Logo
>

Utang Pemerintah Membengkak, Tembus Rp8.444,87 Triliun

Ditulis oleh KabarBursa.com
Utang Pemerintah Membengkak, Tembus Rp8.444,87 Triliun

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Utang pemerintah Indonesia terus mengalami peningkatan. Terbaru, utang pemerintah di era Presiden Joko Widodo (Jokowi) per Juni 2024 sudah menembus Rp8.444,87 triliun.

    Dengan begitu, terjadi kenaikan utang pemerintah sebesar Rp91,85 triliun atau 1,09 persen jika dibandingkan dengan bulan Mei 2024.

    Jika mengutip dokumen APBN Kita edisi Juni 2024, posisi utang pemerintah per Mei 2024 tercatat sebesar Rp8.353,02 triliun.

    Dengan perkembangan tersebut rasio utang pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB) turut terkerek naik.

    Rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) pada Juni sebesar 39,13 persen, lebih tinggi dari bulan sebelumnya sebesar 38,71 persen.

    Meskipun meningkat, realisasi rasio utang terhadap PDB masih di bawah dari batas rasio utang dan target strategi pengelolaan utang jangka menengah.

    Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023, batas rasio utang sebesar 60 persen, sementara mengacu Strategi Pengelolaan Utang Jangka Menengah periode 2023-2026 targetnya adalah 40 persen.

    Jika melihat komposisinya, utang pemerintah didominasi oleh surat berharga negara (SBN) dengan denominasi rupiah.

    Tercatat nilai utang pemerintah dalam bentuk SBN sebesar Rp7.418,76 triliun, atau setara 87,85 persen dari total utang pemerintah.

    Secara lebih rinci, nilai SBN domestik sebesar Rp5.967,70 triliun, terdiri dari surat utang negara (SUN) sebesar Rp4.732,71 triliun dan surat berharga syariah negara (SBSN) sebesar Rp1.234,99 triliun.

    Kemudian, SBN dengan denominasi valuta asing (valas) nilainya sebesar Rp1.451,07 triliun, dengan komposisi SUN sebesar Rp1.091,63 triliun dan SBSN sebesar Rp359,44 triliun.

    Kemudian, nilai utang pemerintah yang berasal dari pinjaman sebesar Rp1.026,11 triliun, atau setara 12,15 persen total utang pemerintah. Nilai itu terdiri dari pinjaman dalam negeri sebesar Rp38,10 triliun dan pinjaman luar negeri sebesar Rp988,01 triliun.

    Adapun dilihat dari struktur kepemilikannya, lembaga keuangan memegang sekitar 41,1 persen dari total SBN domestik, kemudian Bank Indonesia (BI) memiliki 23,1 persen. Sementara kepemilikan asing terhadap SBN domestik yaitu sebesar 13,9 persen.

    Warisan Utang dari Jokowi

    Menjelang akhir masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi), utang pemerintah kembali meroket, menembus angka Rp8.444,87 triliun per Juni 2024.

    Pemerintahan baru Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dipastikan akan mewarisi beban utang yang besar dari pendahulunya.

    Menurut laporan APBN Kita edisi Juli 2024, rasio utang pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB) mengalami kenaikan sepanjang semester pertama tahun 2024. Dari posisi akhir Desember 2023 sebesar 38,59 persen rasio ini naik menjadi 39,13 persen. Artinya jumlah utang pemerintah yang mencapai Rp8.444,87 triliun ini setara dengan 39,13 persen dari PDB.

    Meskipun hampir mencapai batas 40 persen, Kementerian Keuangan mengklaim bahwa rasio utang tersebut masih berada dalam batas aman di bawah 60 persen PDB, sesuai dengan UU Nomor 17/2003 tentang Keuangan Negara.

    Kementerian yang dipimpin oleh Sri Mulyani Indrawati tersebut menyatakan bahwa komposisi utang pemerintah dioptimalkan dengan menggunakan sumber pembiayaan dalam negeri, serta memanfaatkan utang luar negeri sebagai pelengkap. Lantas, apa saja komposisi utang pemerintah di era Jokowi? 

    Kemenkeu mencatat bahwa mayoritas utang pemerintah berasal dari dalam negeri dengan proporsi sebesar 71,12 persen. Berdasarkan instrumen, sebagian besar utang pemerintah berupa Surat Berharga Negara (SBN) yang mencapai 87,85 persen.

    Pemerintah juga fokus pada pengadaan utang dengan jangka waktu menengah hingga panjang, serta aktif dalam mengelola portofolio utang.

    Per akhir Juni 2024, profil jatuh tempo utang pemerintah dianggap cukup aman dengan rata-rata tertimbang jatuh tempo (average time maturity/ATM) selama 7,98 tahun.

    Utang Jatuh Tempo 

    Pada tahun ini, pemerintah menetapkan defisit APBN sebesar 2,29 persen dari PDB. Namun, realisasi hingga semester pertama 2024 mencatat defisit sebesar 0,34 persen dari PDB.

    Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah mengumumkan prognosis pelebaran defisit pada akhir tahun menjadi 2,7 persen dari PDB atau sekitar Rp609,7 triliun.

    Hingga semester pertama 2024, Sri Mulyani baru menarik utang baru senilai Rp214,69 triliun atau 33,1 persen dari target, yang terdiri atas realisasi SBN (Neto) sebesar Rp206,18 triliun dan realisasi Pinjaman (Neto) sebesar Rp8,51 triliun.

    “Pemerintah konsisten mengelola utang secara cermat dan terukur dengan menjaga risiko suku bunga, mata uang, likuiditas, dan jatuh tempo yang optimal,” tulis Kemenkeu.

    Prabowo-Gibran Disarankan Hati-hati

    Presiden dan Wakil Presiden terpilih, Prabowo-Gibran diimbau waspada karena dihadapkan pada bom waktu utang jatuh tempo yang ditinggalkan pemerintahan Joko Widodo (Jokowi), yang tembus Rp3.748,2 triliun hingga 2029.

    Ekonom dari Center of Reform on Economics (CORE), Ahmad Akbar Susamto, memperingatkan bahwa pemerintahan Prabowo-Gibran harus ekstra hati-hati dalam menangani beban utang besar yang diwariskan Jokowi. Apalagi dengan berbagai janji ambisius yang mereka taburkan, risiko kegagalan semakin nyata jika tidak ditangani dengan cermat.

    “Pada waktu yang sama belanja melebar, penerimaan melambat, terjadi defisit yang melebar, utang yang meningkat, ditambah lagi jatuh tempo utang,” kata Akbar Susamto dalam acara ‘Midyear Review Core Indonesia 2024’, Selasa, 23 Juli 2024.

    Dalam paparan Akbar, profil jatuh tempo utang pemerintah yang terdiri dari Surat Berharga Negara (SBN) mencapai Rp3.245,3 triliun untuk periode 2025 hingga 2029. Lebih mencengangkan lagi, utang yang jatuh tempo dalam periode tersebut akan mencapai Rp502,9 triliun. Secara keseluruhan, bom waktu ini menumpuk hingga Rp3.748,2 triliun.

    Oleh karena itu, Akbar mengingatkan pemerintahan Prabowo-Gibran untuk berhati-hati, karena ketika pemerintah berutang untuk menutup defisit, mereka juga harus membayar imbal hasil atau bunga. Angka tersebut belum termasuk pembayaran bunga utang pemerintah, yang menambah beban keuangan negara dan berpotensi mengancam stabilitas ekonomi.

    “Jadi harus berhati-hati, harus jadi perhatian bahwa biaya yang mahal itu juga akan membebani APBN pada akhirnya,” ujarnya.

    Meskipun rasio utang pemerintah saat ini masih di bawah batas aman yang ditetapkan oleh UU No. 17/2023 tentang Keuangan Negara, yaitu 60 persen terhadap PDB dan defisit maksimal 3 persen dari PDB, Kementerian Keuangan mencatat utang pemerintah mencapai Rp8.353,02 triliun hingga akhir Mei 2024. Rasio ini setara dengan 38,71 persen terhadap PDB.

    Namun, Akbar memperingatkan, jika mengacu pada standar Dana Moneter Internasional (IMF), kondisi ini jauh dari aman. IMF menetapkan rasio utang pemerintah terhadap pendapatan berada di rentang 90 persen hingga 150 persen.

    Realitanya, rasio utang pemerintah Indonesia terhadap pendapatan telah mencapai 300 persen per 31 Mei 2024, meningkat dari 292,6 persen pada akhir Desember 2023.

    “Jadi posisi utang pemerintah terhadap pendapatan tentu tidak aman karena melebihi batas yang ditetapkan IMF dalam range 90 persen sampai dengan 150 persen. Kita sudah 300 persen,” tutur Akbar. (*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi