KABARBURSA.COM - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat bahwa nilai pembiayaan perusahaan pinjaman online (fintech peer-to-peer/P2P lending) telah naik menjadi Rp64,56 triliun pada Mei 2024. Kenaikan ini sebesar 25,45 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Menurut Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro (PVML) OJK, Agusman, nilai pembiayaan pinjol saat ini mengalami peningkatan yang lebih baik sebesar 8,24 persen dari tahun 2023 yang mencapai sekitar Rp59,64 triliun.
Tingkat keterlambatan pembayaran (TWP90) dari seluruh perusahaan pinjol juga tercatat menurun menjadi 2,91 persen pada Mei 2024, turun dari 3,36 persen pada periode yang sama tahun sebelumnya.
“Tingkat keterlambatan pembayaran (TWP 90) tetap terjaga di posisi 2,91 persen pada bulan Mei, sedangkan pada April 2024, angkanya sebesar 2,79 persen,” ungkap Agusman dalam Konferensi Pers Bulanan Juni 2024, Senin 8 Juli 2024.
OJK juga mengungkapkan bahwa satu perusahaan pinjol fintech P2P lending masih belum memenuhi kewajiban ekuitas minimum. Untuk menegakkan aturan, OJK terus mengambil langkah-langkah seperti action plan untuk memastikan pemenuhan ekuitas minimum, baik melalui injeksi dari pemilik saham atau investor.
Lalu berdasarkan laporan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pada Mei 2024, nilai pembiayaan perusahaan pinjaman online (fintech peer-to-peer/P2P lending) di Indonesia mencapai Rp64,56 triliun. Angka ini mengalami lonjakan signifikan sebesar 25,45 persen dibandingkan tahun sebelumnya, yang mencatatkan sekitar Rp59,64 triliun pada 2023. Kenaikan ini menunjukkan pertumbuhan yang positif dalam industri pinjaman online.
Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro (PVML) OJK, Agusman, mengungkapkan bahwa nilai pembiayaan pinjol juga meningkat sebesar 8,24 persen dari tahun sebelumnya. Pada Mei 2024, tingkat keterlambatan pembayaran (TWP90) dari seluruh perusahaan pinjol turun menjadi 2,91 persen, menurun dari 3,36 persen pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Dalam Konferensi Pers Bulanan Juni 2024, Agusman menyatakan bahwa tingkat keterlambatan pembayaran tetap terjaga stabil di angka 2,91 persen pada bulan Mei, meskipun mengalami sedikit penurunan dari 2,79 persen pada April 2024. OJK juga mencatat bahwa satu perusahaan pinjol fintech P2P lending masih belum memenuhi kewajiban ekuitas minimum, dan terus mengambil langkah-langkah untuk memastikan pemenuhan aturan tersebut.
Sementara itu, laporan OJK mencatat bahwa pada Maret 2024, jumlah penyaluran pinjaman online atau fintech lending mencapai Rp22,76 triliun. Angka ini menunjukkan peningkatan sebesar 8,89 persen dari bulan sebelumnya yang mencatatkan Rp20,90 triliun, serta naik hingga 15,35 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya, yakni Rp19,73 triliun pada Maret 2023.
Pada bulan tersebut, jumlah akun penerima pinjaman mencapai 9,78 juta, mengalami kenaikan sebesar 6,36 persen secara bulanan. Mayoritas peminjam berasal dari Pulau Jawa, dengan 7,3 juta akun atau setara dengan 75 persen dari total nasional.
Dari total pinjaman yang disalurkan pada Maret 2024, sektor produktif menerima alokasi sebesar Rp7,65 triliun, yang setara dengan 33,61 persen. Sektor pedagang besar dan eceran menjadi sektor yang paling banyak mendapatkan penyaluran dengan jumlah mencapai Rp3,68 triliun.
Selain itu, dana juga dialokasikan untuk sektor pertanian, perhutanan, dan perikanan sebesar Rp410,67 miliar, sektor industri pengolahan sebesar Rp77,26 miliar, serta sektor penyediaan akomodasi dan makanan minum sebesar Rp1,12 triliun.
Dalam kerja sama penyaluran ini, terlibat 103 lembaga jasa keuangan konvensional sebagai pemberi pinjaman institusi (super lender), dengan total nilai penyaluran mencapai Rp8,15 triliun pada Maret 2024.
Likuiditas Pengaruhi Kemampuan Nasabah
Likuiditas dan kemampuan membayar kredit merupakan dua aspek krusial dalam ekonomi modern. Likuiditas mengacu pada ketersediaan dana tunai atau aset yang dapat dengan cepat dikonversi menjadi uang tunai untuk memenuhi kewajiban finansial. Kemampuan membayar kredit, atau biasa disebut juga kapasitas pembayaran, menggambarkan kemampuan seseorang atau perusahaan untuk memenuhi kewajiban pinjaman mereka tepat waktu.
Dalam konteks perusahaan pinjaman online (fintech peer-to-peer/P2P lending), likuiditas yang memadai memastikan kelancaran operasional dan penyaluran pinjaman kepada peminjam. Sementara itu, kemampuan membayar kredit menjadi penilaian penting dalam menilai risiko default atau gagal bayar dalam pengaturan pinjaman.
Ketersediaan likuiditas yang cukup dan kemampuan membayar kredit yang baik membantu membangun kepercayaan antara pemberi pinjaman dan peminjam, serta mempertahankan stabilitas ekonomi dalam jangka panjang.
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.