KABARBURSA.COM - Hanya hitungan hari, tepatnya 20 Oktober 2024, Joko Widodo (Jokowi) dan Ma'ruf Amin tak lagi menjabat sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI. Muncul pertanyaan, berapa pensiun yang mereka terima?
Tanggal pensiunnya Jokowi dan Ma'ruf Amin itu berbarengan dengan dilantiknya Presiden dan Wakil Presiden periode 2024-2029 terpilih, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Meski telah pensiun, Jokowi dan Ma'ruf Amin tetap mendapatkan sejumlah fasilitas dari negara, di antaranya uang pensiun setiap bulan dan rumah yang diberikan secara cuma-cuma.
Tak hanya itu, Jokowi dan Ma'ruf Amin tetap mendapatkan pengawalan kemana pun perginya, seperti mantan-mantan Presiden dan Wapres RI lainnya.
Di dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1978 diatur, baik mantan Presiden maupun Wakil Presiden akan mendapatkan uang pensiun seumur hidup.
Di dalam undang-undang ini disebutkan, uang pensiun yang diterima Jokowi dan Ma’ruf Amin nilainya setara dengan 100 persen dari gaji pokok terakhir mereka saat menjabat.
"(1) Gaji pokok Presiden adalah enam kali gaji pokok tertinggi Pejabat Negara Republik Indonesia selain Presiden dan Wakil Presiden. (2) Gaji pokok Wakil Presiden adalah empat kali gaji pokok tertinggi Pejabat Negara Republik Indonesia selain Presiden dan Wakil Presiden," bunyi Pasal 2 Ayat 2 UU Nomor 7 Tahun 1978.
Lalu, persisnya berapa uang pensiun yang diterima Jokowi dan Ma'ruf Amin setiap bulannya?
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 75 Tahuj 2000, gaji pokok tertinggi pejabat negara saat ini adalah sebesar Rp5.040.000 per bulan. Dengan begitu, Jokowi diperkirakan akan menerima uang pensiun setiap bulannya sebesar Rp30,24 juta. Sedangkan Ma’ruf Amin akan menerima Rp20,16 juta per bulan.
Selain uang pensiun, Jokowi dan Ma’ruf juga akan menikmati berbagai fasilitas keuangan lainnya, seperti tunjangan PNS, biaya rumah tangga yang meliputi pemakaian air, listrik, dan telepon, serta perawatan kesehatan untuk mantan Presiden beserta keluarganya.
Tak hanya itu, negara juga akan memberikan sebuah rumah lengkap dengan fasilitas yang layak, plus kendaraan dengan pengemudi pribadi untuk menunjang aktivitas sehari-hari.
Pembangunan Jalan Tol di Era Jokowi
Selama 10 tahun menjabat sebagai Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi) tercatat telah membangun 2.432 kilometer (km) jalan tol. Pembangunan jalan tol ini paling banyak dilakukan di Pulau Jawa dan Sumatera.
Dikutip dari akun Instagram Direktorat Jenderal (Ditjen) Bina Marga, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), @pupr_binamarga, dijelaskan total panjang pembangunan halan tol di pulau Jawa mencapai 1.857 km.
Sementara itu, pembangunan jalan tol di pulau Sumatera sepanjang 1.138 km.
“Kalimantan 145 km, Sulawesi 61 km, Bali 10 km,” dikutip dari akun Instagram keterangan dari Ditjen Bina Marga PUPR, Jumat, 27 September 2024.
Bina Marga PUPR menjelaskan, rata-rata setiap tahunnya pembangunan jalan tol baru selama Jokowi memerintah yaitu sepanjang 270 km.
“Total ruas tol operasional 3.212 km,” tulis Bina Marga lagi.
Selain jalan tol, di era pemerintahan Jokowi juga membangun 5.999 km jalan nasional baru, di antaranya jalan perbatasan (Papua, Kalimantan, dan Nusa Tenggara Timur), Jalan Trans Papua dan Kalimantan, dan Jalan Lintas Selatan Jawa.
Totalnya, Bina Marga menyebut, jalan nasional yang ada sekarang ini sepanjang 47.603 km.
Selain itu, pemerintahan Jokowi juga telah membangun 125.904 jembatan baru, di antaranya Jembatan Youtefa di Papua, Pulau Balang di Kalimantan Timur, dan Jembatan Pak Kasih di Kalimantan Barat.
Jembatan lainnya yang berhasil dibangun yaitu Teluk Kendari di Sulawesi Tenggara, Merah Putih di Ambon, Musi IV di Sumatera Selatan, dan penggantian Jembatan Callender Hamilton di berbagai daerah seperti Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
“(Selain itu) 583 unit pembangunan jembatan gantung di antaranya Jembatan Sepan Kareho, Kalimantan Barat, dan Wear Fair, Maluku, demi mempermudah akses masyarakat di pedesaan,” tuturnya.
Bina Marga PUPR juga memaparkan pencapaian menbangun 27.673 meter flyover dan underpass, di antaranya adalah flyover Juanda di Jawa Timur, Kopo di Bandung, Ganefo di Jawa Tengah, underpass Jatingaleh di Jawa Tengah, serta Simpang Tugu Ngurah Rai di Bali.
Seperti diketahui, selama memimpin Indonesia, Jokowi kerap memposisikan infrastruktur sebagai program unggulan.
Pembangunan infrastruktur tidak hanya disebut sebagai solusi untuk efisiensi biaya logistik, tetapi juga sebagai upaya untuk menghubungkan wilayah-wilayah di Indonesia yang selama ini terpinggirkan.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), struktur ekonomi Indonesia memang menunjukkan pergeseran. Sebelum Jokowi menjabat pada triwulan I-2014, Pulau Jawa dan Sumatera mendominasi kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional dengan Jawa menyumbang 58,52 persen dan Sumatera 23,88 persen.
Sementara, Kalimantan hanya berkontribusi 8,45 persen, Sulawesi 4,72 persen, Bali dan Nusa Tenggara 2,48 persen, serta Maluku dan Papua dengan kontribusi terkecil sebesar 1,95 persen.
Jelang akhir masa jabatan Jokowi, data triwulan I-2024 menunjukkan pulau Jawa tetap menjadi kontributor terbesar dengan persentase 57,70 persen. Sedangkan kontribusi Sumatera turun menjadi 21,85 persen dan Kalimantan turun menjadi 8,19 persen.
Sebaliknya, kontribusi wilayah Indonesia tengah dan timur mengalami peningkatan, dengan Sulawesi mencatat kontribusi sebesar 6,89 persen, Bali dan Nusa Tenggara 2,75 persen, serta Maluku dan Papua 2,62 persen.
Peningkatan kontribusi ini sejalan dengan data investasi yang masuk. Berdasarkan data Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), pada triwulan I-2024, investasi yang masuk ke luar Jawa bahkan melampaui investasi di Jawa.
Nilai investasi ke luar Jawa mencapai Rp201 triliun (50,1 persen dari total investasi), sementara di Jawa hanya sebesar Rp200,5 triliun (49,9 persen). Ini menunjukkan adanya pergeseran fokus investasi yang menguntungkan wilayah di luar Jawa, seperti Sulawesi Tengah yang mencatatkan investasi terbesar sebesar Rp27 triliun. (*)