KABARBURSA.COM - Pasar saham Amerika Serikat ditutup melemah tajam pada Rabu waktu setempat, di tengah lonjakan imbal hasil obligasi yang dipicu kekhawatiran meningkatnya beban utang negara secara drastis.
Indeks Dow Jones jatuh lebih dari 800 poin, sementara S&P 500 dan Nasdaq juga mencatatkan koreksi harian terbesar dalam sebulan terakhir.
Keresahan pasar datang dari rencana pemangkasan pajak yang diajukan Presiden Donald Trump. Menurut analisis lembaga non-partisan, rancangan kebijakan tersebut berpotensi menambah utang pemerintah federal hingga USD5 triliun.
Saat ini, total utang pemerintah AS telah mencapai angka mencengangkan, yaitu USD36,2 triliun.
Di tengah kebuntuan politik di Washington, komite DPR AS menggelar sidang tidak biasa untuk membahas pemotongan anggaran, termasuk pada program Medicaid, salah satu jaring pengaman sosial terbesar di negara itu.
Tidak hanya itu, ketidakpastian tersebut langsung tercermin di pasar obligasi. Departemen Keuangan AS menggelar lelang surat utang bertenor 20 tahun senilai USD16 miliar, namun respons investor tampak dingin.
Akibatnya, yield obligasi acuan 10 tahun melonjak 10,8 basis poin ke level 4,589 persen, angka tertinggi sejak pertengahan Februari lalu. Kenaikan yield ini umumnya dipandang sebagai sinyal bahwa pasar melihat risiko fiskal meningkat, yang berpotensi menekan ekonomi dalam jangka menengah.
DJIA, S&P 500, Nasdaq Merosot Tajam
Pasar saham pun merespons negatif. Dow Jones Industrial Average (DJIA) merosot 1,91 persen ke level 41.860,44. S&P 500 turun 1,61 persen menjadi 5.844,61, sementara Nasdaq melemah 1,41 persen ke 18.872,64.
Saham-saham berkapitalisasi kecil dalam indeks Russell 2000 bahkan mencatatkan pelemahan harian terburuk sejak April.
Penurunan terjadi hampir merata di seluruh sektor. Dari 11 sektor dalam indeks S&P 500, 10 di antaranya berada di zona merah.
Sektor real estat, kesehatan, keuangan, utilitas, konsumsi non-primer, dan teknologi menjadi yang paling tertekan. Satu-satunya sektor yang mencatatkan kenaikan adalah jasa komunikasi.
Saham-saham raksasa teknologi menunjukkan pergerakan yang beragam. Alphabet, induk perusahaan Google, naik 2,7 persen. Namun Nvidia melemah hampir 2 persen, Apple turun 2,3 persen, dan Tesla merosot 2,7 persen.
Sektor kesehatan turut menjadi sorotan setelah saham UnitedHealth Group ambles hampir 6 persen menyusul laporan investigatif yang menyebut perusahaan itu diam-diam membayar insentif kepada panti jompo untuk menekan jumlah pasien yang dirujuk ke rumah sakit.
Lembaga keuangan HSBC kemudian memangkas peringkat saham UnitedHealth dari “hold” menjadi “reduce”.
Dari sektor ritel, Target tertekan hingga 5,2 persen setelah perusahaan memangkas proyeksi pendapatannya tahun ini. Manajemen menyebut adanya penurunan belanja konsumen, terutama pada produk-produk non-esensial.
Drama terbesar datang dari Wolfspeed, perusahaan pemasok semikonduktor, yang sahamnya anjlok hampir 60 persen. Penurunan drastis ini terjadi setelah laporan menyebut Wolfspeed tengah mempertimbangkan untuk mengajukan kebangkrutan dalam waktu dekat.
Morgan Stanley Naikkan Rekomendasi Pasar Saham AS
Meski demikian, di tengah tekanan tersebut, ada suara yang memberikan harapan. Morgan Stanley menaikkan rekomendasi terhadap pasar saham AS menjadi “overweight”, dengan keyakinan bahwa ekonomi global masih tumbuh, meski perlahan, dan bahwa pasar sedang menghadapi masa transisi kebijakan, bukan krisis fundamental.
Namun, data teknikal menunjukkan tekanan yang cukup nyata. Rasio saham yang turun di New York Stock Exchange (NYSE) jauh melampaui yang naik, dengan perbandingan hampir 6:1.
Volume perdagangan pun melonjak, dengan total 19,39 miliar saham berpindah tangan, lebih tinggi dari rata-rata 20 hari terakhir sebesar 17,5 miliar.
Pasar tampaknya tengah berada di persimpangan. Di satu sisi, ada potensi pemulihan yang didorong oleh pertumbuhan ekonomi global. Namun di sisi lain, bayang-bayang krisis fiskal dan ketidakpastian kebijakan domestik terus menghantui sentimen investor.(*)