KABARBURSA.COM - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) memutuskan untuk menambah satu jabatan wakil menteri. Kini, posisi ini diisi oleh Angga Raka Prabowo, yang akan mendampingi Nezar Patria yang telah lebih dulu menjabat. Langkah ini menimbulkan pertanyaan: apakah Kemenkominfo benar-benar membutuhkan dua wakil menteri?
Angga Raka, yang baru dilantik, bergabung dengan Nezar yang telah mengemban tugas ini sejak Juli tahun lalu. Kedua wakil menteri ini diharapkan mampu menyelesaikan sejumlah agenda pemerintahan Presiden Jokowi yang hanya menyisakan waktu sekitar dua bulan lagi.
Menteri Kominfo, Budi Arie Setiadi, menegaskan bahwa dengan tambahan Wamen Angga Raka dan penunjukan Prabu Revolusi sebagai Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) menggantikan Usman Kansong, ia optimis dapat menuntaskan sejumlah agenda prioritas Kominfo.
Budi Arie juga berharap dengan adanya dua wakil menteri ini, optimalisasi layanan publik di bidang Kominfo serta percepatan transformasi digital dapat segera terwujud sebelum masa jabatan Presiden Jokowi berakhir.
Berikut beberapa program prioritas yang harus diselesaikan Budi Arie bersama dua wakilnya:
- Perbaikan arsitektur dan tata kelola Pusat Data Nasional Sementara (PDNS)
- Penyelesaian pembangunan Pusat Data Nasional (PDN)
- Implementasi regulasi terkait Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (PDP)
- Percepatan pemberantasan judi online
- Adopsi teknologi kecerdasan buatan (AI) untuk pelayanan publik
Penunjukan ini dipandang sebagai momentum penting untuk memperkuat tata kelola pemerintahan dan meningkatkan kualitas layanan publik di sektor komunikasi dan informatika, jelas Budi Arie dalam rilis resminya pada Selasa 20 Agustus 2024.
Angga Raka, politisi Gerindra yang dikenal sebagai loyalis Presiden Terpilih Prabowo Subianto, juga menekankan pentingnya rasa urgensi dalam menjalankan tugas. "Saya minta seluruh pejabat di Kominfo tidak lagi berlambat-lambat," tegasnya.
Tugas Angga Raka difokuskan pada perlindungan data pribadi dan penanganan judi online. "Ada banyak tugas yang harus kami selesaikan. Kami akan segera berkoordinasi dengan Menteri, Wakil Menteri, dan tim di Kominfo untuk memastikan program-program ini berjalan efektif," kata dia.
PDNS Mudah Diserang Hacker
Serangan siber terhadap Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) yang melumpuhkan layanan publik sejak Kamis (20/06) telah diidentifikasi sebagai insiden "paling kritis" dalam sejarah peretasan data pemerintah, menurut pakar keamanan siber. Pertanyaannya, mengapa lembaga negara masih begitu rentan terhadap ancaman digital ini?
Teguh Aprianto, pakar dari Ethical Hackers Indonesia, menyoroti bahwa gangguan ini disebabkan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) yang tidak memiliki cadangan data yang memadai serta sistem pertahanan yang lemah dalam menghadapi serangan siber yang terus berkembang.
Menurut Usman Kansong, Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kemenkominfo, beberapa pusat data memang telah memiliki cadangan. Namun, ia mengakui bahwa perkembangan teknologi membuat para peretas semakin canggih dan sulit dibendung. Saat ini, Kemenkominfo tengah mengembangkan sistem perlindungan yang diuji melalui simulasi reguler untuk mencegah serangan di masa depan.
Badan Siber dan Sandi Nasional (BSSN) menduga serangan ini merupakan akibat dari varian ransomware Lockbit 3.0, yaitu perangkat lunak berbahaya yang merusak server PDNS yang terletak di Surabaya. Imbasnya, banyak layanan publik, termasuk layanan imigrasi, lumpuh total.
Peretas yang mengklaim sebagai bagian dari grup Lockbit meminta tebusan sebesar US$8 juta (sekitar Rp131 miliar). Namun, pemerintah Indonesia bersikukuh tidak akan membayar tebusan tersebut, meski lebih dari 282 layanan instansi pemerintah terganggu, termasuk Layanan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di beberapa daerah.
Serangan ransomware seperti Lockbit 3.0 memang dikenal sangat berbahaya. Program jahat ini menyusup ke dalam sistem, mengunci akses ke data penting, dan menuntut tebusan untuk memulihkannya. Lockbit, yang merupakan grup peretas asal Rusia, telah meresahkan banyak negara, termasuk Indonesia. Pada Mei 2023, mereka juga bertanggung jawab atas serangan yang melumpuhkan Bank Syariah Indonesia (BSI).
Situasi yang terjadi sekarang menempatkan pemerintah Indonesia dalam dilema besar. Jika tidak membayar tebusan, risiko hilangnya data atau kebocoran di internet semakin besar. Namun, jika memilih untuk membayar, hal ini bisa memberikan sinyal bahwa Indonesia adalah target empuk bagi kelompok-kelompok peretas lain.
Upaya pemulihan terus dilakukan, terutama oleh Kementerian Hukum dan HAM yang memindahkan layanan imigrasi ke Amazon Web Services (AWS). Sistem aplikasi lintas batas kembali normal sejak Sabtu (22/06), meski masih ada beberapa layanan yang membutuhkan waktu lebih lama untuk pulih sepenuhnya.
Pakar keamanan, Teguh Aprianto, menegaskan bahwa masalah utama dalam serangan siber ini adalah lemahnya sistem pertahanan siber pemerintah. Meski serangan ini merupakan yang terparah, bukan kali pertama data pemerintah berhasil dibobol. Pada November 2023, sebanyak 204 juta data pemilih Pemilu 2024 dicuri dari situs KPU. Begitu juga pada Juli 2023, ketika 34 juta data paspor WNI bocor akibat ulah peretas anonim "Bjorka".
Kemenkominfo kini berupaya membangun tiga pusat data nasional yang lebih tangguh di Cikarang, Batam, dan Ibu Kota Nusantara (IKN). Perlindungan akan diperkuat dengan tes penetrasi berkala, di mana sistem akan diuji untuk mendeteksi kelemahan sehingga dapat segera diperbaiki.
Namun, hingga saat ini, Indonesia masih berjuang untuk keluar dari lingkaran setan serangan siber yang terus mengancam stabilitas data negara. (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.