KABARBURSA.COM - Adaro Andalan Indonesia (AADI) belum genap setahun mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Sebagai pendatang baru yang melantai pada Desember 2024, emiten ini kini memasuki masa adaptasi penting dalam mengelola ekspektasi public, terutama soal pembagian dividen.
Mengutip data Stockbit, Minggu, 25 Mei 2025, manajemen AADI menyebut bahwa kemungkinan besar tidak akan ada pembagian dividen untuk tahun buku 2024. Keputusan ini, walau belum final, tampaknya bisa dimaklumi.
Pasalnya, AADI masih dalam tahap konsolidasi setelah spin-off dari Adaro Energy (ADRO), induk usaha yang sebelumnya membesarkan namanya. Kini, sebagai entitas mandiri, AADI perlu menata ulang neraca keuangannya dan menyiapkan ruang yang cukup untuk ekspansi.
Yang jelas, tahun depan perusahaan sudah bersiap menggelontorkan belanja modal dalam skala besar, antara USD250 juta hingga USD300 juta. Angka ini mencerminkan strategi agresif untuk memperkuat aset dan kapasitas produksi. Karena itu, menahan dividen di awal perjalanan sebagai emiten publik tampaknya lebih merupakan langkah antisipatif ketimbang isyarat kelemahan.
Meski begitu, AADI tak menutup pintu sepenuhnya untuk dividen. Dalam prospektus IPO, manajemen sudah memberi sinyal bahwa mulai tahun buku 2025, perseroan menargetkan payout ratio hingga 45 persen dari laba bersih.
Dengan asumsi semuanya berjalan sesuai rencana, pembagian dividen perdana bisa terjadi paling cepat pada pertengahan 2026. Beberapa analis bahkan sempat menghitung potensi yield dividen hingga 17 persen terhadap harga IPO, meski proyeksi itu perlu dikaji ulang seiring dengan rencana capex yang lebih agresif.
Laba Bersih Kuartal I-2025 Merosot
Dari sisi kinerja, AADI masih dalam fase penyesuaian. Laba bersih kuartal I-2025 tercatat Rp3,2 triliun—turun dari Rp4,3 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Secara tahunan, laba 2024 mencapai Rp19,1 triliun, masih berada di bawah capaian 2022 yang sempat melonjak akibat boom komoditas.
Pendapatan pun mengalami penyesuaian. Kuartal II-2024 misalnya, mencatatkan pendapatan Rp9,4 triliun, lebih rendah dari tahun sebelumnya. Hal serupa juga terjadi pada kuartal IV.
Meski begitu, pasar masih memberi ruang. Kapitalisasi AADI saat ini berada di kisaran Rp56 triliun, dengan enterprise value sedikit lebih tinggi di Rp58 triliun. Ini menunjukkan bahwa ekspektasi jangka panjang terhadap potensi AADI tetap terjaga.
Performa Saham AADI Belum Stabil
Namun, performa sahamnya belum sepenuhnya stabil. Harga saham AADI terakhir tercatat di Rp7.200, turun 0,69 persen dalam satu hari. Dalam sepekan, koreksi mencapai 1,37 persen, dan secara year-to-date, penurunan sudah menembus 15 persen.
Tapi yang menarik, aksi beli investor asing justru meningkat, mencapai hampir Rp50 miliar. Ini bisa menjadi sinyal awal bahwa pemodal institusi mulai mengambil posisi, mungkin dengan pandangan jangka menengah hingga panjang.
Pasar Mulai Bergerak Positif: Beli Saham AADI?
Secara teknikal, indikator pasar mulai bergerak positif. Beberapa indikator utama seperti MACD, CCI, dan Stochastic menunjukkan sinyal beli, meski belum semua indikator sepakat. RSI masih netral di level 48, sementara indikator ROC dan Ultimate Oscillator masih mengarah ke bawah.
Di sisi moving average, harga AADI saat ini sudah mulai menembus rata-rata jangka pendek (MA5 dan MA10), namun masih berada di bawah rata-rata jangka menengah hingga panjang (MA20 hingga MA200).
Ini artinya, saham ini masih dalam fase konsolidasi, namun mulai menunjukkan potensi perbaikan.
Level pivot ada di sekitar Rp7.333. Dengan harga sekarang di bawah level itu, AADI memiliki peluang untuk menguji kembali area resistance di Rp7.566 hingga Rp7.833, jika didukung oleh volume dan sentimen yang kuat.
Secara keseluruhan, AADI memang belum memberikan hasil instan, terutama bagi investor yang menanti dividen sejak awal.
Tapi strategi penguatan fundamental yang tengah dibangun, rencana ekspansi yang ambisius, dan sinyal teknikal yang mulai membaik, memberi harapan bahwa saham ini belum selesai bercerita.
Apa yang Sebaiknya Dilakukan Investor?
Menyikapi situasi Adaro Andalan Indonesia (AADI) saat ini, langkah investor idealnya tak gegabah. Perusahaan memang sedang dalam masa transisi penting usai IPO pada akhir 2024.
Kebijakan yang cenderung konservatif, terutama soal dividen, adalah cerminan strategi manajemen untuk menjaga keseimbangan kas sambil mempersiapkan ekspansi besar di tahun depan.
Bagi investor, ini bukan sinyal untuk panik, melainkan momen untuk mengatur ulang strategi investasi dengan kepala dingin.
Bagi investor jangka pendek, kondisi harga saham AADI yang masih bergerak dalam tren konsolidasi memang kurang menggoda. Pergerakannya belum cukup kuat untuk disebut pulih, dengan beberapa indikator teknikal masih netral bahkan cenderung melemah.
Jika tujuannya adalah pergerakan harga cepat, AADI untuk sementara mungkin bukan pilihan yang paling atraktif.
Lebih bijak untuk menunggu momentum yang lebih jelas, terutama bila harga mampu menembus kembali level pivot penting di kisaran Rp7.333 dengan volume transaksi yang meyakinkan.
Namun untuk investor jangka menengah dan panjang, cerita AADI justru baru dimulai. Kapitalisasi pasarnya masih cukup kuat, aksi beli asing terus mengalir, dan rencana ekspansi yang konkret memberi harapan bahwa AADI bisa tumbuh menjadi pemain penting di sektor tambang batu bara.
Absennya dividen di tahun perdana tentu bukan kabar yang diinginkan semua orang. Tapi jika melihat ke depan, perusahaan sudah memberi komitmen akan mulai membagikan dividen dari laba tahun 2025, dengan potensi yield yang cukup kompetitif.
Ini bisa menjadi alasan bagi investor jangka panjang untuk mulai mencicil posisi, tentu dengan pertimbangan matang dan porsi yang sesuai profil risiko masing-masing.
Sementara bagi mereka yang mengandalkan dividen sebagai sumber pendapatan utama, AADI belum bisa memenuhi ekspektasi tersebut. Setidaknya hingga pertengahan 2026.
Dalam kasus ini, investor income-seeking bisa memilih menunggu kejelasan kebijakan pembagian laba setelah RUPS 2026, atau mengalihkan fokus ke saham dividen lain dalam portofolio mereka, sembari tetap memantau perkembangan AADI dari jauh.
Yang pasti, saham ini belum berada dalam posisi “siap ngebut”. Tapi sinyal teknikal mulai menunjukkan bahwa tekanan jual mulai mereda.
Jika didukung oleh kinerja fundamental yang membaik dan kepastian arah manajemen, bukan tidak mungkin AADI bisa kembali mencuri perhatian pasar.
Kesimpulannya, AADI saat ini bukan saham untuk mereka yang mencari hasil cepat. Tapi untuk investor yang sabar dan berpikiran panjang, saham ini patut diamati. Karena di balik ketenangannya sekarang, ada potensi besar yang tengah disiapkan.
Dan seperti biasa, mereka yang lebih dulu bersiap sering kali jadi yang lebih dulu menuai hasil.(*)