Logo
>

50 Ribu Karyawan Sritex Waswas bakal Di-PHK

Ditulis oleh Ayyubi Kholid
50 Ribu Karyawan Sritex Waswas bakal Di-PHK

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Nasib 50.000 karyawan PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) terancam pasca perusahaan tekstil tersebut dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri Niaga Semarang.

    Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan bahwa pihaknya sedang mengkaji beberapa opsi untuk menangani kondisi ini.

    “Bapak Presiden Prabowo memerintahkan kepada Kementerian Perindustrian, Kementerian Keuangan, Kementerian BUMN, dan Kementerian Ketenagakerjaan untuk segera mengkaji beberapa opsi dan skema menyelamatkan Sritex,” kata Agus Gumiwang, Kamis, 31 Oktober 2024.

    Meski begitu, Agus Gumiwang menyatakan bahwa pemerintah akan memprioritaskan karyawan Sritex dari ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK).

    Pemerintah, lanjut Agus, segera mengambil langkah-langkah yang progresif agar Sritex tetap dapat beroperasi, sehingga karyawan terhindar dari ancaman PHK.

    “Opsi dan skema penyelamatan ini akan disampaikan dalam waktu dekat, setelah empat kementerian selesai merumuskan cara penyelamatannya,” jelas Agus.

    Diberitakan sebelumnya, PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri Niaga Semarang pada perkara Nomor 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg.

    Keputusan pailit itu dikhawatirkan akan berimbas pada pemecatan karyawan Sritex. Terkait hal tersebut, pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) telah meminta agar Sritex tidak langsung melakukan PHK terhadap karyawannya.

    “Kemnaker meminta kepada PT Sritex dan anak-anak perusahaannya yang telah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri Niaga Semarang agar tidak terburu-buru melakukan PHK kepada pekerjanya, sampai dengan adanya putusan yang inkrah atau dari MA,” kata Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHI dan Jamsos) Indah Anggoro Putri.

    Sementara itu, anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani meminta Kementerian Ketanagakerjaan segera turun tangan menangani kasus tersebut.

    Kata dia, nasib 50.000 karyawan Sritex berada di ujung tanduk jika tidak ada intervensi nyata dari pemerintah.

    “Kepailitan ini tidak boleh dianggap sepele, karena jika dibiarkan tanpa penanganan serius, risikonya adalah terjadinya pemutusan kerja bagi puluhan ribu karyawan Sritex,” tegas Netty di Jakarta, Kamis, 31 Oktober 2024.

    Sebagai salah satu pemain utama industri tekstil, Sritex tak hanya memiliki kapasitas produksi besar hingga 1,1 juta bal kain per tahun, tetapi juga jaringan pemasarannya yang tersebar di lebih dari 100 negara di berbagai negara di dunia.

    Dengan skala sebesar itu, Netty mengingatkan bahwa krisis di Sritex bisa berdampak langsung pada stabilitas ekonomi nasional dan mata pencaharian ribuan keluarga.

    “Perlindungan pekerja harus menjadi prioritas dalam setiap kebijakan pemerintah. Saya sepakat, pemerintah harus segera bertindak melindungi para pekerja Sritex yang berjumlah 45.000-50.000 orang. Di balik mereka, ada puluhan hingga ratusan ribu anggota keluarga yang bergantung pada perusahaan ini,” tegasnya.

    Netty pun mendorong pemerintah untuk meninjau ulang regulasi perdagangan dan ketenagakerjaan yang berpotensi mengancam keberlangsungan industri dalam negeri.

    Menurutnya, Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor telah menambah beban berat bagi industri tekstil nasional dengan memudahkan akses barang impor tanpa persetujuan teknis, yang kini membanjiri pasar domestik.

    “Sudah saatnya kebijakan ini mempertimbangkan potensi dalam negeri. Jika kebijakan impor justru merugikan industri lokal, maka perlu ada evaluasi, baik untuk direvisi atau bahkan dicabut,” pungkas Netty.

    Sritex Ajukan Kasasi ke MA

    PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) resmi mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) setelah Pengadilan Negeri Niaga Semarang mengeluarkan putusan pailit terhadap perusahaan tersebut.

    Langkah ini diambil menyusul permohonan pembatalan perdamaian dari PT Indo Bharat Rayon, salah satu kreditur, yang menilai Sritex dan tiga perusahaan terkait tidak memenuhi kewajiban pembayaran utang.

    Manajemen Sritex menegaskan bahwa pengajuan kasasi ini merupakan komitmen perusahaan terhadap semua pemangku kepentingan, termasuk kreditur, pelanggan, karyawan, dan pemasok.

    “Kami menghormati putusan hukum dan segera melakukan konsolidasi internal serta dengan para pemangku kepentingan,” kata Sritex dalam pernyataan resmi yang dirilis, Jumat, 25 Oktober 2024.

    Kasasi diajukan pada hari Jumat kemarin, dengan harapan dapat menyelesaikan masalah pailit secara baik dan melindungi kepentingan semua pihak yang terlibat.

    Sritex, yang telah beroperasi selama 58 tahun dan berperan penting dalam industri tekstil Indonesia, menekankan bahwa keputusan pailit berdampak langsung pada 14.112 karyawan dan sekitar 50.000 tenaga kerja, termasuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang mendukung operasional perusahaan.

    Sritex juga meminta dukungan dari pemerintah dan pemangku kepentingan untuk memastikan kontribusinya terhadap perkembangan industri tekstil Indonesia di masa mendatang.

    Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyatakan bahwa pemerintah akan segera mengambil langkah untuk melindungi karyawan Sritex dari kemungkinan pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat status pailit yang ditetapkan oleh PN Niaga Semarang.

    “Pemerintah berkomitmen untuk menjaga kelangsungan operasional perusahaan agar karyawan tetap aman dari PHK,” ungkap Agus Gumiwang dalam pernyataan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat.

    Sebagai informasi, Sritex dikenal sebagai produsen tekstil besar di Indonesia, memproduksi 24 juta potong kain per tahun dan mengekspor ke 40 negara.

    Perusahaan ini juga pernah memproduksi busana untuk label ternama, serta menyuplai seragam militer untuk 27 negara.

    Menurut laporan keuangan per Desember 2020, total utang Sritex mencapai Rp17,1 triliun, sedangkan total aset hanya Rp26,9 triliun.

    Gugatan dari PT Indo Bharat Rayon terhadap Sritex dimulai pada 2 September 2024, dengan klaim bahwa perusahaan gagal memenuhi kewajiban utangnya. Meskipun Sritex sebelumnya setuju untuk membayar utang sesuai Putusan Homologasi pada 25 Januari 2022, pembayaran tersebut tidak terlaksana.

    PT Indo Bharat Rayon juga meminta PN Niaga Semarang untuk mencabut keputusan pembatalan perdamaian yang sebelumnya telah disepakati.

    Juru Bicara Pengadilan Niaga Kota Semarang Haruno Patriadi mengatakan bahwa pengadilan akan menunjuk kurator dan hakim pengawas untuk menangani kasus ini.

    “Kurator akan mengatur rapat dengan para debitur selanjutnya,” kata Haruno. (*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Ayyubi Kholid

    Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.