Logo
>

Trump Ancam Tarif Global, RI Terancam Rugi Besar

Rencana Trump menerapkan tarif dasar global tanpa pandang bulu dikecam banyak pihak. Ekspor Indonesia terancam, legitimasi dagang internasional dipertaruhkan.

Ditulis oleh Ayyubi Kholid
Trump Ancam Tarif Global, RI Terancam Rugi Besar
Ilustrasi kebijakan penetapan tarif dasar global. (Foto: Instagram @potus)

KABARBURSA.COM - Pernyataan sepihak Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump terkait rencana penerapan tarif dasar global sebesar 15–20 persen terhadap negara-negara non-mitra dagang memicu kekhawatiran serius terhadap keberlanjutan kebijakan ekspor Indonesia.

Ekonom Universitas Andalas, Syafruddin Karimi, menilai rencana penerapan tarif dasar global ini dapat menggugurkan capaian diplomasi dagang telah dibangun bertahun-tahun, termasuk kesepakatan tarif resiprokal 19 persen yang sedang diberlakukan untuk sejumlah ekspor RI ke AS.

Syafruddin menyebut, keputusan Trump berpotensi melemahkan posisi Indonesia di mata global. “Jika ucapan Trump diterapkan tanpa pembeda terhadap status mitra dagang, maka kredibilitas seluruh sistem perjanjian dagang akan runtuh,” tegas Syafruddin dalam pernyataannya, Rabu, 30 Juli 2025.

Langkah unilateral tersebut juga disebut merusak prinsip dasar dalam hubungan dagang internasional yang seharusnya menjunjung asas imbal balik dan kepastian hukum.

Syafruddin menegaskan, posisi Indonesia menjadi tidak masuk akal apabila tetap diberlakukan tarif tinggi, padahal telah melalui proses perundingan resmi dengan Amerika Serikat.

“Bagaimana mungkin sebuah negara yang telah berkomitmen secara resmi justru diperlakukan setara, atau lebih buruk, dibanding negara yang belum mencapai kesepakatan?” katanya.

Legitimasi Dipertanyakan, Ketidakpastian Meningkat

Ketegangan muncul karena hingga akhir Juli 2025, tidak ada dokumen legal dari otoritas perdagangan AS yang secara resmi menyatakan pemberlakuan tarif dasar global tersebut. Sebaliknya, pengumuman hanya muncul lewat pernyataan di media sosial.

“Enggak bisa kita tiba-tiba hanya mendasarkan ke pengumuman di media sosial,” ujar Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Susiwijono Moegiarso, dalam pernyataan terpisah.

Ia memperingatkan bahwa pengumuman sepihak tanpa dasar hukum formal akan memicu ketidakpastian dan merusak kredibilitas perjanjian dagang.

Hal itu dinilai sejalan dengan pandangan Syafruddin, yang menilai tindakan Trump mencerminkan kebangkitan gaya kebijakan luar negeri yang koersif dan diskriminatif, yang mengabaikan prinsip-prinsip kerja sama multilateral.

“Dunia kini menyaksikan kebangkitan kembali doktrin Trump yang tampil dengan wajah intimidatif, koersif, dan diskriminatif,” ujarnya.

Dari sudut pandang ekonomi, penerapan tarif dasar global berpotensi menekan daya saing ekspor Indonesia ke pasar AS—salah satu mitra dagang terbesar RI. Jika tarif naik tanpa dasar perjanjian formal, maka beban biaya produksi akan meningkat dan memukul sektor-sektor strategis seperti tekstil, furnitur, hingga elektronik.

Menurut Syafruddin, hal ini justru akan menimbulkan dilema baru bagi negara-negara berkembang. Mereka bisa enggan menandatangani kesepakatan perdagangan karena khawatir hasilnya tidak dihormati.

“Ini bukan saja menjadi kemunduran dalam diplomasi perdagangan, tetapi juga menjadi preseden buruk dalam hubungan ekonomi internasional,” katanya.

Lebih jauh, Syafruddin mengingatkan bahwa mengejar pengurangan tarif tidak cukup jika hasilnya belum memberikan dampak nyata terhadap pertumbuhan sektor dalam negeri. Ia menekankan pentingnya menjaga fondasi kemandirian ekonomi dengan lebih berhati-hati dalam memberi konsesi dagang.

“Memberi konsesi tanpa kepastian timbal balik justru dapat melemahkan fondasi kemandirian ekonomi,” tuturnya.

Seruan Klarifikasi dan Penegasan Posisi Indonesia

Melihat situasi ini, pemerintah didorong segera meminta klarifikasi resmi dari United States Trade Representative (USTR) agar tidak terjebak dalam jebakan kebijakan populis tanpa legitimasi hukum. Diplomasi ekonomi harus diarahkan untuk melindungi kepentingan nasional berdasarkan aturan yang jelas dan saling menguntungkan.

“Pemerintah mesti memastikan bahwa setiap langkah diplomatik dan setiap kesepakatan dagang benar-benar memberikan manfaat konkret bagi pembangunan ekonomi yang berdaulat dan tahan guncangan global,” kata Syafruddin.(*)

Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

Gabung Sekarang

Jurnalis

Ayyubi Kholid

Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.