KABARBURSA.COM - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, berkomitmen untuk segera menyiapkan lokasi khusus industri liquefied petroleum gas atau LPG di awal kepemimpinan.
Hal itu dinilai perlu akselerasi lantaran LPG saat ini masih mengandalkan produk impor luar negeri. Diketahui, LPG Indonesia masih mengandalkan impor, berdasarkan data dari Handbook of Energy and Economic Statistics of Indonesia, impor LPG dalam negeri tembus 6,950 juta ton atau sekitar 79,7 persen dari total kebutuhan nasional sebesar 8,710 juta ton pada tahun 2023.
"Segera kita menyiapkan lokasi-lokasi untuk membangun industri LPG. Karena LPG kita kan impor terus," kata Bahlil kepada wartawan di Gedung Kementerian ESDM, Jakarta, Senin, 19 Agustus 2024.
Bahlil sendiri mengaku akan menggandeng Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dan PT Pertamina (Persero) untuk mengakselerasi produksi gas bumi dalam negeri.
Bahlil sendiri meyakini akselerasi industri LPG bisa dilakukan di akhir masa jabatan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang terhitung tinggal 2 bulan ke depan. Apalagi, kepemimpinannya Menteri ESDM, Arifin Tasfir, juga telah memberikan pondasi terkait industri LPG.
"Pak Arifin sudah merintis, tinggal saya melanjutkan," jelas Bahlil.
Karenanya, Bahlil meminta Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Nicke Widyawati, menjabarkan rencana listing minyak lantaran produksinya yang menurun seiring dengan konsumsinya yang meningkat. Di sisi lain, dia juga mengaku heran, lantaran komoditas minyak impor di tengah ketersediaan bahan di dalam negeri.
"Kalau memang itu persoalannya, ada diregulasi apanya yang kita harus ubah? Sweetener apa yang harus negara berikan agar kita kompetitif, Karena gak bisa lagi (impor)," tegasnya.
Di sisi lain, Bahlil meminta jajaran BUMN untuk menyampaikan apa yang menjadi kendala sehingga komoditas tersebut mengandalkan impor. Berdasarkan arahan Jokowi dan Presiden terpilih dalam Pemilihan Umum (Pemilu), Prabowo Subianto, Bahlil sendiri mengaku akan membangun hilirisasi LPG.
"Nah nanti Dirut Pertamina jangan hargai LPG dalam negeri lebih murah banyak sekali daripada impor, Ini gak benar. Jadi itu tugas saya yang harus saya selesaikan dalam waktu 2 bulan. Jadi Pertamina nanti kita duduk bareng, jangan selisih harganya sampai 50 dolar, 60 dolar Itu berarti memberikan ruang impor yang masuk terlalu banyak," tutupnya.
Upaya Tekan Impor Arifin Tasrif
Diketahui, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah berupaya untuk membangun infrastruktur gas bumi sebagai upaya mengoptimalkan sumber daya dalam negeri. Hal tersebut dilakukan lantaran dalam beberapa tahun ke depan akan ada tambahan pasokan produksi gas bumi di Indonesia.
“Produksi gas bumi intinya adalah bahwa nanti akan ada tambahan pasokan gas bumi ya dari tahun 2025 sampai dengan tahun 2028, nah yang terbesar itu tambahan pasokan gas itu akan terjadi pada tahun 2027 dan 2028,” kata Plt. Direktur Jenderal Migas yang diawasi oleh Sekretaris Direktorat Jenderal Migas, Maompang Harahap, dalam keterangannya, Kamis, 8 Agustus 2024.
Dia memperkirakan, tambahan produksi tersebut, terutama berasal dari Wilayah Kerja (WK) Migas Geng Utara sebesar 1.000 MMSCFD, kemudian dari WK IDD Gandang Gendalo dengan produksi sebesar 4.900 MMSCFD, serta WK Andaman dengan produksi sebesar 527 MMSCFD.
Gas bumi yang akan produksi tersebut, kata Maompang, perlu ditopang oleh infrastruktur gas bumi sehingga bisa dimanfaatkan secara optimal. Selain itu porsi pemanfaatan gas bumi untuk domestik saat ini sudah mencapai 70 persen, dan 30 persen sisanya untuk ekspor.
“Jadi infrastruktur menjadi kunci penting agar nanti bisa pemanfaatan gas bumi untuk kebutuhan domestik ini bisa lebih masif,” ujarnya.
Ia mengatakan, pemerintah tengah menggenjot pembangunan infrastruktur gas bumi yang nantinya akan mengintegrasikan antara Pulau Sumatera dengan Pulau Jawa, yakni pembangunan pipa gas bumi Cirebon-Semarang (Cisem) dan Dumai-Sei Mangkei (Dusem).
Proyek pipa gas Cisem Tahap 1 Ruas Semarang-Batang sudah menyelesaikan pembangunannya dengan nilai Rp1.04 triliun, sedangkan Cisem Tahap II ruas Batang-Cirebon-Kandang Haur Timur kontraknya sudah ditandatangani pada 2 2024 lalu dan masuk pada tahap awal pelaksanaan pembangunan.
"Kemudian untuk pipa Dusem, sekarang sedang dalam proses perencanaan, jadi basic design dan FS (Feasibility Study)-nya sedang disusun, targetnya nanti di akhir 2024 akan segera dilelangkan. Panjangnya kurang lebih 550 KM dan nanti pelaksanaan fisiknya ditargetkan dari tahun 2025 , 2026, dan 2027 (kontrak multi tahun) nanti bisa diselesaikan,” jelasnya.
Lebih lanjut Maompang mengatakan manfaat dari pembangunan pipa gas tersebut adalah untuk mendukung Harga gas yang lebih terjangkau dengan biaya toll yang lebih rendah untuk memenuhi kebutuhan gas untuk industri, pembangkit listrik, komersial, dan rumah tangga.
Selain itu bisa dimanfaatkan untuk program pembangunan Jaringan Gas (jargas) Rumah Tangga dengan target 300.000 sambungan rumah tangga (SR) di sekitar Cisem dan 600.000 SR di sekitar pipa gas Dusem dan akan mengurangi penggunaan dan impor LPG 3KG.
“LPG ini kan 80 persen impor, kemudian subsidi energi yang paling besar dari LPG 3KG, itu pasti sangat rentan terhadap ketahanan energi, jadi nanti kalua pipa gas ini sudah terbangun akan ada potensi untuk mengurangi subsidi LPG 3 kg itu Rp0,63 triliun per tahun dan akan menghemat devisa impor LPG itu kurang lebih Rp1,08 triliun per tahun. Serta akan ada penghematan biaya masak itu kurang lebih Rp0,16 triliun per tahun,” tutupnya.