KABARBURSA.COM - Presiden Uni Eropa, Ursula von der Leyen, geram dengan kebijakan tarif impor baja dan aluminium yang diumumkan Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Donald Trump. Dalam pernyataannya, Selasa, 11 Februari 2025, ia menegaskan Uni Eropa tidak akan tinggal diam dan siap mengambil langkah balasan yang sepadan.
“Uni Eropa akan bertindak untuk melindungi kepentingan ekonominya. Tarif itu pajak—buruk bagi bisnis, lebih buruk lagi bagi konsumen. Tarif yang tidak berdasar terhadap Uni Eropa tidak akan dibiarkan begitu saja. Kami akan merespons dengan tegas dan proporsional,” kata von der Leyen, dikutip dari AP di Jakarta, Selasa, 11 Februari 2025.
Dari Jerman, Kanselir Olaf Scholz juga tak tinggal diam. Ia menyampaikan di hadapan parlemen jika Washington tidak memberikan pilihan lain, maka Uni Eropa akan bersatu dalam merespons. “Perang dagang pada akhirnya selalu merugikan kedua belah pihak,” tegas Scholz.
Kebijakan Trump ini bukan hal baru. Pada masa kepemimpinannya yang pertama, ia juga pernah menerapkan tarif serupa. Harapannya, tarif 25 persen untuk baja dan aluminium impor akan membantu industri dalam negeri menghadapi persaingan global yang ketat. Dengan proteksi semacam ini, produsen lokal bisa menjual lebih mahal tanpa takut kehilangan pasar.
Namun, langkah ini justru memantik kemarahan sekutu-sekutu AS dan memukul industri yang bergantung pada baja serta aluminium impor. Biaya produksi naik, harga barang jadi lebih mahal, dan akhirnya konsumen yang menanggung beban.
Masih belum jelas bagaimana respons konkret Uni Eropa kali ini. Namun, jika menengok ke belakang, Uni Eropa pernah menerapkan bea masuk balasan terhadap sejumlah produk asal AS, seperti motor Harley-Davidson, bourbon, selai kacang, dan celana jins setelah Trump menaikkan tarif baja pada 2018.
Wakil Presiden Komisi Eropa, Maros Sefcovic, menyebut langkah Trump ini sebagai kebijakan yang tidak produktif secara ekonomi, mengingat rantai pasok industri di kedua sisi Atlantik sudah sangat terintegrasi.
“Kami akan melindungi pekerja, bisnis, dan konsumen kami,” kata Sefcovic. “Namun, ini bukan skenario yang kami inginkan. Kami tetap terbuka untuk dialog dan siap bernegosiasi demi menemukan solusi yang saling menguntungkan.”
Uni Eropa mencatat volume perdagangan dengan AS mencapai sekitar USD1,5 triliun (Rp24.000 triliun), atau sekitar 30 persen dari total perdagangan dunia. Dari jumlah tersebut, perdagangan barang menyumbang EUR851 miliar (USD878 miliar / Rp14.048 triliun) pada 2023, dengan surplus EUR156 miliar (USD161 miliar / Rp2.576 triliun) untuk UE. Sementara itu, perdagangan jasa bernilai EUR688 miliar (USD710 miliar / Rp11.360 triliun), tetapi kali ini AS yang unggul dengan surplus EUR104 miliar (USD107 miliar / Rp1.712 triliun).
Dengan angka sebesar ini, keputusan AS dan respons UE tidak hanya akan berdampak pada dua pihak, tetapi juga pada stabilitas ekonomi global. Kini, semua mata tertuju pada Washington dan Brussels—apakah keduanya akan kembali terlibat dalam perang tarif, atau akhirnya memilih jalur negosiasi.
Tarif 25 Persen Impor Baja dan Alumunium
Ketegangan dagang antara Amerika Serikat dan Uni Eropa tampaknya belum akan mereda. Sebelum Brussels—sebutan ibu kota Uni Eropa yang berlokasi di Belgia—mengancam bakal membalas tarif baja dan aluminium yang diterapkan Washington, Presiden AS Donald Trump telah mengambil langkah tegas dalam kebijakan proteksionismenya. Tak hanya negara-negara Eropa yang kena getahnya, tapi juga Kanada, Meksiko, dan China—semuanya dalam daftar target tarif impor baru Trump.
Minggu ini, Trump resmi mengumumkan kebijakan tarif 25 persen untuk semua impor baja dan aluminium yang masuk ke AS. Tak ada pengecualian, termasuk untuk produk dari Kanada dan Meksiko. Keputusan itu diteken 10 Februari 2025, sementara aturan tambahan soal tarif impor lain menyusul dalam pekan yang sama.
“Semua baja yang masuk ke Amerika Serikat bakal kena tarif 25 persen,” ujar Trump kepada wartawan di Air Force One saat dalam perjalanan dari Florida ke New Orleans untuk menghadiri Super Bowl, dikutip dari AP. Ketika ditanya soal aluminium, dia pun menegaskan, “Aluminium juga.”
Tak berhenti di situ, Trump juga memperkenalkan tarif timbal balik alias bea impor yang akan menyesuaikan dengan tarif yang dikenakan negara lain terhadap barang AS. “Kalau mereka mengenakan tarif ke kita 130 persen dan kita nol, itu tak bakal kita biarkan,” katanya.
Strategi Trump soal tarif bukan barang baru. Di periode pertama jabatannya, ia lebih fokus ke pemotongan pajak dan deregulasi, tetapi kali ini ia langsung menggeber kebijakan dagang agresif. Kadang, tarif ia gunakan sebagai alat tawar-menawar dalam isu lain seperti imigrasi, sementara di lain waktu, tarif jadi solusi untuk menambal defisit anggaran pemerintah.(*)