih berkembang meskipun ada tantangan inflasi.
Federal Reserve, di bawah kepemimpinan Jerome Powell, tampaknya telah mengubah fokus dari inflasi ke penciptaan lapangan kerja. Namun, data terbaru menunjukkan bahwa pasar tenaga kerja tetap kuat.
Pada bulan Oktober, penciptaan lapangan kerja sektor swasta (ADP) mencapai 233.000, tertinggi sejak Juli 2023. Klaim awal pengangguran untuk pekan yang berakhir pada 26 Oktober juga menurun menjadi 216.000, turun 12.000 dari minggu sebelumnya.
Ini adalah indikator awal yang menunjukkan bahwa pasar tenaga kerja tidak menghadapi masalah yang signifikan.
Namun, data nonfarm payrolls yang dirilis kemarin menunjukkan angka penciptaan lapangan kerja hanya 12.000 untuk Oktober. Meskipun angka ini melemah, hal ini sebagian besar disebabkan oleh distorsi terkait badai dan pemogokan pekerja Boeing.
Selain itu, tingkat partisipasi perusahaan dalam survei sangat rendah, sehingga mengurangi akurasi data tersebut.
Walaupun begitu, tingkat pengangguran tetap rendah di 4,1 persen, dan tingkat partisipasi angkatan kerja berada pada 62,6 persen. Salah satu sinyal peringatan adalah percepatan kenaikan rata-rata pendapatan per jam yang meningkat dari 3,9 persen menjadi 4 persen.
Tindakan The Fed
Dengan latar belakang ini, Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) diperkirakan akan melakukan pemotongan suku bunga lagi pada pertemuan mereka di 6 dan 7 November.
Meskipun ada data kuat yang menunjukkan bahwa pasar tenaga kerja tidak memerlukan stimulus tambahan, kemungkinan besar FOMC akan menurunkan suku bunga sebesar 25 basis poin lagi. Narasi yang digunakan oleh Fed mungkin menyebutkan bahwa pasar tenaga kerja membutuhkan dukungan lebih lanjut, sementara mereka akan menegaskan bahwa inflasi hampir terkendali.
Namun, keputusan ini mungkin mengabaikan sinyal penting dari pasar obligasi. Kemarin, setelah rilis angka pekerjaan, imbal hasil obligasi Treasury 10 tahun sempat turun menjadi 4,23 persen, tetapi segera melonjak kembali menjadi 4,40 persen pada akhir hari.
Hal ini menunjukkan bahwa para investor obligasi menyadari bahwa angka penciptaan lapangan kerja yang rendah tidak mencerminkan kelemahan pasar tenaga kerja yang nyata.
Sebaliknya, lonjakan imbal hasil ini mencerminkan kekhawatiran bahwa kebijakan fiskal yang longgar dan defisit fiskal yang besar di bawah pemerintahan Kamala Harris atau Donald Trump akan memicu kebutuhan imbal hasil yang lebih tinggi.
Pasar obligasi sendiri telah memberikan sinyal penting yang menunjukkan bahwa kebijakan moneter yang terlalu longgar dan defisit fiskal yang terus meningkat dapat menyebabkan lonjakan inflasi dan memicu kenaikan imbal hasil yang lebih tinggi di masa depan. Jika The Fed mengabaikan sinyal ini, mereka berisiko memperburuk masalah inflasi yang sudah ada.
Selain itu, meskipun The Fed telah menurunkan suku bunga secara agresif sejak September, tindakan ini tampaknya tidak diperlukan untuk mendorong pasar tenaga kerja yang sudah kuat.
Dengan tekanan inflasi yang masih ada, langkah-langkah yang diambil oleh The Fed justru berpotensi menciptakan risiko baru, terutama jika pasar obligasi terus mengirimkan sinyal peringatan terkait imbal hasil yang lebih tinggi.
Federal Reserve tampaknya akan melanjutkan kebijakan pelonggaran moneter mereka, meskipun ada sinyal yang jelas dari pasar obligasi bahwa risiko inflasi masih tinggi.
Keputusan untuk memotong suku bunga lebih lanjut pada pertemuan FOMC mendatang dapat dianggap sebagai langkah yang prematur, mengingat pasar tenaga kerja yang masih kuat dan angka inflasi yang terus meningkat.
Jika The Fed terus mengabaikan sinyal pasar obligasi ini, mereka mungkin menghadapi tantangan yang lebih besar di masa depan dalam mengendalikan inflasi dan menjaga stabilitas ekonomi.(*)