Logo
>

Trump Batasi Ekspor Chip AI, Nvidia dan AMD Tersungkur

Larangan ekspor chip AI ke Tiongkok bikin saham semikonduktor rontok. Investor Indonesia perlu waspada efek tular dan rotasi portofolio global.

Ditulis oleh Moh. Alpin Pulungan
Trump Batasi Ekspor Chip AI, Nvidia dan AMD Tersungkur
Larangan ekspor chip AI ke China bikin saham semikonduktor rontok. Gambar dibuat oleh AI untuk KabarBursa.com.

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Langkah terbaru Amerika Serikat membatasi ekspor chip kecerdasan buatan (AI) ke China menandai fase baru dalam konflik teknologi global. Di bawah pemerintahan Trump, kebijakan ini menjadi sinyal paling tegas bahwa jika China ingin melaju di bidang AI, mereka harus melakukannya tanpa dukungan teknologi dari AS.

    Dilansir dari The Wall Street Journal di Jakarta, Kamis, 17 April 2025, kebijakan yang diumumkan Rabu waktu setempat ini menghantam perusahaan semikonduktor besar seperti Nvidia dan AMD. Saham kedua perusahaan itu langsung ambles lebih dari 7 persen. Padahal selama berbulan-bulan, pejabat AS sudah memberi sinyal akan ada larangan baru atas ekspor chip kelas atas yang digunakan China untuk melatih dan menjalankan model AI.

    Yang bikin kebijakan ini makin keras, menurut laporan sejumlah media, adalah keberhasilan startup AI asal China, DeepSeek, membangun model canggih dengan sumber daya komputasi yang terbatas. Hal itu memicu kekhawatiran bahwa meski dibatasi, Negeri Tirai Bambu itu tetap bisa berinovasi sehingga AS kini mengambil langkah lebih tegas.

    Langkah ini memutus celah Nvidia untuk tetap menjual chip ke China lewat modifikasi teknis. H20, salah satu chip AI mereka yang sempat dianggap aman dari larangan, kini masuk daftar hitam. AMD juga kena imbas: produk MI308 mereka masuk dalam kebijakan pembatasan ekspor terbaru.

    Meskipun kontribusi penjualan chip AI ke China tidak mendominasi total pendapatan kedua perusahaan, keputusan ini membuyarkan harapan akan kembalinya pasar chip AS-China ke jalur normal. Pasar saham pun ikut limbung. Selain saham semikonduktor yang rontok, indeks-indeks utama di Wall Street ikut melemah, imbas dari pupusnya harapan relaksasi tarif dagang AS-Tiongkok yang sempat mencuat beberapa hari sebelumnya.

    Perang Model Baru

    Langkah pembatasan ini merupakan kelanjutan dari serangkaian manuver agresif Trump dalam dua minggu terakhir. Ia sempat menetapkan tarif 145 persen terhadap produk China, lalu beberapa hari kemudian mengecualikan chip, smartphone, dan elektronik lainnya. Namun, pada 9 April, pemerintah federal menyampaikan bahwa Nvidia tetap akan dikenai aturan ekspor baru.

    Sebagai respons, Nvidia mengumumkan akan membangun superkomputer AI di Texas, selaras dengan ambisi Trump untuk membawa industri semikonduktor pulang ke AS. Tapi hanya sehari setelah pengumuman itu, pemerintah mengumumkan larangan baru.

    “Kadang Anda sudah merasa main sesuai aturan, sudah korbankan sebagian keuntungan demi negara, eh besok aturannya berubah lagi dan Anda tetap kena pukul,” kata Scott Lincicome, Wakil Presiden Cato Institute, lembaga riset berhaluan libertarian. “Ini lingkungan yang brutal buat siapa pun yang mau investasi miliaran dolar dalam proyek jangka panjang.”

    Para pejabat AS disebut semakin khawatir bahwa inovasi AI China kini banyak bergantung pada kemampuan inference — penerapan model dalam skenario dunia nyata, bukan sekadar pelatihan model. Chip H20 Nvidia dianggap unggul dalam fungsi ini dan dalam beberapa pekan terakhir, Dewan Keamanan Nasional AS bahkan sudah memanggil CEO Nvidia, Jensen Huang, untuk dimintai keterangan soal rantai pasok global perusahaannya.

    Pemerintah Trump kini menghadapi tenggat waktu pada Mei untuk menentukan kebijakan ekspor chip AI secara global. Keputusan itu bakal membentuk masa depan industri semikonduktor. Sementara itu, investigasi lanjutan terhadap berbagai produk teknologi yang mengandung semikonduktor masih berlangsung, sebagai bagian dari strategi tarif yang dibungkus alasan keamanan nasional.

    Dampak Larangan Ekspor Chip AS ke Investor Indonesia

    Kebijakan Trump yang membatasi ekspor chip AI ke China memang kelihatannya jauh dari Indonesia. Tapi jangan salah, bagi investor Indonesia, ini tak hanya dilihat konflik dua raksasa, melainkan alarm awal bahwa risiko geopolitik bisa merembet ke portofolio.

    Langkah AS yang menahan chip-chip canggih milik Nvidia dan AMD, termasuk H20 dan MI308, bukan cuma menghantam pasar saham Amerika. Harga saham kedua perusahaan itu anjlok lebih dari 7 persen. Tapi efeknya bukan berhenti di sana. Inilah yang disebut Spillover Effect: ketika satu kejadian di pasar utama dunia menyebar layaknya gelombang ke pasar lain, termasuk emerging market macam Indonesia.

    Kenapa bisa kena?

    Karena perang teknologi AS–China ini mengancam rantai pasok global chip dan AI, komponen penting buat industri kendaraan listrik, manufaktur, bahkan pertambangan. Di Indonesia, sektor-sektor ini mulai tumbuh, dari proyek baterai EV, hilirisasi nikel, sampai ambisi menjadi hub EBT Asia Tenggara. Kalau akses terhadap teknologi chip terganggu, investor bisa mulai mempertanyakan prospek sektor-sektor tadi dan itu bakal terasa di pasar saham.

    Tak cuma itu. Investor juga bisa melihat gejala klasik dari teori ekonomi lain, yakni Substitution Effect dan Rebalancing Portfolio. Ketika risiko global naik—apalagi yang berbau teknologi tinggi karena ketegangan geopolitik—investor cenderung mundur dari sektor growth (seperti teknologi dan manufaktur canggih) ke sektor yang lebih stabil. Dalam konteks pasar Indonesia, itu bisa berarti perpindahan dari saham teknologi ke komoditas energi, logam, atau bahkan perbankan.

    Artinya apa? Saham-saham seperti BREN, MEDC, PTBA, atau bahkan ANTM bisa dapat “limpahan modal” jangka pendek karena dianggap lebih tahan guncangan. Tapi di sisi lain, saham manufaktur dan tech-related (termasuk emiten EV, komponen digital, dan infrastruktur data center) bisa rawan koreksi kalau investor global makin defensif.

    Apakah ini saatnya jual semua dan kabur ke safe haven? Belum tentu. Tapi buat investor Indonesia, ini momen yang tepat untuk mengevaluasi ulang sektor mana yang masih tahan uji ketika tekanan global naik. Bukan cuma karena nilai tukar bisa goyang, tapi juga karena narasi pertumbuhan (growth story) sektor teknologi bisa makin lemah kalau rantai pasoknya dikunci.

    Jadi, meskipun larangan ekspor chip AS ke China itu terdengar seperti berita luar negeri yang “tak nyambung dengan Indonesia,” dampaknya tetap nyata lewat harga saham, sektor yang bergerak, dan ke mana arus dana portofolio bakal mengalir.(*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Moh. Alpin Pulungan

    Asisten Redaktur KabarBursa.com. Jurnalis yang telah berkecimpung di dunia media sejak 2020. Pengalamannya mencakup peliputan isu-isu politik di DPR RI, dinamika hukum dan kriminal di Polda Metro Jaya, hingga kebijakan ekonomi di berbagai instansi pemerintah. Pernah bekerja di sejumlah media nasional dan turut terlibat dalam liputan khusus Ada TNI di Program Makan Bergizi Gratis Prabowo Subianto di Desk Ekonomi Majalah Tempo.

    Lulusan Sarjana Hukum Universitas Pamulang. Memiliki minat mendalam pada isu Energi Baru Terbarukan dan aktif dalam diskusi komunitas saham Mikirduit. Selain itu, ia juga merupakan alumni Jurnalisme Sastrawi Yayasan Pantau (2022).