KABARBURSA.COM – Pemerintah mengubah arah kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dari sekadar kewajiban administratif menjadi sistem berbasis insentif.
Perubahan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 35 Tahun 2025 tentang Tata Cara Penerbitan Sertifikat TKDN yang baru saja diterbitkan Kementerian Perindustrian (Kemenperin).
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menjelaskan, regulasi baru ini disusun untuk menjawab kebutuhan industri agar proses sertifikasi tidak hanya mudah dan cepat, tetapi juga memberikan nilai tambah bagi pelaku usaha yang berinvestasi di dalam negeri.
“Di peraturan baru ini, tata cara perhitungannya bukan hanya cepat dan efisien, tetapi juga mengandung nilai insentif yang sebelumnya tidak ada di regulasi lama,” kata Agus dalam keterangannya di Jakarta, dikutip Kamis, 16 Oktober 2025.
Dalam Permenperin Nomor 35, industri yang menanamkan investasi dan membangun fasilitas produksi di wilayah Indonesia otomatis memperoleh tambahan nilai TKDN sebesar 25 persen.
Insentif juga diberikan kepada industri yang mempekerjakan tenaga kerja lokal sebesar 10 persen, serta tambahan 15 persen dari penerapan Bobot Manfaat Perusahaan (BMP).
Menurut Agus, BMP kini disederhanakan dan dibuat lebih inklusif dengan mencakup 15 faktor penentu, mulai dari penggunaan tenaga kerja lokal, penambahan investasi baru, kemitraan dengan pelaku usaha nasional, hingga upaya substitusi impor. Bila digabung, total bobot manfaat yang dapat diperoleh industri mencapai 38 persen.
“Melalui kombinasi TKDN dan BMP ini, pelaku industri dapat mencapai ambang batas 40 persen dengan lebih mudah. Inilah bentuk nyata bagaimana kami menghadirkan regulasi yang murah, mudah, cepat, dan memberikan insentif nyata bagi dunia usaha,” ujarnya.
Perubahan ini sekaligus menandai pergeseran logika kebijakan TKDN yang sebelumnya berfokus pada kewajiban pemenuhan angka sertifikat menjadi instrumen yang mendorong investasi dan penciptaan lapangan kerja.
Perkuat Ekosistem Industri Nasional
Agus menegaskan, arah kebijakan baru ini bukan sekadar penyederhanaan prosedur administratif, melainkan bagian dari reformasi strategis untuk memperkuat ekosistem industri nasional.
“Kita ingin melindungi tenaga kerja dan ekosistem industri nasional. Kalau sudah ada produk dalam negeri dengan nilai TKDN di atas 40 persen, maka belanja pemerintah wajib menggunakan produk tersebut dan tidak boleh impor,” tegasnya.
Kemenperin juga mendorong agar semakin banyak produk lokal masuk ke dalam e-katalog Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang atau Jasa Pemerintah (LKPP) sebagai bagian dari strategi memperluas pasar bagi industri nasional.
Hingga kini, terdapat sekitar 88 ribu produk dari 15 ribu perusahaan yang telah tersertifikasi TKDN dan masuk ke e-katalog. Pemerintah menargetkan jumlah itu meningkat dua kali lipat dalam dua tahun ke depan.
Dengan sistem berbasis insentif dan perhitungan yang lebih sederhana, pemerintah berharap kebijakan TKDN tidak lagi dipandang sebagai beban administratif, melainkan peluang untuk memperkuat daya saing industri dan memperdalam struktur manufaktur nasional.(*)