KABARBURSA.COM - Posisi utang sektor publik (USP) Indonesia terus melonjak signifikan. Saat ini diperkirakan USP telah menembus angka Rp20.000 triliun.
Ekonom Bright Indonesia, Awalil Rizky, mengungkapkan bahwa angka tersebut jauh melampaui data resmi Statistik Utang Sektor Publik Indonesia (SUSPI) triwulan I-2025 yang dirilis Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan pada 30 Juni lalu.
Dalam laporan SUSPI, posisi utang sektor publik hingga 31 Maret 2025 tercatat sebesar Rp17.641,42 triliun. Jumlah ini mencakup utang pemerintah pusat sebesar Rp9.107,67 triliun, pemerintah daerah Rp80,04 triliun, korporasi publik non-keuangan Rp1.015,26 triliun, dan lembaga keuangan publik Rp7.438,45 triliun.
Namun, Awalil menyebut data SUSPI belum mencerminkan utang sektor publik secara menyeluruh karena belum mencakup seluruh institusi yang masuk dalam definisi sektor publik versi Bank Indonesia.
“Utang sektor publik jauh lebih besar dari data SUSPI saat ini, jika sudah tersaji sesuai definisi yang ditetapkan Bank Indonesia sendiri,” ujar Awalil dalam keterangannya, Jumat, 18 Juli 2025.
Ia menjelaskan bahwa penghitungan utang BUMN dalam SUSPI berasal dari pendekatan counterpart atau mirroring, bukan dari laporan keuangan resmi perusahaan. Akibatnya, nilai utang BUMN dalam SUSPI cenderung lebih rendah dibandingkan data Kementerian BUMN maupun Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP).
Sebagai perbandingan, LKPP mencatat total utang BUMN yang berada di bawah pembinaan Kementerian BUMN mencapai Rp8.492,82 triliun pada akhir 2024. Bila ditambah dengan perusahaan negara di bawah pembinaan Kementerian Keuangan sebesar Rp159,49 triliun, maka totalnya mencapai Rp8.652,31 triliun.
Sementara itu, SUSPI hanya mencatat utang korporasi publik keuangan dan non-keuangan sebesar Rp8.326,97 triliun pada periode yang sama.
Lebih jauh, Awalil juga menyoroti belum jelasnya porsi utang Bank Indonesia yang dimasukkan ke dalam SUSPI. Padahal, surat utang seperti Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) yang mencapai Rp923,53 triliun dan berbagai liabilitas lainnya yang berkaitan dengan kebijakan moneter, keuangan pemerintah, dan hubungan dengan lembaga internasional seperti IMF juga merupakan bagian dari kewajiban sektor publik.
“Jika sudah mencakup seluruh utang BUMN, Badan Usaha Lain dan Bank Pembangunan Daerah (BPD), maka totalnya diprakirakan bertambah sekitar Rp2.500 triliun,” tegas Awalil.
Dengan penambahan tersebut, posisi utang sektor publik dapat menyentuh lebih dari Rp20.000 triliun, dan rasio terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional diperkirakan akan mendekati 100 persen. Untuk diketahui, pada tahun 2024 saja, rasio utang sektor publik atas PDB sudah mencapai 77,22 persen.
Kondisi ini menjadi sorotan penting mengingat rasio utang pada awal pemerintahan Jokowi tahun 2014 hanya berada di level 54,68 persen. Walaupun PDB tumbuh cukup pesat setelah pandemi, laju kenaikan utang tetap lebih tinggi.(*)
 
      