KABARBURSA.COM – Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto buka suara perihal kebijakan kenaikan tarif yang ditetapkan oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang memungut biaya ekpor sebesar 32 persen.
Hal ini ia sampaikan dalam wawancaranya bersama 6 jurnalis senior media nasional pada Minggu, 6 April 2025, di kediamannya di Hambalang, Bogor, Jawa Barat.
Dalam wawancara yang disiarkan di YouTube secara serentak hari Minggu, 7 April 2025 malam tersebut, Prabowo menekankan pentingnya kewaspadaan nasional namun mengajak masyarakat agar tidak panik dalam menghadapi tekanan perdagangan dari negara adidaya tersebut.
“Ini masalah tarif Trump ini menggoncangkan, menggoyahkan, kita harus waspada, kita harus tegar, tapi kita tidak panik, kita tidak boleh, ya kan, grogi,” ujar Prabowo dalam sesi tanya jawab.
Prabowo mengungkapkan bahwa Indonesia memiliki kekuatan besar sebagai bangsa, dan tantangan perdagangan global ini harus dijawab dengan keberanian serta strategi diplomasi yang kokoh. “We have so much strength, so much strength, hanya ada will atau tidak, ada keberanian enggak pakai strength itu, ya kan?” ujar dia.
Ketika ditanya Najwa Shihab, pendiri Narasi, mengenai pesan yang ingin disampaikan kepada Presiden Trump, Prabowo menekankan pentingnya menjaga hubungan baik antarnegara. “Saya ingin sampaikan, saya bilang, we respect United States, we have been good friends for many many years, ya kan, and we are willing, we always invite you to participate in our economy, ya, kita mohonlah ada perlakuan yang baik gitu.” tutur dia.
Terkait posisi Indonesia dalam negosiasi, Prabowo mengonfirmasi bahwa pemerintah mengirimkan negosiator tingkat tinggi ke Amerika Serikat untuk membahas isu-isu utama yang dipermasalahkan oleh pemerintahan Trump, yakni izin impor (import license), Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), dan devisa hasil ekspor (DHE).
Ia juga menegaskan bahwa Indonesia bersedia menyesuaikan kebijakan jika diperlukan, terutama dalam hal pemahaman yang salah dari pihak Amerika Serikat.
“Tapi itu, saya kira, salah pengertian dari mereka. Pertama, soal TKDN, saya akui, kadang-kadang ada kementerian atau lembaga (KL) kita yang terlalu kaku, sudah saya perintahkan untuk kita longgarkan,” kata Prabowo.
Untuk devisa hasil ekspor (DHE), Prabowo menjelaskan bahwa kewajiban menempatkan DHE di dalam negeri hanya berlaku bagi perusahaan yang menerima manfaat dari aset negara maupun fasilitas pembiayaan dari perbankan nasional.
“Masalah DHE, saya kira, DHE itu adalah semua perusahaan, peraturan kita soal DHE ya, semua perusahaan yang menikmati fasilitas aset dari Republik, dari negara kita, ya berarti kalau Hak Guna Usaha (HGU), Hutan Tanaman Industri (HTI), Hak Pengusahaan Hutan (HPH) itu adalah menikmati aset negara. Kemudian menerima kredit dari bank pemerintah. Wajib untuk menaruh hasil export-nya di Indonesia, kan wajar dong,” jelasnya.
Namun Prabowo juga menegaskan bahwa tidak semua perusahaan dikenakan kewajiban tersebut, terutama jika mereka beroperasi secara mandiri. “Enggak ada kalau dia bawa uang sendiri, enggak ada perusahaan tambang kita bebasin dong.”
Dalam perbincangan tersebut, Prabowo menyatakan kesiapannya untuk berdialog dengan pemerintah Amerika Serikat guna mencari titik temu dan menghindari eskalasi perdagangan. “Oh iya, willing to negotiate, why not?”
Bahkan, Prabowo mengungkapkan bahwa pihak Amerika Serikat sempat mempertanyakan kemungkinan Indonesia membeli minyak dan gas dari mereka. “Ya kan, mereka tanya saya, sudah, is Indonesia willing to buy oil and gas from United States? I said no, yes, why not?” ungkapnya.
Dalam pertemuan yang berlangsung selama hampir empat jam tersebut, Prabowo tak hanya membahas soal kebijakan Trump tapi juga isu krusial lain yang menjadi perhatian publik dan komunitas internasional, khususnya di tengah dinamika global yang sedang bergejolak. Meski salah satu isu utama yang menjadi sorotan adalah kebijakan tarif dari Presiden Amerika Serikat Donald Trump.
Dalam pertemuannya itu Prabowo juga membahas termasuk kebijakan fiskal, Danantara, nilai tukar rupiah, isu-isu hangat lainnya seperti pro kontra Undang-Undang TNI. Bahkan soal teror kepala babi dan tikus yang baru saja diterima kantor media Tempo.
Adapun, jurnalis yang hadir dalam sesi tanya jawab intensif tersebut yakni Pemimpin Redaksi detikcom Alfito Deannova Gintings, Pemimpin Redaksi tvOne Lalu Mara Satriawangsa, Pemimpin Redaksi IDN Times Uni Lubis, pendiri Narasi Najwa Shihab, Pemimpin Redaksi Harian Kompas Sutta Dharmasaputra, serta Pemimpin Redaksi SCTV-Indosiar Retno Pinasti.
Sementara itu, sesi wawancara ini dipandu oleh Valerina Daniel, jurnalis senior dan penyiar berita dari TVRI.
Pemerintah Ajak Pengusaha Susun Negosiasi
Sebelumnya diberitakan Kabarbursa.com, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Febrio Nathan Kacaribu, menegaskan bahwa strategi Indonesia dalam menghadapi kebijakan tarif Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump tidak lagi bergantung semata pada diplomasi bilateral.
Kini, pemerintah Presiden Prabowo Subianto menggalang kekuatan bersama para pengusaha untuk merumuskan materi negosiasi secara lebih komprehensif.
Menurut Febrio, koordinasi lintas kementerian dan lembaga (K/L) telah berlangsung intens dalam beberapa hari terakhir dan akan terus berlanjut, terutama menjelang pertemuan dengan United States Trade Representatives (USTR) di Washington DC, AS.
“Selama beberapa hari ini, tim antar-K/L sudah berkoordinasi dan berkolaborasi cukup intens. Mulai minggu depan, bahkan besok, kita terus berkomunikasi dengan USTR,” ujar Febrio saat ditemui di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta Pusat, Senin, 7 April 2025.
Ia juga menyampaikan bahwa perwakilan Indonesia di Kedutaan Besar AS, termasuk diplomat senior Kuwai, telah menjadwalkan pertemuan lanjutan dengan USTR pada Senin, 7 April 2025, siang waktu setempat. Tim negosiator yang akan berangkat minggu depan, sambung Febrio, akan membawa “menu-menu negosiasi” yang dirancang berdasarkan masukan lintas sektor.
Uniknya, strategi negosiasi ini disusun bukan semata-mata dari sisi pemerintah, melainkan juga mencerminkan masukan dari asosiasi dan pelaku industri. Ini dilakukan untuk memastikan bahwa posisi Indonesia dalam perundingan mencerminkan realitas di lapangan dan daya saing sektor-sektor unggulan ekspor nasional.
“Teman-teman pengusaha juga sudah memiliki cara untuk menavigasi ini. Dan ketika mereka melakukan navigasi itu mereka juga berkonsultasi dengan pemerintah. Sehingga apa yang mereka lakukan itu di-share ke kita,” ujarnya.
Data pemerintah menunjukkan tiga sektor utama penyumbang ekspor ke AS: elektronik, tekstil dan produk tekstil (TPT), serta alas kaki. Ketiganya menjadi fokus utama dalam penyusunan strategi. (*)