KABARBURSA.COM - Masuknya komponen kemampuan intelektual atau brainware ke dalam penghitungan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) menandai pergeseran arah kebijakan industrialisasi Indonesia.
TKDN tidak lagi semata mengukur besaran bahan baku lokal, tetapi mulai memberi bobot pada pengetahuan, riset, dan inovasi sebagai bagian dari nilai tambah yang diciptakan di dalam negeri.
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menegaskan komitmen tersebut melalui sosialisasi Petunjuk Teknis Penghitungan Nilai TKDN Barang dan Penghitungan Nilai TKDN Jasa Industri dalam rangkaian Business Matching Produk Dalam Negeri 2025.
Kebijakan ini menjadi bagian dari penguatan implementasi Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN) sebagai instrumen strategis industri nasional.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menilai, P3DN memiliki peran penting dalam menjaga dan memperkuat nilai tambah manufaktur nasional.
Menurutnya, penggunaan produk dalam negeri tidak berhenti pada preferensi belanja, tetapi menjadi alat untuk memperdalam struktur industri dan memperkuat keterkaitan hulu–hilir.
“Hasil studi menunjukkan bahwa setiap belanja sebesar Rp.1 terhadap produk dalam negeri menghasilkan dampak ekonomi hingga Rp. 2,2. Temuan ini menegaskan bahwa penggunaan produk dalam negeri memberikan efek berganda yang besar dan berkelanjutan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional,” kata Agus dalam keterangan tertulis, Rabu, 17 Desember 2025.
Sejalan dengan itu, Kepala Pusat Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN) Heru Kustanto menjelaskan bahwa petunjuk teknis penghitungan TKDN merupakan amanat dari Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 35 Tahun 2025, khususnya Pasal 13 dan Pasal 17.
Ia menjelaskan, regulasi itu memberikan kewenangan kepada Sekretaris Jenderal Kemenperin untuk menetapkan tata cara penghitungan nilai TKDN barang dan jasa industri.
“Petunjuk teknis ini disusun untuk memberikan kepastian, keseragaman, serta transparansi dalam proses penghitungan TKDN, sehingga dapat menjadi pedoman yang jelas bagi pelaku usaha, lembaga verifikasi independen, serta seluruh pemangku kepentingan,” ujar Heru.
Dalam skema penghitungan terbaru, nilai TKDN barang didasarkan pada tiga komponen utama, yakni bahan atau material langsung dengan bobot 75 persen, tenaga kerja langsung sebesar 10 persen, serta biaya tidak langsung pabrik sebesar 15 persen.
Komponen tersebut harus mencerminkan aktivitas investasi dan produksi di dalam negeri serta didukung dengan dokumen pembuktian.
Di luar komponen dasar tersebut, Kemenperin memberikan tambahan nilai TKDN barang hingga 20 persen yang berasal dari penghitungan kemampuan intelektual atau brainware perusahaan.
Unsur ini mencakup investasi penelitian dan pengembangan, keberadaan divisi serta program litbang, hingga implementasi hasil litbang dalam proses produksi. Penambahan ini menempatkan riset dan inovasi sebagai bagian yang diakui dalam struktur nilai industri nasional.
Selain TKDN barang, Kemenperin juga mensosialisasikan penghitungan TKDN Jasa Industri yang dilakukan berdasarkan perbandingan biaya jasa industri dalam negeri terhadap total biaya jasa industri, termasuk biaya tenaga kerja, alat atau fasilitas kerja, serta jasa umum.
Proses ini menghasilkan Sertifikat TKDN Jasa Industri sebagai pengakuan resmi atas tingkat kandungan dalam negeri jasa industri, yang saat ini mencakup 71 Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) dalam 12 kategori.
Melalui sosialisasi petunjuk teknis tersebut, Kemenperin berharap pelaku usaha dapat memahami mekanisme penghitungan TKDN secara lebih komprehensif dan akuntabel.
Dengan memasukkan brainware sebagai komponen nilai, kebijakan TKDN diarahkan untuk memperkuat struktur industri nasional, meningkatkan nilai tambah di dalam negeri, serta mendorong pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja.(*)