Logo
>

The Fed Tahan Suku Bunga, Sektor Saham ini Masih Menarik

Meski The Fed menahan suku bunga, sentimen pasar mulai bergeser ke isu perang tarif. Desmond Wira menilai sektor saham masih punya peluang di tengah ketidakpastian global.

Ditulis oleh Dian Finka
The Fed Tahan Suku Bunga, Sektor Saham ini Masih Menarik
Analis menilai The Fed yang menahan suku bunga bukan kejutan. Pasar masih menarik, tapi investor sebaiknya tunggu koreksi. Gambar dibuat oleh AI untuk KabarBursa.com.

KABARBURSA.COM – Keputusan Federal Reserve (The Fed) untuk mempertahankan suku bunga acuan di level tinggi pada Mei 2025 kembali menciptakan ketidakpastian di pasar global. Namun, di tengah kehati-hatian investor, sejumlah sektor saham justru dinilai tetap menjanjikan.

Trader dan praktisi pasar modal, Desmond Wira, menilai stabilitas suku bunga The Fed bisa menjadi katalis positif bagi pasar modal, khususnya di negara berkembang seperti Indonesia

“Secara umum, ketika The Fed menahan suku bunga, biasanya bank sentral negara lain akan ikut menahan atau bahkan menurunkan suku bunga. Ini menciptakan sentimen positif secara luas bagi pasar modal,” ujarnya kepada KabarBursa.com, Senin, 19 Mei 2025.

Ia menjelaskan  efek dari keputusan tersebut biasanya bersifat menyeluruh atau broad market. Artinya, tidak hanya satu atau dua sektor yang merespons positif, tetapi sebagian besar saham ikut bergerak naik.

“Kalau kita lihat, kenaikan IHSG belakangan ini juga bersifat broad market. Selain sektor yang sensitif terhadap suku bunga seperti perbankan, sektor lain juga ikut naik rata-rata,” jelasnya.

Suku Bunga Bukan Lagi Sentimen Utama

Menurut Desmond, saat ini pasar lebih digerakkan oleh perkembangan perihal perang tarif global, bukan lagi oleh isu suku bunga yang sudah banyak diantisipasi pelaku pasar sejak awal tahun.

“Sentimen yang paling mempengaruhi pasar saat ini adalah perang tarif. Kalau suku bunga itu sudah banyak diantisipasi. Jadi meskipun The Fed menahan suku bunga, itu bukan lagi kejutan buat pasar,” katanya.

Ia menambahkan, kenaikan pasar saham yang terjadi beberapa waktu terakhir lebih dipicu oleh meredanya ketegangan dagang antara Amerika Serikat dan China. Sementara itu, pelaku pasar kini menanti kepastian arah suku bunga berikutnya sebagai sentimen lanjutan.

“Setelah perang tarif agak mereda, sentimen berikutnya yang dinanti pasar adalah suku bunga. Jika nanti benar-benar diturunkan, itu biasanya menjadi pemicu lanjutan bagi penguatan pasar saham,” kata Desmond.

Di tengah ketidakpastian global dan pasar yang cenderung sideways, pertanyaan besar bagi investor adalah apakah ini waktu yang tepat untuk masuk?

Desmond menjawab dengan hati-hati. Ia menilai bagi sebagian investor, momen terbaik untuk masuk ke pasar sebenarnya sudah lewat. “Kalau mau masuk seharusnya saat pasar jatuh akibat sentimen negatif seperti perang tarif kemarin. Sekarang agak terlambat,” katanya.

Ia menyarankan investor untuk tidak buru-buru mengambil posisi, melainkan menunggu terjadinya koreksi pasar sebagai titik masuk yang lebih rasional.

“Biasanya pasar tidak naik terus-menerus. Ada yang namanya koreksi atau pullback. Nah, kalau mau masuk, sebaiknya tunggu momen itu,” jelasnya.

Sektor Potensial Masih Terbuka

Meski sentimen utama datang dari sektor makro, Desmond tetap melihat ada sektor-sektor yang lebih berpotensi mencetak keuntungan dalam situasi saat ini. Ia menyebut sektor perbankan dan konsumsi sebagai contoh.

“Perbankan hampir selalu sensitif terhadap arah suku bunga, jadi kalau ada wacana penurunan suku bunga ke depan, sektor ini bisa diuntungkan. Sektor konsumsi juga cukup menarik, apalagi kalau inflasi bisa dijaga tetap rendah,” ujarnya.

Ia menambahkan, sektor teknologi dan energi juga bisa menjadi pilihan menarik, tergantung arah kebijakan fiskal dan harga komoditas global ke depan.

Desmond menilai secara umum pelaku pasar saat ini berada dalam mode “waspada tapi tidak panik.” Artinya, investor menyadari adanya ketidakpastian global, namun belum melihat alasan kuat untuk melakukan aksi jual besar-besaran.

“Pasar kita itu sebenarnya sedang wait and see. Sideways yang terjadi sekarang mencerminkan sikap menunggu sinyal yang lebih kuat, baik dari The Fed maupun Bank Indonesia,” ucapnya.

Ia mengingatkan investor lokal perlu cermat membaca dinamika global, namun tetap memegang prinsip dasar dalam berinvestasi, yakni masuk saat harga murah dan keluar saat harga tinggi.

“Kalau semuanya sudah naik, justru itu waktunya kita lebih hati-hati. Jangan sampai euforia bikin kita ambil keputusan yang tidak rasional,” kata Desmond.(*)

Disclaimer:
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

Gabung Sekarang

Jurnalis

Dian Finka

Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.