Logo
>

Wall Street Bersiap Ambil Posisi, Menanti Risalah the Fed

Wall Street bergerak flat jelang keputusan The Fed, dengan pasar menahan posisi di tengah absennya data payrolls dan rotasi selektif antar saham teknologi, konsumsi, dan defensif.

Ditulis oleh Yunila Wati
Wall Street Bersiap Ambil Posisi, Menanti Risalah the Fed
Ilustrasi Wall Street. (Foto: The Wall Street Experience)

KABARBURSA.COM – Wall Street hari ini menutup sesi perdagangan Jumat dinihari WIB, 5 Desember 2025, dengan pergerakan yang flat. Sepertinya, pasar tengah ancang-ancang, mencari posisi yang pas sambil menanti keputusan Federal Reserve terkait pemangkasan suku bunga.

Indeks S&P 500 dan Nasdaq kompak menguat, masing-masing bergerak 0,11 persen menuju 6.857,12 dan 0,22 persen ke 23.505,14. Sementara, indeks Dow Jones justru tergelincir tipis 0,07 persen ke 47.850,94. 

Komposisi ini menggambarkan sebuah pola klasik, di mana saham-saham berkapitalisasi besar berbasis teknologi dan growth masih mendapat aliran minat beli, sementara saham-saham siklikal di Dow sedikit tertahan. 

Salah satu penghambat utama S&P 500 untuk bergerak lebih kencang adalah pelemahan saham Amazon sebesar 1,4 persen, yang menahan potensi reli lebih tinggi di indeks acuan tersebut.

Sedangkan ketidakpastian utama yang menahan laju Wall Street datang dari absennya laporan payrolls non-pertanian November akibat penutupan pemerintahan yang berkepanjangan. Tanpa data utama ini, pasar terpaksa mengandalkan indikator sekunder untuk membaca detak pasar tenaga kerja. 

Laporan klaim awal tunjangan pengangguran memang menunjukkan penurunan ke level terendah lebih dari tiga tahun. Tetapi, analis menilai angka tersebut belum pas, karena sebagian terdistorsi faktor musiman libur Thanksgiving. 

Di saat yang sama, estimasi Federal Reserve Chicago memprediksi tingkat pengangguran bertahan di sekitar 4,4 persen pada November. Kombinasi ini memberi pesan yang bercabang, bahwa pasar tenaga kerja belum runtuh, tetapi juga menunjukkan tanda-tanda melunak secara bertahap.

Meski demikian, ekspektasi pemangkasan suku bunga hampir tidak goyah. FedWatch Tool dari CME Group mencatat probabilitas sekitar 87 persen bahwa The Fed akan memangkas suku bunga 25 basis poin pekan depan, naik jauh dari sekitar 69 persen sebulan lalu. 

Artinya, pemotongan suku bunga sudah hampir sepenuhnya di-pricing in ke dalam aset berisiko. Pernyataan terakhir Jerome Powell yang cenderung sedikit hawkish tidak cukup untuk mengikis keyakinan tersebut. 

Seperti disampaikan Mike Dickson dari Horizon Investments, pasar kini lebih menunggu “nada” The Fed terhadap data yang sudah masuk, ketimbang meragukan apakah pemangkasan pertama akan terjadi.

Sinyal Pertumbuhan Ekonomi AS Melemah

Di luar isu suku bunga, sinyal pertumbuhan ekonomi justru tampak melemah. Laporan tertunda dari Departemen Perdagangan menunjukkan pesanan pabrik hanya naik 0,2 persen, berada di bawah ekspektasi 0,5 persen. Sementara, data Agustus direvisi turun menjadi kenaikan 1,3 persen. 

Tekanan tarif terhadap sektor manufaktur tampak menahan laju ekspansi dan ini menambah alasan bagi The Fed untuk lebih berhati-hati mengelola kebijakan agar tidak memperdalam perlambatan ekonomi.

Dari sisi saham individual, di jajaran komponen Dow, Salesforce menjadi bintang dengan kenaikan 3,7 persen setelah perusahaan menaikkan proyeksi pendapatan dan laba tahun fiskal 2026. Narasi besar di baliknya adalah keyakinan bahwa platform agen kecerdasan buatan milik Salesforce akan menjadi pendorong pertumbuhan baru, seiring meningkatnya permintaan korporasi terhadap solusi AI yang bisa langsung diintegrasikan ke proses bisnis.

Meta Platforms juga menguat signifikan, naik 3,4 persen, setelah laporan Bloomberg menyebut perusahaan berencana memangkas hingga 30 persen anggaran Metaverse. Pasar membaca langkah ini sebagai sinyal disiplin belanja modal dan fokus kembali pada bisnis yang lebih cepat menghasilkan arus kas, seperti iklan dan inisiatif AI. 

Dengan kata lain, Meta mengirim pesan bahwa era pembakaran uang besar-besaran untuk dunia virtual mulai direm.

Sebaliknya, Amazon justru menjadi salah satu ganjalan pasar. Sahamnya melemah setelah perusahaan mengonfirmasi tengah berdiskusi dengan US Postal Service terkait masa depan hubungan bisnis jelang berakhirnya kontrak tahun depan. 

Ketidakpastian pada salah satu pilar logistik utama di Amerika ini memunculkan kekhawatiran tentang potensi kenaikan biaya distribusi atau perubahan struktur kerjasama yang kurang menguntungkan.

Indeks Konsumer Melemah

Di sektor konsumsi primer, kinerja juga terpecah. Indeks consumer staples menjadi salah satu yang terlemah setelah saham Kroger jatuh 4,6 persen. Perusahaan ritel ini mempersempit proyeksi penjualan tahunan dan gagal memenuhi ekspektasi penjualan kuartalan, mengindikasikan tekanan pada daya beli konsumen atau peningkatan kompetisi harga di ritel kebutuhan harian. 

Namun, Dollar General melonjak 14 persen setelah menaikkan proyeksi laba tahunannya, menunjukkan bahwa format ritel diskon justru diuntungkan dalam lingkungan konsumen yang makin sensitif harga.

Snowflake menjadi contoh lain bagaimana ekspektasi tinggi pasar terhadap emiten teknologi bisa berbalik menjadi tekanan besar. Saham perusahaan cloud data ini anjlok 11,4 persen setelah proyeksi pendapatan produk kuartal keempat dinilai tidak sejalan dengan standar pertumbuhan yang diharapkan investor. 

Di sisi lain, Hormel Foods melonjak 3,8 persen setelah produsen selai kacang Skippy ini memproyeksikan laba tahunan berada di atas estimasi. Ini memperlihatkan bahwa saham-saham defensif tertentu masih bisa menjadi tempat berlindung jika memiliki cerita fundamental yang meyakinkan.

Dari sisi breadth, jumlah saham yang naik sedikit mengungguli yang turun, dengan rasio 1,06 banding 1 di NYSE dan 1,39 banding 1 di Nasdaq. S&P 500 mencatat 31 saham menembus level tertinggi 52 minggu dan hanya lima saham yang mencetak level terendah baru. Nasdaq bahkan lebih dinamis dengan 114 titik tertinggi baru dan 52 titik terendah. 

Data ini menyiratkan bahwa di balik gerak indeks yang tampak datar, ada rotasi internal dan selektivitas yang tinggi. Uang cenderung mengalir ke saham-saham dengan katalis jelas, sementara emiten yang mengecewakan langsung “dihukum”.

Meski begitu, volume transaksi yang hanya 15,13 miliar saham, di bawah rata-rata 20 hari sebesar 17,98 miliar saham, menunjukkan bahwa banyak pelaku pasar memilih menepi sementara. Tanpa laporan payrolls dan menjelang FOMC, aktivitas cenderung menurun karena investor enggan mengambil posisi besar sebelum mendapat kejelasan arah kebijakan suku bunga ke depan.

Secara keseluruhan, performa Wall Street hari itu mencerminkan pasar yang sedang dalam mode “tunggu dan nilai ulang”. Ekspektasi pemangkasan suku bunga sudah kuat dan menjadi penopang utama sentimen, tetapi ketiadaan data tenaga kerja kunci membuat arah kebijakan berikutnya masih menggantung pada laporan yang belum dirilis. 

Di level mikro, kisah-kisah seperti lonjakan Salesforce, Meta, dan Dollar General versus tekanan di Amazon, Kroger, dan Snowflake menggambarkan pasar yang sangat selektif dan berbasis katalis.

Wall Street tidak tampak panik, tetapi juga belum siap merayakan. Selama The Fed belum berbicara dan payrolls belum kembali mengisi ruang informasi, pergerakan indeks berpotensi tetap terbatas. 

Sementara, pertempuran sesungguhnya terjadi di level saham individual, yaitu antara mereka yang mampu menghadirkan narasi pertumbuhan yang kredibel dan mereka yang tersandung ekspektasi pasar yang sudah terlanjur tinggi.(*)

Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

Gabung Sekarang

Jurnalis

Yunila Wati

Telah berkarier sebagai jurnalis sejak 2002 dan telah aktif menulis tentang politik, olahraga, hiburan, serta makro ekonomi. Berkarier lebih dari satu dekade di dunia jurnalistik dengan beragam media, mulai dari media umum hingga media yang mengkhususkan pada sektor perempuan, keluarga dan anak.

Saat ini, sudah lebih dari 1000 naskah ditulis mengenai saham, emiten, dan ekonomi makro lainnya.

Tercatat pula sebagai Wartawan Utama sejak 2022, melalui Uji Kompetensi Wartawan yang diinisiasi oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dengan nomor 914-PWI/WU/DP/XII/2022/08/06/79