KABARBURSA.COM – Perdagangan pasar saham Amerika Serikat atau Wall Street pada Sabtu pagi WIB, 13 Desember 2025, memasuki fase uji ketahanan. Aksi ambil untung dan narasi besar di sektor teknologi dan kecerdasan buatan, memicu penurunan lebih dari 1 persen pada S&P 500 dan Nasdaq. Lonjakan imbal hasil obligasi dan kehati-hatian jelang rilis data ekonomi kunci, ikut menekan pergerakan Wall Street.
Saham-saham AI berkapitalisasi besar seperti Broadcom, anjlok 11 persen. Pelemahan ini memicu kekhawatiran pasar, terutama terkait lonjakan belanja AI dan margin di masa depan. Kondisi ini menjadi penting, karena pasar selama ini selalu mendapat narasi pertumbuhan AI akan pesat. Tetapi, ketika margin perusahaan sebesar Broadcom tertekan, pasar meresponsnya dengan repricing yang agresif.
Tidak hanya Broadcom, Oracle juga memperdalam tekanan. Setelah sehari sebelumnya terjun hampir 11 persen, hari ini sahammnya kembali melemah. Perusahaan sendiri membantah jika pelemahan akibat isu keterlambatan proyek data center OpenAI.Tapi faktanya, itu bukan sekadar rumor. Proyeksi keuangan mereka memang lemah.
Pelemahan di sektort teknologi AI ini merembet ke ekosistem semikonduktor. Philadelphia Semiconductor Index ambruk lebih dari 5 persen, terbutuk sejak Oktober 2025. Nvidia, yang selama ini menjadi simbol euforia AI ikut tergerus lebih dari 3 persen. Investor secara kolektif mengurangi eksposur pada perdagangan AI yang dianggap sudah crowded.
Imbal Hasil Obligasi AS Naik
Tekanan di sektor teknologi semakin berat lantaran imbal hasil obligasi AS dinaikkan setelah sejumlah pejabat Federal Reserve menyuarakan kekhawatiran tentang inflasi yang masih terlalu tinggi. Pernyataan ini langsung menggerus harapan pelonggaran moneter yang lebih agresif.
Kenaikan yield meningkatkan diskonto terhadap valuasi saham pertumbuhan, khususnya teknologi, yang memang sensitif terhadap perubahan suku bunga riil. Dalam konteks ini, koreksi Nasdaq sebesar 1,69 persen mencerminkan penyesuaian ekspektasi.
Menariknya, penurunan ini terjadi setelah S&P 500 dan Dow mencetak rekor penutupan sehari sebelumnya. Secara teknikal dan psikologis, kondisi tersebut membuat pasar rentan terhadap aksi ambil untung.
Analis Ameriprise Anthony Saglimbene, menyoroti bahwa setelah reli kuat beberapa pekan, gangguan pada tema AI menjadi katalis alami bagi rotasi sektor. Pernyataan ini tercermin jelas dalam pergerakan indeks sektoral.
Investor Lirik Sektor Defensif
Sektor defensif mulai kembali dilirik. Consumer staples justru menguat hampir 1 persen. Meskipun saham yang melemah lebih banyak daripada yang menguat, namun jumlah saham yang mencetak 52-week high masih cukup signifikan.
Volume transaksi yang mencapai 18,08 miliar saham, lebih tinggi dari rata-rata 20 hari, menunjukkan bahwa penurunan ini dikonfirmasi oleh partisipasi pasar yang luas. Artinya, investor institusi ikut aktif melakukan reposisi, bukan sekadar volatilitas tipis karena likuiditas rendah.
Ke depan, fokus pasar akan tertuju pada rilis data nonfarm payrolls, inflasi konsumen, dan penjualan ritel. Setelah periode kekosongan data akibat penutupan pemerintah pada Oktober, laporan-laporan ini akan menjadi referensi utama untuk mengukur kekuatan ekonomi AS dan arah kebijakan The Fed. Kehati-hatian yang terlihat saat ini mencerminkan pasar yang memilih menurunkan risiko sebelum angka-angka besar tersebut keluar.
Secara keseluruhan, performa Wall Street pada sesi ini menunjukkan pasar yang sedang menguji ulang fondasi reli, khususnya pada tema AI. Bukan berarti narasi tersebut runtuh, tetapi ekspektasi mulai disaring dengan lebih ketat.
Selama data ekonomi belum memberikan kepastian arah suku bunga, volatilitas dan rotasi sektor berpotensi berlanjut, dengan teknologi berada di pusat perhatian investor global.(*)