KABARBURSA.COM – Pada perdagangan pekan lalu sebelum libur panjang akhir pekan, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terkoreksi sebesar 0,87 persen ke level 7.113. Koreksi tersebut diiringi oleh aksi jual bersih investor asing (net foreign outflow) sebesar Rp3,9 triliun di pasar reguler.
Equity Analyst Indo Premier Sekuritas (IPOT), Imam Gunadi, menjelaskan bahwa tekanan terhadap IHSG secara umum masih dipengaruhi oleh eskalasi tensi perang dagang antara Amerika Serikat dan China yang kembali memanas akibat tudingan saling melanggar komitmen dagang.
Amerika Serikat menuduh China mengingkari janji untuk melonggarkan kontrol ekspor tanah jarang yang menjadi komponen penting dalam produksi perangkat elektronik canggih. Sebaliknya, China menyuarakan kritik terhadap pembatasan AS atas komponen mesin jet, perangkat lunak desain chip, chip Huawei Technologies Co, hingga tindakan keras terhadap visa pelajar asal China.
“Berkaca pada tensi tersebut, Amerika Serikat dan China akan kembali melakukan pertemuan bilateral di London pada Senin, 9 Juni 2025. Pertemuan ini menjadi kelanjutan dari pertemuan sebelumnya di Jenewa pada 12 Mei 2025 yang membahas rencana pencabutan sebagian tarif tinggi antar kedua negara,” kata Imam melalui keterangan resmi yang diterima KabarBursa.com pada Selasa, 10 Juni 2025.
Ia menambahkan bahwa perdagangan pada pekan ini hanya akan berlangsung selama empat hari karena masih adanya libur cuti bersama Idul Adha. Fokus pelaku pasar akan tertuju pada hasil dari pertemuan AS dan China yang berpotensi menghasilkan sinyal positif bagi stabilitas ekonomi global dan pasar keuangan.
Secara teknikal, pergerakan IHSG pada Kamis pekan lalu membentuk pola candlestick hammer yang mencerminkan bahwa pelaku pasar telah mulai mentoleransi eskalasi konflik dan bersiap menghadapi potensi hasil positif dari diplomasi kedua negara adidaya tersebut.
“Kami memproyeksikan IHSG berpeluang menguat pekan ini dengan level resistance di 7.325 dan support di 6.994,” imbuhnya.
Merespons peluang dari potensi meredanya perang dagang tersebut, Imam merekomendasikan sejumlah saham yang layak diperhatikan investor.
Salah satunya adalah PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk dari sektor perbankan dengan kode emiten BBNI. Saham ini diperkirakan bergerak pada level entry 4.450 dengan target harga 4.630 dan stop loss di bawah 4.360. BBNI dinilai diuntungkan dari skenario deeskalasi konflik karena termasuk dalam kategori saham unggulan (blue chip) yang cenderung menjadi incaran saat pasar rebound. Secara teknikal, saham BBNI menunjukkan potensi pola cup and handle yang memperkuat peluang pembalikan arah tren jangka menengah. Selain itu, dari empat bank besar, BBNI mencatatkan arus masuk dana asing terbesar pada Kamis lalu.
Rekomendasi berikutnya adalah PT Rukun Raharja Tbk yang bergerak di sektor energi dan distribusi gas dengan kode emiten RAJA. Saham RAJA diproyeksikan masuk pada level 2.710 dengan target harga 2.880 dan stop loss di bawah 2.630. Jika ketegangan dagang antara AS dan China mereda, maka permintaan terhadap komoditas energi seperti minyak berpotensi meningkat. Hal ini akan mendorong harga minyak global, yang pada akhirnya akan menjadi katalis positif bagi saham-saham energi seperti RAJA. Secara teknikal, RAJA juga sedang membentuk pola bullish continuation pattern atau bullish flag.
Sementara itu, PT Surya Semesta Internusa Tbk dari sektor properti dan kawasan industri dengan kode emiten SSIA juga mendapat sorotan. Saham ini diperkirakan bergerak pada level entry 1.035 dengan target harga 1.105 dan stop loss di bawah 1.000. Apabila ketidakpastian global mereda, investor global cenderung lebih agresif menanamkan modal di emerging markets seperti Indonesia, dan emiten pengelola kawasan industri seperti SSIA akan menjadi salah satu pihak yang paling diuntungkan.
IPOT juga merekomendasikan instrumen Reksa Dana Saham Power Fund Series (PFS) bagi investor dengan profil risiko moderat hingga agresif. Salah satu produk unggulannya adalah Premier ETF PEFINDO i-Grade dengan kode XIPI. Produk ini ditawarkan pada level entry 221, target 228, dan stop loss di bawah 216. Dengan portofolio saham yang sudah terdiversifikasi, XIPI memberikan transparansi dan likuiditas tinggi. Bahkan jika hasil diplomasi AS dan China tidak sepenuhnya memuaskan, downside risiko terhadap reksa dana ini dinilai tetap terbatas.(*)