KABARBURSA.COM - Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyatakan pemerintah pusat akan mengendalikan langsung pengelolaan program makanan bergizi (MBG) gratis agar distribusinya lebih tertata dan tepat sasaran. Ia menyebut anggaran yang sebelumnya dialokasikan oleh pemerintah daerah untuk program ini sebaiknya dialihkan ke perbaikan fasilitas sekolah, khususnya toilet, karena dianggap mendesak demi kenyamanan siswa.
“Beberapa daerah memang sudah menganggarkan dana untuk program makanan bergizi gratis dan dimasukkan dalam belanja tidak terduga (BTT). Namun, setelah kami laporkan kepada Presiden, beliau memutuskan untuk lebih fokus pada perbaikan kondisi fisik sekolah terlebih dahulu. Jangan sampai anggaran digunakan untuk makan bergizi, tetapi sekolahnya tidak layak,” kata Tito dalam rapat bersama Komisi II di Kompleks DPR RI, Senayan Jakarta, Senin, 3 Febuari 2025.
Tito menekankan selain ruang belajar, perbaikan toilet di sekolah-sekolah, mulai dari tingkat SD hingga SMA, menjadi salah satu prioritas utama. Menurutnya, kondisi toilet yang layak sangat penting untuk menjaga kesehatan para siswa. "Jangan sampai sekolah punya dapur untuk program bergizi, tapi toilet rusak dan tidak layak digunakan,” kata Tito.
Tito mengatakan program makanan bergizi kini akan dikelola secara terpusat oleh Badan Gizi Nasional dengan pemerintah pusat bertanggung jawab penuh atas distribusi ke daerah-daerah. Meski begitu, ia menekankan pentingnya keterlibatan pemerintah daerah sebagai mitra dalam penyediaan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPBG).
Fasilitas ini nantinya akan berfungsi sebagai dapur umum yang dapat disewa oleh Badan Gizi Nasional untuk menyiapkan makanan bergizi. Menurut Tito, mekanisme ini juga dapat menjadi peluang bagi daerah untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Selain itu, Tito juga mendorong daerah untuk meningkatkan sektor pangan dengan cara meningkatkan produksi peternakan dan pertanian lokal agar dapat memenuhi kebutuhan pasokan bahan makanan untuk program MBG. Hal ini akan mendorong perekonomian lokal dan membuka peluang bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) serta masyarakat desa.
“Kami akan dorong masyarakat untuk meningkatkan produksi pangan lokal, baik dari peternakan maupun pertanian. Seperti yang saya lihat di Morowali, ada sebuah industri yang mampu memproduksi 70 ribu makanan per hari dengan menggunakan bahan-bahan yang berasal dari masyarakat setempat. Ini sangat bagus untuk menciptakan ekonomi sirkular yang berkelanjutan,” jelas Tito.
Tito menegaskan pemerintah berfokus pada peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan anak-anak. Menurutnya, program makanan bergizi akan lebih optimal jika didukung oleh fasilitas sekolah yang layak dan mendukung kegiatan belajar mengajar.
Ia juga menekankan sekolah harus menjadi tempat yang nyaman bagi siswa sehingga perhatian terhadap fasilitas pendidikan tidak boleh diabaikan meskipun program makanan bergizi tetap menjadi prioritas. "Kami ingin memastikan kualitas fasilitas pendidikan dan kesehatan berjalan beriringan,” kata Tito.
Minta MBG Dievaluasi
Ketua DPR RI, Puan Maharani, sebelumnya menyoroti perlunya evaluasi dan perbaikan terhadap Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang telah berjalan sejak Januari 2025. Ia meminta semua pihak memberi ruang bagi pemerintah untuk menyempurnakan program tersebut agar manfaatnya dapat dirasakan secara maksimal.
“Program ini masih baru, saya yakin pemerintah perlu melakukan evaluasi dan penyempurnaan. Kita beri kesempatan kepada pemerintah untuk itu,” kata Puan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis, 30 Januari 2025.
Ia menegaskan DPR akan terus mengawasi jalannya evaluasi agar kebijakan ini benar-benar memberikan dampak positif bagi masyarakat.
Program MBG merupakan salah satu janji kampanye Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Program ini bertujuan untuk menyediakan makanan bergizi secara gratis guna menekan angka stunting yang saat ini masih berada di angka 30 persen.
Namun, implementasinya tak lepas dari kendala. Beberapa mitra program mulai mundur setelah tiga pekan berjalan akibat keterlambatan pembayaran. Situasi ini terjadi karena belum adanya Petunjuk Teknis (Juknis) resmi dari Badan Gizi Nasional (BGN), yang menghambat pencairan dana ke rekening mitra.
Menanggapi hal tersebut, Puan menegaskan DPR akan memastikan pemerintah benar-benar melakukan evaluasi agar program ini dapat kembali berjalan normal. “Kita tetap kawal di DPR untuk memastikan pemerintah melakukan evaluasi sehingga nantinya program ini benar-benar bermanfaat bagi masyarakat, khususnya anak-anak,” katanya.
Butuh Tambahan Anggaran
Untuk memastikan program MBG berjalan optimal, pemerintah perlu memastikan anggaran yang tersedia cukup untuk menjangkau seluruh penerima manfaat. Saat ini, keterbatasan dana masih menjadi kendala utama dalam implementasi program sehingga perlu ada langkah strategis untuk menambah alokasi anggaran.
Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana sebelumnya mengusulkan tambahan anggaran sebesar Rp100 triliun untuk program MBG. Menurutnya, dengan alokasi dana tersebut, program ini dapat menjangkau hingga 82,9 juta penerima manfaat sampai akhir tahun ini.
“Tambahan Rp100 triliun cukup untuk memberikan makan kepada seluruh penerima manfaat,” kata Dadan usai rapat terbatas dengan Presiden Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat, 17 Januari 2025, lalu.
Saat ini, MBG masih berjalan dengan anggaran yang telah disepakati sebelumnya sebesar Rp71 triliun. Dana tersebut hanya mampu mencakup 17,5 juta penerima manfaat hingga September 2025. Kondisi ini pun menjadi perhatian serius Prabowo karena kerap menerima keluhan dari anak-anak di berbagai daerah yang mempertanyakan mengapa mereka belum mendapatkan makan siang gratis.
Namun, usulan itu tak lantas mendapat sambutan DPR. Anggota Komisi IX DPR RI, Nurhadi, meminta pemerintah memastikan terlebih dahulu pengawasan yang ketat dan transparansi dalam pengelolaan dana program MBG yang sedang berjalan.
“Kami mendorong agar laporan penggunaan anggaran diawasi lebih ketat untuk memastikan tidak ada kebocoran dana. Apalagi dengan isu yang berkembang, dari anggaran Rp71 triliun yang telah disahkan DPR, ternyata belum cukup untuk memenuhi kebutuhan, dan kini ada permintaan penambahan anggaran.” ujar Nurhadi kepada KabarBursa.com.
Nurhadi juga mencatatkan kendala soal distribusi MBG yang belum sepenuhnya merata. “Masih ada sekolah-sekolah yang belum mendapatkan akses penuh ke program ini. Masalah terbesar terdapat di daerah 3T (Terdepan, Terpencil, dan Tertinggal) yang belum memiliki format baku terkait alat dan metode distribusi yang efektif,” katanya.(*)