Logo
>

TKD Dipotong, Ekonom Pertanyakan Arah Kebijakan Fiskal

Ekonom Universitas Andalas, Syafruddin Karimi, menyebut keputusan pemerintah memangkas TKD sambil menempatkan dana jumbo di bank Himbara telah memukul pasar daerah

Ditulis oleh Ayyubi Kholid
TKD Dipotong, Ekonom Pertanyakan Arah Kebijakan Fiskal
Ilustrasi Mata Uang Rupiah. Foto: Dok KabarBursa.com

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Pemangkasan Transfer ke Daerah (TKD) dinilai menciptakan kontradiksi baru ketika pemerintah justru meminta daerah dan perbankan mengakselerasi aktivitas ekonomi di tengah perlambatan sektor riil dan pertumbuhan kredit yang tersendat.

    Ekonom Universitas Andalas, Syafruddin Karimi, menyebut keputusan pemerintah memangkas TKD sambil menempatkan dana jumbo di bank Himbara telah memukul pasar daerah yang menjadi fondasi permintaan kredit.

    “Belanja produktif lewat TKD seharusnya menjadi mesin pembentuk pasar di daerah. Ketika proyek berjalan, omset naik, dan keyakinan pelaku usaha menguat, permintaan kredit akan tumbuh secara alamiah,” ujar Syafruddin dalam keterangannya, minggu 7 Desember 2025.

    Syafruddin menilai bahwa langkah pemerintah tidak sejalan dengan kebutuhan ekonomi di daerah.

    la menjelaskan bahwa pemangkasan TKD telah membuat pasar daerah menyusut, sementara pada saat yang sama pemerintah menempatkan Rp200 triliun di bank Himbara dan meminta perbankan menggenjot penyaluran kredit.

    Menurutnya, pelaku usaha di daerah justru tidak membutuhkan tambahan kredit karena pasar mereka tengah mengecil. 

    Kondisi ini, kata dia, membuat bank kelebihan likuiditas dan kredit tetap tumbuh di bawah target. 

    Syafruddin menyebut situasi tersebut sebagai bukan sekadar masalah likuiditas, melainkan persoalan pada logika kebijakan pemerintah.

    "Ini bukan krisis likuiditas, melainkan krisis logika kebijakan," terangnya.

    Kondisi tersebut sejalan dengan gambaran stagnasi sektor riil yang disampaikan Guru Besar Universitas Airlangga, Rahma Gafmi. Ia menyoroti lonjakan undisbursed loan yang menandakan lemahnya penyerapan kredit oleh dunia usaha.

    “Undisbursed loan naik jadi Rp 2.400 T, pelaku bisnis tidak mencairkan dari bank karena sektor reel stagnant. Makanya pertumbuhan kredit cuma 7,3 persen sekarang,” kata Rahma dalam keterangannya, Minggu 7 Desember.
    Menurutnya, berbagai insentif dari regulator pun belum mampu menggerakkan pembiayaan.

    “BI diminta untuk bantu dg insentif KLM (Kebijakan Likuiditas Makroprudensial) forward looking tetap juga ngg tumbuh tumbuh,” ujarnya.

    Rahma juga mengkritik inkonsistensi pemerintah pusat terhadap pemerintah daerah.

    Ia menyoroti langkah mengumpulkan para bupati di Jakarta untuk mempercepat penyediaan lahan pembangunan gudang Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (KDMP), meski daerah justru mengalami pemangkasan anggaran.

    “Yang aneh lagi, para Bupati dikumpulin di Jakarta diminta untuk segera menyiapkan lahan pembangunan Gudang KDMP. Padahal TKD kedaerah dipangkas habis-habisan. Selain itu diminta untuk melakukan pendampingan KDMP, padahal dana tidak ada... Bagi Bupati/Walikota yang tidak menjalankan akan dikenai sanksi,” ungkapnya.(*) 


     

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Ayyubi Kholid

    Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.