KABARBURSA.COM – Bursa Amerika Serikat, Wall Street, berakhir di zona merah pada perdagangan Kamis waktu New York, 10 Oktober 2025. Sepertinya pasar sedang menahan napas jelang laporan keuangan kuartal III.
Wall Street sedang berada dalam fase konsolidasi alami pasar jelang musim laporan keuangan. Di tengah penutupan pemerintahan atau government shutdown yang masih berlangsung dan tidak adanya data ekonomi baru, investor lebih memilih menahan diri dan tidak mengambil posisi agresif.
Pasar sedang menanti kejelasan arah kebijakan moneter dan kinerja emiten besar yang akan segera dirilis.
Indeks Dow Jones Industrial Average terkoreksi 0,52 persen atau 243 poin ke level 46.358,42, sementara S&P 500 turun 0,28 persen ke 6.735,11 dan Nasdaq Composite melemah tipis 0,08 persen ke 23.024,62.
Secara umum, pelemahan ini tidak bersifat panik, melainkan refleksi dari aksi ambil untung usai reli panjang selama hampir tiga tahun terakhir, sejak pasar keluar dari jurang koreksi pada Oktober 2022.
Ketiadaan data ekonomi akibat penutupan pemerintahan membuat pelaku pasar kehilangan pegangan untuk menilai kondisi ekonomi aktual. Biasanya, data tenaga kerja, inflasi, dan penjualan ritel menjadi acuan utama bagi ekspektasi arah suku bunga Federal Reserve.
Namun dengan berhentinya publikasi data resmi, fokus investor beralih pada komentar pejabat The Fed dan kinerja korporasi.
Menanti Aksi The Fed Pangkas Suku Bunga
Presiden Federal Reserve New York John Williams memberi sinyal bahwa pemangkasan suku bunga lebih lanjut mungkin diperlukan sebelum akhir tahun, dengan alasan meningkatnya risiko pelemahan pasar tenaga kerja.
Namun, tanpa dukungan data ekonomi, pandangan ini menimbulkan ketidakpastian baru, apakah bank sentral akan tetap melanjutkan pelonggaran atau menunggu bukti empiris.
Pasar berjangka, melalui FedWatch Tool CME Group, menunjukkan peluang hampir 95 persen bahwa The Fed akan memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin pada pertemuan 28–29 Oktober.
Meskipun ekspektasi ini biasanya positif bagi saham, kali ini pasar bereaksi hati-hati karena investor khawatir pemangkasan dilakukan bukan karena inflasi sudah jinak, melainkan karena ekonomi mulai melemah.
Kinerja Saham dan Sektor: Konsolidasi Selektif
Sementara, jika dilihat dari kinerja saham dan sektor, dari 11 sektor utama S&P 500, sektor material memimpin pelemahan, sedangkan consumer staples menjadi satu-satunya yang relatif bertahan.
Penurunan juga terlihat di sektor perumahan dan konstruksi, yang masing-masing jatuh lebih dari 2 persen, seiring kekhawatiran akan melemahnya permintaan properti jika pertumbuhan ekonomi melambat.
Beberapa saham unggulan tetap mencatatkan performa positif. Di indeks Dow Jones, saham Salesforce Inc naik 2,04 persen, diikuti Nvidia Corp yang menguat 1,81 persen, dan Merck & Co dengan kenaikan 1,24 persen.
Ketiganya diuntungkan oleh prospek bisnis yang stabil dan minat kuat pada sektor teknologi kecerdasan buatan (AI) serta kesehatan.
Sebaliknya, saham Boeing Co terpuruk 4,14 persen akibat kekhawatiran terhadap keterlambatan produksi, disusul Travelers Companies dan Honeywell International yang masing-masing melemah hampir 3 persen.
Pada S&P 500, saham Albemarle Corp melonjak 5,25 persen setelah TD Cowen menaikkan target harga sahamnya di tengah kabar China memperketat ekspor logam tanah jarang. Kenvue Inc dan Delta Air Lines Inc juga mencatat kenaikan lebih dari 4 persen, didukung kinerja kuartalan yang solid.
Sebaliknya, Amentum Holdings LLC, Dell Technologies, dan PulteGroup menjadi laggard dengan penurunan sekitar 5 persen.
Di Nasdaq, lonjakan luar biasa terlihat pada saham-saham kecil seperti New Era Helium Inc (naik 83,12 persen) dan Bluejay Diagnostics Inc (75,40 persen), menandakan masih adanya aktivitas spekulatif tinggi di saham berkapitalisasi kecil.
Namun, saham-saham seperti Kandal M Venture Ltd dan VS Media Holdings Ltd anjlok lebih dari 30 persen, mencerminkan volatilitas tinggi di segmen tersebut.
Implikasi terhadap Sentimen Global dan IHSG
Koreksi tipis Wall Street menunjukkan bahwa pasar berada dalam fase penyesuaian, bukan pembalikan tren. Namun, efeknya bisa menjalar ke pasar Asia, termasuk IHSG, yang cenderung bergerak mengikuti arah risiko global.
Saat investor global menurunkan eksposur terhadap saham AS, sebagian dana berpotensi berpindah ke aset defensif atau emerging markets dengan valuasi lebih murah. Ini menjadi peluang yang kuat untuk mendukung IHSG secara jangka pendek.
Namun, IHSG juga perlu waspada terhadap faktor eksternal, terutama ketidakpastian arah kebijakan The Fed dan lambatnya pemulihan ekonomi global akibat gejolak geopolitik dan perlambatan industri manufaktur dunia.
Jika The Fed benar-benar memangkas suku bunga, itu bisa menjadi katalis positif bagi pasar Asia, termasuk Indonesia, karena membuka ruang bagi penguatan rupiah dan arus masuk modal asing.
Intinya, penurunan Wall Street kali ini bukan tanda perubahan arah pasar, melainkan fase konsolidasi menjelang musim laporan keuangan. Investor memilih berhati-hati di tengah minimnya data ekonomi dan ketidakpastian kebijakan moneter.
Saham-saham berfundamental kuat seperti Salesforce, Nvidia, Merck, dan Albemarle menunjukkan ketahanan yang baik, sementara sektor material, properti, dan industri masih tertekan.
Bagi pasar global, termasuk IHSG, sinyal utama yang akan menentukan arah selanjutnya datang dari hasil laporan keuangan emiten besar AS dan keputusan suku bunga The Fed. Jika data laba emiten tetap solid dan pelonggaran moneter berlanjut, sentimen positif kemungkinan akan kembali mendominasi pasar saham dunia.(*)