KABARBURSA.COM - Wall Street mencatatkan penguatan signifikan, terutama pada indeks teknologi Nasdaq yang melonjak 2 persen. Hal ini terjadi setelah pasar saham Amerika Serikat (AS) mengalami volatilitas tinggi sepanjang hari akibat investor mencerna laporan inflasi terbaru yang mempengaruhi ekspektasi terhadap kebijakan suku bunga Federal Reserve.
Kinerja Indeks Utama
Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) di Bursa Efek New York berhasil mencatat kenaikan meski sempat mengalami tekanan hebat. DJIA bertambah 124,75 poin atau 0,31 persen, berakhir di 40.861,71 poin, setelah sempat terjun hingga 743,89 poin di awal sesi perdagangan.
Sementara itu, S&P 500 juga mengalami penguatan, naik 58,61 poin atau 1,07 persen dan ditutup pada 5.554,13 poin. Ini adalah kali pertama sejak Oktober 2022 S&P 500 mencatat penurunan intraday lebih dari 1 persen dan berhasil pulih dengan kenaikan lebih dari 1 persen pada penutupan.
Bintang utama di pasar saham hari itu adalah Nasdaq, yang didominasi oleh saham-saham teknologi. Nasdaq melonjak 369,65 poin atau 2,17 persen dan ditutup di level 17.395,53 poin. Saham-saham perusahaan teknologi besar seperti Nvidia mencatat lonjakan 8 persen, sementara AMD naik hampir 5 persen. Saham-saham perusahaan semikonduktor yang tergabung dalam VanEck Semiconductor ETF (SMH) juga mencatat kenaikan sekitar 5 persen.
Pengaruh Laporan Inflasi
Pada sesi awal perdagangan, pasar sempat tertekan oleh laporan inflasi inti yang menunjukkan kenaikan lebih tinggi dari perkiraan. Inflasi inti, yang tidak mencakup kategori makanan dan energi, memberikan sinyal bahwa tekanan harga masih tetap tinggi, dan ini mengurangi harapan investor untuk pemotongan suku bunga yang lebih agresif dari Federal Reserve. Meski demikian, pasar tetap memperkirakan ada kemungkinan 85 persen bahwa bank sentral akan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin dalam pertemuan berikutnya.
Steve Sosnick, Kepala Strategi di Interactive Brokers, mengatakan bahwa data inflasi secara keseluruhan tidak terlalu buruk, tetapi inflasi inti yang lebih tinggi dari perkiraan menjadi pukulan bagi pasar yang berharap lebih pada penurunan suku bunga yang signifikan.
Saham Teknologi Pimpin Penguatan
Sektor teknologi menjadi pendorong utama penguatan Wall Street. Saham perusahaan semikonduktor seperti Nvidia dan AMD mengalami lonjakan signifikan, seiring optimisme terhadap potensi pertumbuhan sektor ini di tengah permintaan yang kuat untuk komponen chip dan semikonduktor.
Selain itu, saham-saham perusahaan teknologi besar lainnya seperti Apple, Microsoft, dan Amazon juga mencatatkan kenaikan, yang memberikan dorongan tambahan bagi Nasdaq untuk pulih dari penurunan sebelumnya.
Sektor Perbankan Mulai Pulih
Sektor perbankan, yang sempat tertekan oleh kekhawatiran inflasi, juga mulai menunjukkan pemulihan menjelang penutupan perdagangan. Saham-saham bank besar seperti JPMorgan Chase dan Goldman Sachs mencatat kenaikan, meskipun awalnya terdampak negatif oleh data inflasi yang mengurangi ekspektasi pemotongan suku bunga.
Indeks Volatilitas dan Kondisi Pasar
Indeks volatilitas CBOE (VIX), yang mengukur tingkat volatilitas pasar, sempat melonjak di atas 20 sebelum kembali turun ke level 18 menjelang penutupan. September sendiri dikenal sebagai bulan yang sulit bagi pasar saham, dengan rata-rata kerugian S&P 500 lebih dari 1 persen dalam 10 tahun terakhir. Namun, penguatan hari ini memberikan sedikit optimisme bahwa pasar dapat menghadapi ketidakpastian dengan lebih baik.
Outlook Pasar
Kenaikan Wall Street pada perdagangan Rabu, 11 September 2024 atau Kamis pagi, 12 September 2024, menunjukkan bahwa pasar masih memiliki daya tahan meskipun dihadapkan dengan laporan inflasi yang mengejutkan. Fokus investor saat ini tertuju pada keputusan Federal Reserve dalam pertemuan mendatang, dengan kemungkinan besar adanya pemotongan suku bunga sebesar 25 basis poin. Namun, inflasi yang tetap tinggi akan menjadi tantangan bagi bank sentral dalam menyeimbangkan kebijakan moneter untuk menjaga stabilitas ekonomi tanpa memicu resesi.
Dengan volatilitas yang masih tinggi dan ketidakpastian terkait kebijakan suku bunga, pasar saham di September diprediksi akan tetap berfluktuasi. Para pelaku pasar akan terus mencermati data ekonomi dan kebijakan Federal Reserve yang akan datang untuk mendapatkan arah yang lebih jelas terkait tren pasar selanjutnya.
Pengaruh bagi Pasar Indonesia
Mengacu pada kondisi di Wall Street dan data ekonomi AS terkait inflasi dan kebijakan suku bunga, beberapa emiten di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang berpotensi terdampak. Dengan penguatan sektor teknologi di Wall Street, saham-saham teknologi di Indonesia bisa turut terangkat oleh sentimen positif. Emiten di sektor teknologi yang bisa mendapatkan dampak positif antara lain EMTK, BUKA, GOTO.
Saham-saham bank di AS seperti JPMorgan Chase dan Goldman Sachs juga menunjukkan tanda-tanda pemulihan, yang bisa memberikan efek serupa pada bank-bank besar di Indonesia. Emiten yang berpotensi terdampak antara lain BBCA, BBRI, BMRI.
Sektor semikonduktor yang kuat di AS, terutama dengan kenaikan saham Nvidia dan AMD, bisa mempengaruhi saham perusahaan teknologi yang terkait dengan industri semikonduktor di Indonesia. Meskipun Indonesia tidak memiliki produsen semikonduktor besar, beberapa perusahaan yang terlibat dalam teknologi atau perangkat keras dapat terdampak, seperti MTDL dan TECH.
Selain sektor teknologi dan perbankan, kebijakan suku bunga dan inflasi AS juga akan berdampak pada sektor komoditas, termasuk energi. Emiten yang bergerak di bidang energi, terutama minyak dan gas, bisa terdampak baik positif maupun negatif tergantung pada kebijakan Fed dan harga minyak global, misalnya MEDC dan PGAS.
Jika Federal Reserve tetap pada jalur kebijakan moneter ketat, ini dapat menekan sektor properti yang sensitif terhadap suku bunga. Emiten yang berpotensi terdampak termasuk CTRA dan PWON.
Emiten-emiten di sektor teknologi, perbankan, energi, dan properti di Indonesia kemungkinan besar akan terpengaruh oleh sentimen global yang dibawa oleh laporan inflasi AS dan kebijakan Federal Reserve. Sektor teknologi dan perbankan berpotensi mengalami kenaikan, sementara sektor energi dapat memperoleh keuntungan dari lonjakan harga minyak. Sebaliknya, sektor properti mungkin menghadapi tantangan jika suku bunga global terus naik.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.