KABARBURSA.COM - Tampaknya ada tiga komponen utama dari rencana kebijakan luar negeri Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, yakni hegemoni regional, dominasi ekonomi global, dan tarif yang dirancang untuk memengaruhi hasil geopolitik.
Dalam artikel yang diterbitkan oleh Wellington Management, Fixed Income Portfolio Manager Brij Khurana membahas masalah ini secara terpisah dan mengeksplorasi berbagai implikasi bagi pasar (market).
Hegemoni Regional
Sejak pemilihan umum pada 5 November, Trump telah berulang kali mengomentari tentang pentingnya Greenland dan Terusan Panama bagi AS. Selain itu, ia telah mengambil nada yang lebih bermusuhan dengan para pemimpin Meksiko dan Kanada dibandingkan dengan para pendahulunya.
"Komentarnya menunjukkan bahwa ia mungkin akan melakukan pendekatan yang jauh lebih intervensionis di AS, termasuk kemungkinan serangan militer terhadap kartel narkoba Meksiko, pembatasan signifikan terhadap imigrasi di perbatasan selatan AS, dan upaya untuk memengaruhi produksi dan distribusi energi Kanada," tulis Brij Khurana, seperti dikutip Rabu, 29 Januari 2025.
Pada saat yang sama, Trump juga menjauhkan diri dari kewajiban Pasal V NATO, yang menjadi dasar Organisasi Perjanjian Atlantik Utara itu berjanji untuk membantu sesama anggota jika terjadi serangan bersenjata, kecuali pemerintah (terutama di Uni Eropa/UE) membelanjakan sebagian besar anggaran nasional mereka untuk pertahanan.
Trump memandang banyak kampanye militer asing yang dilakukan oleh presiden AS selama beberapa dekade terakhir sebagai hal yang tidak perlu dan mahal, terutama karena (seperti yang ia catat dalam konferensi pers baru-baru ini) AS dipisahkan dari negara-negara besar lainnya oleh dua samudra. Retorikanya kemungkinan dimaksudkan untuk semakin menekan negara-negara Eropa agar membayar sendiri biaya pertahanan mereka terhadap Rusia.
Dominasi Ekonomi Global
Meskipun Trump mungkin lebih fokus pada penguatan hegemoni regional, dalam hal ekonomi, ia tetap percaya pada dominasi global AS. Dalam konteks ini, ia mengutamakan beberapa bidang utama. Pertama adalah kemunculan artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan sebagai mesin pertumbuhan ekonomi yang potensial. AS memiliki keunggulan sebagai pelopor dalam AI, dengan perusahaan-perusahaan besar di AS berinvestasi lebih banyak dalam teknologi ini dibandingkan pesaing mereka di luar negeri. Trump memandang AI sebagai aset strategis dan kemungkinan akan berusaha semaksimal mungkin untuk melindungi kepemimpinan AS di bidang tersebut.
Bidang lain yang dianggap oleh pemerintahan yang akan datang sebagai keunggulan kompetitif adalah produksi energi. Baik Trump maupun calon Menteri Keuangan, Scott Bessent, melihat ekspor energi AS sebagai kunci untuk mempertahankan dominasi ekonomi global.
Terakhir, Presiden menegaskan bahwa dolar AS harus terus menjadi mata uang cadangan global, dan ia bahkan telah mengancam untuk mengenakan tarif terhadap negara-negara BRICS jika mereka bergerak menuju penyelesaian perdagangan yang menghindari penggunaan dolar AS.
Tarif dan Kebijakan Perdagangan
Bagian terakhir dari kebijakan luar negeri Trump kemungkinan besar adalah penggunaan tarif untuk keuntungan geopolitik yang strategis. Ini akan menjadi perubahan yang signifikan dari masa jabatan pertamanya, ketika ia memandang tarif terutama sebagai alat ekonomi untuk mengurangi defisit perdagangan AS dan meningkatkan perjanjian perdagangan yang ia anggap tidak adil, termasuk Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Utara, atau NAFTA.
Sebuah unggahan media sosial baru-baru ini di mana Trump menyarankan agar Eropa membeli lebih banyak gas alam cair (LNG) dari produsen AS menunjukkan bahwa ia sekarang memandang tarif sebagai sarana pengaruh geopolitik dan juga alat untuk menyeimbangkan kembali ekonomi.
Tujuan nyata pemerintahan Trump yang akan datang adalah perubahan signifikan dari kebijakan luar negeri AS pasca-Perang Dingin, yang sebagian besar dapat dicirikan sebagai tujuan mempertahankan hegemoni global AS sambil tetap terbuka terhadap liberalisasi ekonomi, globalisasi, dan perdagangan bebas.
Bagaimana Dunia Mungkin Bereaksi
Baik sekutu maupun musuh AS kemungkinan besar akan merespons kebijakan luar negeri yang mengutamakan AS secara berbeda dibandingkan dengan masa jabatan pertama Trump.
Pertama, Eropa. Ironisnya, kebijakan ini mungkin merupakan hal yang dibutuhkan Eropa untuk menyembuhkan kesulitan ekonominya. Sejak invasi Rusia ke Ukraina pada Februari 2022, konsumen Eropa telah menimbun kelebihan tabungan untuk mengantisipasi harga komoditas yang lebih tinggi.
Meskipun inflasi telah mereda, permintaan konsumen domestik masih cukup lemah. Jika masa jabatan Trump menghasilkan resolusi cepat untuk perang Rusia/Ukraina, maka harga energi Eropa dapat turun, yang akan meningkatkan daya saing industri domestik dan memungkinkan kelebihan tabungan berkurang.
Pada saat yang sama, desakan Trump agar Eropa meningkatkan anggaran pertahanannya dan membeli lebih banyak LNG produksi AS juga dapat menguntungkan negara-negara UE dari waktu ke waktu. Para pemimpin Eropa tampaknya menyadari perlunya keamanan nasional yang lebih kuat di dunia di mana AS tidak lagi berusaha menjadi hegemon global.
Baru-baru ini, negara-negara UE terbesar mengusulkan obligasi pertahanan bersama untuk membiayai lebih banyak pengeluaran. Meningkatkan pembelian LNG dari AS juga akan memungkinkan Eropa untuk mengurangi ketergantungannya pada gas alam Rusia. Intinya adalah bahwa kesepakatan yang saling menguntungkan adalah mungkin, dengan Eropa meningkatkan anggaran pertahanan dan mengimpor LNG produksi AS dengan imbalan tarif terbatas.
Berbeda dengan Eropa, kebijakan luar negeri yang mengutamakan AS membuat kesepakatan dagang dengan China menjadi jauh lebih kecil kemungkinannya. China, tidak seperti Eropa, telah mengambil langkah-langkah signifikan untuk melepaskan diri dari pasar AS sejak masa jabatan pertama Trump. Chinasebagian besar membiarkan portofolio Departemen Keuangan AS-nya berjalan, memilih untuk berinvestasi pada emas, komoditas lain, dan pasar berkembang sebagai gantinya. Selain itu, Trump kemungkinan akan terus berupaya untuk menghentikan upaya China dalam menguasai kawasan Asia Timur tanpa menggunakan kekuatan militer langsung. Akibatnya, pemerintahan Trump mungkin akan lebih ketat daripada pemerintahan Biden dalam mengekang ekspor chip AI.
China juga perlu merangsang konsumsi domestik, yang sulit dilakukan mengingat sektor korporatnya yang mengandalkan utang dan pasar perumahan yang lemah. Namun, basis industri China yang besar dan tabungan nasional dapat digunakan kembali untuk meningkatkan belanja militer. Jika China menganggap AS berfokus pada keseimbangan kekuatan regional, enggan mengerahkan pasukan ke luar negeri, dan ingin menggunakan pengaruh ekonomi terhadap para pesaingnya, China dapat meningkatkan belanja pada sektor-sektor strategis, termasuk pertahanan, AI, dan kapabilitas siber lainnya.
Mengenai reaksi pasar terhadap skenario ini, pembatasan ekspor chip AI dapat merusak prospek perusahaan teknologi AS, yang dapat menjadi hambatan bagi seluruh pasar ekuitas AS untuk beberapa waktu. Peningkatan belanja pertahanan China dapat menciptakan angin segar bagi pasar komoditas, karena persediaan mungkin akan meningkat karena permintaan yang meningkat. Hingga tulisan ini dibuat, pasar komoditas telah mengungguli saham dan obligasi AS tahun ini, yang berpotensi mencerminkan peningkatan premi risiko geopolitik untuk aset-aset ini.
"Biasanya, pasar cepat melupakan dampak dari guncangan geopolitik, memulihkan kenaikannya setelah peristiwa seperti Brexit, invasi Rusia ke Ukraina, serangan Hamas ke Israel, dan banyak lainnya," ungkap Brij Khurana.
"Namun, tidak seperti peristiwa-peristiwa individual tersebut, kebijakan luar negeri 'America first' yang memprioritaskan hegemoni regional, dominasi ekonomi global, dan tarif yang dirancang untuk memenuhi tujuan geopolitik strategis menghadirkan latar belakang yang sangat berbeda dari yang biasa dialami pasar selama beberapa dekade terakhir, dengan implikasi yang tidak dapat diabaikan oleh investor," tutup laporannya tersebut. (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.