Logo
>

Wall Street Hentikan Reli: Pembatasan Chip Bikin Nvida Terpukul

Dow Jones turun 0,58 persen ke level 42.098,70. Indeks S&P 500 turun 0,56 persen ke 5.888,55.

Ditulis oleh Yunila Wati
Wall Street Hentikan Reli: Pembatasan Chip Bikin Nvida Terpukul
Ilustrasi Wall Street dan kondisi Nvidia.

KABARBURSA.COM – Wall Street Kembali tergelincir pada penutupan perdagangan pasar saham global, Rabu waktu setempat atau Kamis dinihari WIB, 29 Mei 2025. 

Laporan keuangan Nvidia, harga minyak yang naik akibat ketegangan pasokan, hingga dinamika kebijakan perdagangan Amerika Serikat dan Eropa, menjadi sorotan tajam pelaku pasar.

Laporan kinerja Nvidia menjadi salah satu sorotan utama. Produsen chip raksasa ini membukukan penjualan yang melampaui ekspektasi analis. Namun, proyeksi pendapatan kuartal berikutnya justru sedikit di bawah harapan pasar. 

Salah satu penyebabnya adalah pembatasan ekspor chip AI dari Amerika ke China yang makin ketat. 

Nvidia menjadi perusahaan terakhir dari kelompok “Magnificent 7” yang melaporkan hasil keuangan pada musim ini. Meski sempat turun 0,5 persen di perdagangan reguler, sahamnya berbalik menguat 3 persen pada sesi perdagangan setelah jam pasar.

Namun, hasil Nvidia tidak mampu mengangkat bursa secara keseluruhan. Tiga indeks utama Wall Street kompak ditutup di zona merah.

Dow Jones turun 0,58 persen ke level 42.098,70. Indeks S&P 500 turun 0,56 persen ke 5.888,55. Dan, Nasdaq melemah 0,51 persen ke 19.100,94. Sektor utilitas, energi, dan material mencatatkan penurunan paling dalam.

Di Eropa, penguatan yang sempat terlihat selama dua hari terakhir juga terhenti. Indeks STOXX 600 ditutup melemah 0,61 persen, sementara indeks FTSE Inggris terkoreksi 0,59 persen. 

Investor sempat menyambut baik keputusan Presiden AS Donald Trump yang menunda rencana tarif 50 persen atas produk-produk Eropa. Trump menyebut langkah Uni Eropa membuka forum perundingan sebagai “tanda yang baik.”

Namun, ketidakpastian soal arah kebijakan selanjutnya membuat pasar tetap waspada.

Di pasar energi, harga minyak mentah melonjak. Brent naik 1,26 persen menjadi USD64,90 per barel, sementara West Texas Intermediate (WTI) menguat 1,56 persen ke USD61,84. 

Kenaikan ini dipicu oleh dua faktor utama. Pertama, OPEC+ memutuskan untuk tidak mengubah kebijakan produksi saat ini. Kedua, pemerintah AS membatasi ekspor minyak oleh Chevron dari Venezuela, meskipun perusahaan itu tetap diizinkan mempertahankan asetnya di negara tersebut. 

Keputusan ini menimbulkan kekhawatiran baru soal pasokan global di tengah kondisi pasar yang sudah sensitif.

Risalah The Fed Ungkap Adanya Potensi Dilema

Dari sisi kebijakan moneter, risalah rapat terakhir The Federal Reserve mengungkap adanya potensi dilema yang dihadapi bank sentral: inflasi yang masih tinggi sementara tekanan pada pasar tenaga kerja mulai muncul. 

Para pejabat The Fed menyadari bahwa langkah berikutnya tidak akan mudah—antara menjaga inflasi tetap terkendali dan memastikan pertumbuhan ekonomi tidak terlalu melambat.

Pasar obligasi pun ikut merespons. Imbal hasil surat utang AS bertenor 10 tahun naik menjadi 4,473 persen, sementara obligasi 30 tahun menguat ke 4,9676 persen. 

Lelang obligasi bertenor lima tahun senilai USD70 miliar menunjukkan permintaan yang kuat dari investor asing, mencerminkan kepercayaan terhadap obligasi AS meski volatilitas masih tinggi.

Sementara itu, dolar AS menguat terhadap mata uang utama lainnya. Terhadap yen Jepang, dolar naik 0,35 persen menjadi 144,82, dan terhadap euro menguat 0,32 persen ke USD1,1292. 

Kinerja dolar ditopang oleh optimisme akan kesepakatan dagang dan minimnya minat terhadap obligasi jangka panjang Jepang. Hanya terhadap franc Swiss, dolar tercatat bergerak datar.

Harga emas justru mengalami penurunan tipis. Spot gold turun 0,18 persen ke level USD3.293,66 per ons. Sementara kontrak berjangka emas AS ditutup turun 0,2 persen ke USD3.294,90. 

Tekanan terhadap emas muncul seiring menguatnya dolar dan naiknya imbal hasil obligasi, yang membuat emas relatif kurang menarik sebagai aset lindung nilai.

Secara keseluruhan, pasar bergerak dalam ketidakpastian yang tinggi. Sentimen positif dari pelonggaran ketegangan dagang dan kinerja korporasi belum cukup kuat untuk menutupi kekhawatiran terhadap pasokan energi, inflasi, dan arah kebijakan The Fed. 

Untuk sementara waktu, investor tampaknya akan tetap mengambil posisi hati-hati sambil menunggu arah pasar yang lebih jelas.(*)

Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

Gabung Sekarang

Jurnalis

Yunila Wati

Telah berkarier sebagai jurnalis sejak 2002 dan telah aktif menulis tentang politik, olahraga, hiburan, serta makro ekonomi. Berkarier lebih dari satu dekade di dunia jurnalistik dengan beragam media, mulai dari media umum hingga media yang mengkhususkan pada sektor perempuan, keluarga dan anak.

Saat ini, sudah lebih dari 1000 naskah ditulis mengenai saham, emiten, dan ekonomi makro lainnya.

Tercatat pula sebagai Wartawan Utama sejak 2022, melalui Uji Kompetensi Wartawan yang diinisiasi oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dengan nomor 914-PWI/WU/DP/XII/2022/08/06/79