KABARBURSA.COM - Presiden Amerika Serikat Donald Trump resmi mengumumkan tarif baru sebesar 25 persen untuk mobil impor. Gedung Putih mengklaim kebijakan ini bertujuan mendorong pertumbuhan industri manufaktur dalam negeri. Namun, di sisi lain, langkah ini juga bisa menjadi tekanan finansial bagi para produsen mobil yang selama ini bergantung pada rantai pasok global.
“Kebijakan ini akan terus mendorong pertumbuhan,” ujar Trump kepada wartawan, dikutip dari AP di Jakarta, Kamis, 27 Maret 2025. “Kita akan benar-benar mengenakan tarif 25 persen.”
Gedung Putih memperkirakan tarif ini akan menghasilkan pemasukan sebesar USD100 miliar (Rp1.650 triliun dengan kurs Rp16.500) setiap tahun. Tapi, pelaksanaannya diprediksi tidak akan mudah karena pabrikan mobil asal AS pun menggunakan suku cadang dari berbagai negara.
Kenaikan pajak yang mulai berlaku April nanti bisa menambah beban biaya bagi pabrikan dan membuat harga jual naik, sementara Trump bersikeras tarif ini justru akan membuka lebih banyak pabrik di Amerika dan mengakhiri sistem rantai pasok “konyol” yang selama ini melibatkan produksi komponen dan perakitan kendaraan di AS, Kanada, dan Meksiko.
Untuk menegaskan keseriusannya, Trump berkata, “Ini bersifat permanen.”
Setelah pengumuman ini, saham General Motors langsung merosot sekitar 3 persen dalam perdagangan Rabu. Saham Ford sedikit menguat. Sementara saham Stellantis—pemilik merek Jeep dan Chrysler—terpeleset nyaris 3,6 persen.
Trump sejak lama menyebut tarif mobil impor sebagai salah satu pilar utama kebijakan ekonominya. Ia yakin tarif akan memicu relokasi produksi ke dalam negeri sekaligus mempersempit defisit anggaran. Tapi dalam praktiknya, baik produsen dalam negeri maupun luar negeri sudah memiliki pabrik di berbagai penjuru dunia demi melayani pasar global dan menjaga harga tetap bersaing. Membangun pabrik baru di Amerika, seperti yang dijanjikan Trump, tentu butuh waktu bertahun-tahun.
“Kita bakal melihat harga kendaraan yang jauh lebih mahal,” kata ekonom Mary Lovely dari Peterson Institute for International Economics. “Pilihan konsumen juga akan berkurang… Pajak seperti ini akan paling memberatkan kelas menengah dan pekerja.”
Lovely menambahkan, makin banyak rumah tangga yang tak mampu lagi membeli mobil baru—yang rata-rata harganya sudah mencapai USD49 ribu—dan terpaksa bertahan dengan mobil lama.
Trump menyatakan tarif baru ini mulai diberlakukan pada 3 April. Jika beban tarif ini sepenuhnya dibebankan ke konsumen, harga rata-rata mobil impor bisa melonjak hingga USD12.500. Angka sebesar ini dikhawatirkan turut mendorong inflasi secara keseluruhan. Trump yang terpilih kembali sebagai presiden tahun lalu karena janjinya menurunkan harga, kini justru bisa menghadapi efek sebaliknya.
Reaksi dari pemimpin asing pun tak kalah cepat. Banyak yang langsung mengkritik kebijakan ini dan menyebutnya sebagai ancaman bagi stabilitas ekonomi global. “Ini serangan yang sangat langsung,” kata Perdana Menteri Kanada Mark Carney. “Kami akan membela pekerja kami. Kami akan membela perusahaan kami. Kami akan membela negara kami.”
Di Brussel, Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen juga menyayangkan keputusan AS yang menyasar ekspor mobil dari Eropa. Ia menegaskan Uni Eropa akan melindungi konsumen dan pelaku usaha. “Tarif itu pajak—buruk bagi bisnis, lebih buruk lagi bagi konsumen, baik di AS maupun Uni Eropa,” ujar Ursula dalam pernyataannya.
Ia menambahkan, Komisi Eropa akan mengkaji dampak kebijakan ini serta tarif-tarif AS lain yang akan diumumkan dalam beberapa hari ke depan.
Di tengah polemik tersebut, Trump juga melempar wacana insentif pajak baru untuk meringankan beban pembeli mobil. Ia ingin agar bunga pinjaman kendaraan bisa dipotong dari pajak penghasilan federal, asalkan mobilnya dibuat di Amerika. Tapi potongan pajak ini nantinya bisa mengurangi potensi penerimaan negara yang dijanjikan dari kebijakan tarif.
Melebar Jadi Perang Dagang Global
Kebijakan tarif baru yang diumumkan Presiden Donald Trump tidak hanya menyasar mobil utuh, tetapi juga mencakup seluruh suku cadang kendaraan. Seorang pejabat Gedung Putih, yang berbicara secara anonim kepada AP, menjelaskan tarif ini akan dikenakan di luar pajak-pajak yang sudah ada dan dasarnya berasal dari investigasi Departemen Perdagangan AS tahun 2019 yang mengangkat alasan keamanan nasional.
Untuk produk otomotif dalam lingkup perjanjian dagang USMCA—yang mengatur hubungan dagang antara AS, Meksiko, dan Kanada—tarif 25 persen hanya akan diterapkan pada komponen atau konten yang tidak dibuat di Amerika Serikat.
Pemerintahan Trump berasumsi industri otomotif dalam negeri masih memiliki kapasitas lebih sehingga pabrikan bisa meningkatkan produksi di dalam negeri agar terhindar dari beban tarif ini. Bahkan, menurut sang pejabat tersebut, para produsen otomotif seharusnya sudah bersiap karena isu tarif telah dibahas sejak kampanye presiden dimulai.
Langkah ini bukan sekadar soal tarif otomotif, tetapi menjadi bagian dari upaya Trump untuk merombak peta hubungan dagang global. Mulai 2 April nanti, ia akan memperkenalkan apa yang disebutnya sebagai “tarif resiprokal”. Secara sederhana, ini artinya Amerika Serikat akan mengenakan tarif atau bea masuk yang nilainya disesuaikan dengan tarif yang dikenakan negara lain terhadap barang-barang AS. Misalnya, jika suatu negara memungut pajak 25 persen atas produk ekspor dari Amerika, maka produk dari negara tersebut juga akan dikenai tarif serupa saat masuk ke pasar AS.
Saat ini, Trump telah memberlakukan pajak impor 20 persen terhadap seluruh produk dari China sebagai respons atas keterlibatan negara itu dalam produksi fentanyl. Ia juga menjatuhkan tarif 25 persen ke Meksiko dan Kanada, dengan pengecualian 10 persen untuk produk energi dari Kanada. Namun, sebagian tarif ini, terutama untuk produk otomotif dari Meksiko dan Kanada, sempat ditangguhkan selama 30 hari karena keberatan dari industri otomotif dan masa penangguhan itu akan berakhir pada April.
Tak berhenti di situ, Trump juga menaikkan tarif baja dan aluminium impor menjadi 25 persen. Ia merencanakan tarif tambahan untuk berbagai produk seperti chip komputer, obat-obatan, kayu, hingga tembaga.
Namun, strategi ini dinilai berisiko memicu perang dagang besar yang dapat mengganggu pertumbuhan ekonomi global. Ketika Uni Eropa mengancam akan membalas dengan tarif 50 persen terhadap minuman keras dari AS, Trump langsung menggertak balik dengan rencana tarif 200 persen terhadap produk minuman alkohol dari Eropa.
Trump juga tetap pada rencana tarif 25 persen untuk negara-negara yang membeli minyak dari Venezuela, meskipun AS sendiri juga masih mengimpor minyak dari negara tersebut.
Menurut para pembantunya, tarif terhadap Meksiko dan Kanada dimaksudkan sebagai bagian dari strategi untuk menghentikan imigrasi ilegal dan penyelundupan narkoba. Tapi di sisi lain, Gedung Putih juga menganggap pendapatan dari tarif sebagai salah satu cara untuk menekan defisit anggaran dan mempertegas posisi AS sebagai kekuatan ekonomi terbesar dunia.(*)
Trump Tetapkan Tarif 25 Persen untuk Mobil Impor
Kebijakan tarif mobil impor Donald Trump diklaim akan mendorong manufaktur dalam negeri, tapi bisa membuat harga kendaraan makin mahal bagi konsumen.
