KABARBURSA.COM - Bank Pembangunan Asia (ADB) memberikan pinjaman sebesar USD500 juta atau sekitar Rp8 triliun untuk mendukung upaya Indonesia mengurangi sampah plastik di laut hingga 70 persen pada 2025.
Jiro Tominaga, Direktur ADB untuk Indonesia, menjelaskan bahwa sampah plastik di laut telah mengancam mata pencaharian masyarakat pesisir dan berkontribusi terhadap perubahan iklim dengan mengganggu fungsi ekosistem laut.
"ADB berkomitmen mendukung Rencana Aksi Nasional Penanganan Sampah Laut Indonesia, dengan pendekatan holistik terhadap berbagai faktor penyebab pembuangan plastik ke laut," ujarnya, Senin, 27 Mei 2024.
Jiro menambahkan bahwa polusi plastik yang tidak terkendali dapat merusak ekosistem laut, mengganggu pariwisata laut, dan perikanan, yang merupakan sektor penting bagi perekonomian Indonesia.
Menurut Jiro, kerusakan ekosistem laut akibat sampah plastik dapat mencapai USD450 juta (Rp7,19 triliun) per tahun, serta mengancam pendapatan dari sektor pariwisata hingga USD3 miliar (Rp47,9 triliun).
Ia menyebut pemerintah Indonesia telah berkomitmen mengurangi 70 persen sampah plastik di laut pada 2025. Jiro mengatakan, hingga akhir 2022 lalu telah terjadi pengurangan sampah plastik di laut hingga 35 persen jika dibandingkan dengan jumlah sampah di laut pada 2018.
“ADB akan mendukung Rencana Aksi dengan meningkatkan pengelolaan limbah plastik, mengurangi produksi dan konsumsi plastik yang bermasalah, serta memperkuat data dan perangkat pemantauan untuk pembuatan kebijakan,” ungkapnya.
Menurutnya meskipun pakta internasional yang menekankan pada penurunan polusi plastik atau pakta plastik dunia (global plastic treaty) masih dalam proses pembahasan, ADB tetap mendukung rencana aksi nasional penanganan sampah laut yang dicanangkan RI.
Ia menekankan bahwa program pengurangan sampah laut memiliki fokus dalam pembenahan tiga aspek, yakni menangani limbah di hilir, intervensi di hulu untuk mengurangi produksi limbah plastik, hingga reformasi elemen-elemen pendukung.
“ADB senang dapat bermitra dengan Indonesia untuk mengurangi sampah laut dan sekaligus mempromosikan pengembangan ekonomi biru,” kata Jiro.
Komitmen ADB untuk Indonesia
Bhargav Dasgupta, Wakil Presiden ADB untuk Solusi Pasar, berkomitmen kepada Indonesia untuk membiayai proyek-proyek yang berfokus pada iklim dan melakukan transisi energi yang adil di Indonesia. Ini karena komunitas internasional menganggap Indonesia sebagai pelopor dalam transisi energi.
“ADB telah meningkatkan komitmennya untuk menyediakan pembiayaan iklim senilai 100 miliar dolar AS bagi negara-negara anggotanya yang sedang berkembang untuk periode 2019-2030,” kata Bhargav.
Bhargav menyatakan harapannya bahwa Indonesia dan negara-negara anggota lainnya akan memanfaatkan komitmen pembiayaan tersebut sebaik mungkin.
Berbagai proyek iklim dari berbagai negara anggota ADB dapat diajukan kepada ADB, dan ADB akan menyeleksi proyek yang benar-benar berdampak besar bagi penanganan iklim dan transisi energi.
“Kami membiayai proyek-proyek yang sangat berdampak, sangat berguna, dan sangat penting di bidang iklim melalui kemitraan dengan investor, sektor swasta lainnya,” ujarnya.
Berbagai proyek transisi energi seperti proyek panas bumi dan tenaga surya, berpeluang besar masuk dalam skema pembiayaan Energy Transition Mechanism (ETM).
Indonesia dan ADB menyepakati komitmen percepatan pelaksanaan pensiun dini (early retirement) pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) di Indonesia, yang dijalankan dalam kerangka ETM.
Kesepakatan itu dituangkan melalui penandatanganan MoU mengenai Penyelarasan Mekanisme Transisi Energi, yang dilakukan Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Jisman Hutajulu dan Director General and Group Chief Sector Group Ramesh Subramaniam di sela penyelenggaraan COP28 UNFCCC di Dubai, Uni Emirat Arab (UEA) pada 5 Desember 2023.
Di sisi lain, Indonesia berkomitmen untuk mencapai Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional (NDC) dan mencapai Net Zero Emission pada 2050 atau lebih cepat dalam percepatan transisi energi.
Dalam Perjanjian Paris, Indonesia menyatakan komitmennya dengan menargetkan pemangkasan 29 persen emisi gas rumah kaca pada 2030 dengan usaha sendiri atau penurunan 41 persen apabila mendapat dukungan dari internasional. Perjanjian Paris merupakan kesepakatan global yang monumental untuk menghadapi perubahan iklim.
Selain itu, Indonesia memiliki program kolaborasi Just Energy Transition Partnership (JETP) Indonesia yang merupakan pendanaan untuk akselerasi transisi berkeadilan yang pendanaannya berasal dari dana publik IPG dan swasta melalui The Glasgow Financial Alliance for Net Zero (GFANZ).
Pendanaan JETP Indonesia terdiri atas 10 miliar dolar AS pendanaan publik dari para anggota IPG (Amerika Serikat, Inggris Raya, Kanada, Jerman, Perancis, Italia, Jepang, Norwegia, Denmark, dan Uni Eropa).
Selain kolaborasi dengan JETP, Indonesia juga memiliki pendanaan yang dapat disalurkan melalui PT Sarana Multi Infrastruktur (PT SMI) dalam rangka melaksanakan tugas merealisasikan Energy Transition Mechanism (ETM), Country Platform untuk transisi energi nasional.
Sementara sebagai dana katalis, Indonesia mengusulkan agar pendanaan JETP dapat disalurkan melalui ETM-Country Platform. Indonesia juga memandang adanya progres yang baik, seperti beberapa proyek yang menjadi prioritas dan target-oriented di tahun 2024 dalam kerangka JETP.
Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi RI
Lebih lanjut Jiro mengatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia diproyeksikan mencapai 5 persen pada tahun 2024 dan 2025. Hal ini didukung oleh konsumsi dalam negeri, investasi infrastruktur, dan manajemen makroekonomi yang stabil.
“Secara umum fundamental ekonomi Indonesia cukup kuat dipadukan dengan manajemen makroekonomi yang solid,” kata Jiro.
Jiro menyebut bahwa Indonesia memiliki fondasi ekonomi yang solid dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,05 persen pada tahun 2023 dan inflasi yang tetap terkendali sesuai target. ADB memproyeksikan bahwa inflasi di Indonesia diperkirakan akan terus menurun dari 3,7 persen pada 2023 menjadi 2,8 persen pada 2024 dan 2025.
Meskipun terdapat risiko dari eksternal seperti ketegangan geopolitik, dan tingkat suku bunga Amerika Serikat (AS) yang bertahan tinggi untuk waktu yang lebih lama yang dapat memberikan tekanan kepada nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, namun menurut Jiro, Indonesia memiliki kekuatan dalam negeri, yang ditopang oleh konsumsi domestik dan manajemen makroekonomi yang kuat.
“Konsumsi dalam negeri sangat kuat, konsumsi swasta sangat kuat, dan ada juga peningkatan investasi,” ujarnya.