Logo
>

Wall Street Ditutup Naik, Tak Terpengaruh Rumor Pemecatan Powell

Nasdaq cetak rekor baru meski Wall Street sempat goyah akibat rumor Trump ingin pecat Powell; pasar pulih usai bantahan dan dorongan dari laporan keuangan korporasi.

Ditulis oleh Yunila Wati
Wall Street Ditutup Naik, Tak Terpengaruh Rumor Pemecatan Powell
Ilustrasi Wall Street. (Foto: The Wall Street Experience)

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Pasar saham Amerika Serikat mengakhiri perdagangan Rabu (waktu setempat), 16 Juli 2025,  dengan catatan positif. Indeks Nasdaq kembali mencetak rekor penutupan baru, kendati sempat terguncang oleh kabar mengejutkan soal Presiden Donald Trump yang disebut-sebut ingin memecat Gubernur The Federal Reserve Jerome Powell.

    Kekacauan dimulai ketika Bloomberg mengutip seorang pejabat anonim Gedung Putih yang menyebut Trump tengah mempertimbangkan untuk mengganti Powell. 

    Reuters ikut memperkuat kabar itu, mengutip sumber lain yang menyebut Trump “terbuka pada opsi tersebut.” Tak butuh waktu lama, sentimen pasar pun goyah.

    Menjelang tengah hari, indeks S&P 500 dan Nasdaq sempat jatuh lebih dari 1 persen. Dolar AS melemah tajam, sementara imbal hasil obligasi melonjak. Kondisi ini merupakan cerminan dari kecemasan investor atas arah kebijakan moneter ke depan. 

    Ketika Trump akhirnya membantah kabar tersebut, pasar kembali tenang. Saham teknologi memimpin pemulihan, dan Nasdaq ditutup menguat 0,26 persen ke 20.730,49. Angka tertinggi sepanjang sejarah.

    Indeks S&P 500 dan Dow Jones masing-masing menguat 0,32 persen dan 0,53 persen. Ini menambah deretan penguatan pasar sejak pengumuman tarif impor oleh Trump pada April lalu, yang justru menjadi titik balik reli saham AS dalam beberapa bulan terakhir.

    Namun, optimisme itu dibayangi satu kekhawatiran besar, yaitu independensi The Fed. Pasar sangat sensitif terhadap isu ini. 

    Seperti disampaikan oleh Chief Investment Officer CalBay Investments Dylan Bell, kabar penggantian Powell memicu gejolak karena pelaku pasar memandang independensi bank sentral sebagai fondasi stabilitas ekonomi.

    “Begitu kabar itu muncul, pasar bereaksi cepat. Kekhawatiran bukan hanya soal siapa yang menggantikan Powell, tetapi lebih pada prinsip: apakah kebijakan moneter masih dijalankan bebas dari tekanan politik,” ujar Bell.

    Volatilitas sempat melonjak tajam. Indeks VIX, yang dikenal sebagai indikator ketakutan investor, mencatatkan level tertingginya dalam lebih dari tiga pekan sebelum kembali turun seiring bantahan dari Gedung Putih.

    Di tengah gejolak tersebut, nada hawkish tetap terdengar dari internal The Fed. Presiden The Fed Atlanta Raphael Bostic, dalam wawancara dengan Fox Business, mengingatkan bahwa kenaikan tarif impor dapat memicu tekanan inflasi lanjutan. 

    Meski begitu, data harga produsen (PPI) yang dirilis hari itu menunjukkan inflasi bulanan stagnan. Kenaikan harga barang akibat tarif tertahan oleh penurunan harga jasa.

    Sementara itu, sehari sebelumnya, inflasi konsumen (CPI) justru menunjukkan lonjakan yang mengejutkan. Kenaikan ini sebagian besar dipicu oleh efek lanjutan dari tarif perdagangan, yang secara tidak langsung menekan ekspektasi pemangkasan suku bunga lebih dalam.

    Di sisi lain, laporan keuangan sejumlah bank besar tidak sepenuhnya mampu mengangkat harga sahamnya. Goldman Sachs membukukan lonjakan laba 22 persen dan sahamnya naik hampir 1 persen. 

    Namun Bank of America dan Morgan Stanley justru melemah, masing-masing turun 0,3 persen dan 1,3 persen, meski keduanya juga mencatat kenaikan laba.

    Kejutan datang dari sektor farmasi. Johnson & Johnson naik 6,2 persen, menjadi salah satu top performer di S&P 500. Perusahaan ini memangkas proyeksi beban tarif dan menaikkan panduan kinerja keuangan untuk setahun penuh.

    Sebaliknya, saham-saham semikonduktor tampak kehilangan tenaga. Padahal sehari sebelumnya, kabar bahwa Nvidia mendapatkan izin menjual chip H2O di China sempat mengerek sektor ini. 

    Namun euforia itu tak bertahan lama. Indeks semikonduktor (SOX) terkoreksi 0,4 persen, mundur dari posisi tertingginya dalam 12 bulan.

    Secara keseluruhan, sentimen pasar tetap positif. Namun pergerakannya jelas tidak tanpa risiko. Kombinasi antara tekanan politik terhadap The Fed, arah inflasi yang belum pasti, dan earnings season yang belum konsisten, membuat investor harus tetap waspada. Apalagi, jika drama politik kembali muncul, Wall Street bisa dengan cepat kembali bergolak.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Yunila Wati

    Telah berkarier sebagai jurnalis sejak 2002 dan telah aktif menulis tentang politik, olahraga, hiburan, serta makro ekonomi. Berkarier lebih dari satu dekade di dunia jurnalistik dengan beragam media, mulai dari media umum hingga media yang mengkhususkan pada sektor perempuan, keluarga dan anak.

    Saat ini, sudah lebih dari 1000 naskah ditulis mengenai saham, emiten, dan ekonomi makro lainnya.

    Tercatat pula sebagai Wartawan Utama sejak 2022, melalui Uji Kompetensi Wartawan yang diinisiasi oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dengan nomor 914-PWI/WU/DP/XII/2022/08/06/79