KABARBURSA.COM - PT Adhi Karya (Persero) Tbk (ADHI) mencatat perolehan kontrak baru senilai Rp20,1 triliun hingga akhir 2024. Angka ini mencerminkan berbagai proyek yang telah diamankan perusahaan sepanjang tahun tersebut.
Secara lebih rinci, mayoritas kontrak baru berasal dari proyek pembangunan gedung. Proyek ini menyumbang 44 persen dari total perolehan. Sementara itu, proyek di sektor sumber daya air mencakup 22 persen, diikuti oleh proyek jalan dan jembatan dengan porsi yang sama, yaitu 22 persen. Sisanya, sekitar 12 persen, berasal dari sektor lain.
Jika ditinjau berdasarkan sumber pendanaan, sebanyak 49 persen kontrak dibiayai oleh pemerintah, sementara 6 persen berasal dari pinjaman. Perusahaan BUMN dan BUMD menyumbang 29 persen dari total kontrak, sedangkan pihak swasta berkontribusi sebesar 16 persen.
“Perolehan kami di 2024 untuk omzet kontrak sebesar Rp20,1 triliun. Sehingga, kalau dijumlahkan dengan kontrak yang sebelumnya ada carryover-nya Rp35 triliun, itu menjadi Rp55 triliun,” kata Direktur Utama ADHI, Entus Asnawi Mukhson dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR pada Rabu, 5 Maret 2025.
Beberapa proyek berskala besar yang tengah dikerjakan oleh ADHI antara lain Sarana Prasarana Tambak Udang Sumbawa KKP RI senilai Rp3,2 triliun, pembangunan Istana Wakil Presiden senilai Rp1,3 triliun, serta proyek EPCC Jetty & Propylene Storage Tank senilai Rp700 miliar.
Selain itu, perusahaan juga menangani pembangunan Jembatan Pulau Balang Bentang Pendek Fase 2 dengan nilai Rp500 miliar, serta proyek Tol IKN Paket 1B Segmen Bandara Sepinggan-Tol Balsam yang juga bernilai Rp500 miliar.
Entus menambahkan bahwa hingga Desember 2024, perusahaan tengah mengerjakan 105 proyek aktif. Beberapa di antaranya mencakup proyek Tol Sigli-Banda Aceh, infrastruktur di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, Tol Bayung Lencir-Tempino, dan pengembangan jalur MRT Jakarta CP 201 dan CP 202.
Proyek-proyek lainnya termasuk Tol Yogya-Bawen, Tol Solo-Yogya-Kulonprogo, pembangunan Smelter Manyar Gresik, serta dua proyek transportasi di Filipina, yaitu Malolos to Clark Railway Project CP S-01 dan South Commuter Railway Project CP S03C.
“Proyek-proyek besar yang ditargetkan tahun ini hingga 2026 akan berkontribusi pada pendapatan,” ujar Entus.
Di sisi lain, laporan keuangan perusahaan per Desember 2024 menunjukkan bahwa pendapatan dari proyek Non-JO mencapai Rp13,3 triliun. Jika digabungkan dengan pendapatan dari proyek JO sebesar Rp11,7 triliun, maka total pemasukan ADHI sepanjang tahun mencapai Rp25 triliun.
Angka ini mengalami penurunan sebesar 33,48 persen dibandingkan dengan pendapatan tahun sebelumnya yang mencapai Rp26,6 triliun.
Kesulitan Terbitkan Obligasi
Minimnya kepercayaan investor terhadap perusahaan BUMN sektor konstruksi menjadi tantangan besar bagi PT Adhi Karya (Persero) Tbk (ADHI) dalam menerbitkan obligasi.
Tantangan ini diungkapkan oleh Direktur Utama Adhi Karya, Entus Asnawi Mukhson, dalam rapat bersama Komisi VI DPR RI di Jakarta, Rabu, 5 Maret 2025. Ia menyoroti rendahnya minat pasar terhadap instrumen pendanaan yang diterbitkan perseroan, salah satunya obligasi.
"Situasi di market ini memang kepercayaan publik kepada karya ini memang sedang rendah-rendahnya. Sehingga kami untuk minta restructure obligasi saja demikian sulitnya," ujar Entus.
Kondisi tersebut tercermin dari penerbitan obligasi Adhi Karya pada tahun 2024 yang bernilai Rp1 triliun. Dari total tersebut, hanya Rp102 miliar yang terserap oleh investor.
"Tahun lalu kami jatuh tempo obligasi Rp1 triliun yang bisa diterbitkan itu hanya Rp102 miliar. Dari angka hampir Rp1 triliun. Jadi hanya 10 persen. Itu pun 10 persen itu dari Taspen bukan dari publik," jelasnya.
Menurutnya, situasi ini membuat Adhi Karya semakin bergantung pada dukungan pemerintah. Entus menilai bahwa kepercayaan publik terhadap sektor konstruksi telah mencapai titik terendah. Ia berharap, jika memungkinkan, penerbitan obligasi atau instrumen pendanaan lainnya dapat memperoleh penjaminan dari pemerintah agar perseroan tetap bisa memanfaatkan dana dari masyarakat
"Kalau dari publik kelihatannya memang sudah di titik nadir ini kepercayaan ke mana ke konstruksi. Saya kira kalau memungkinkan untuk penerbitan obligasi atau apapun mungkin bisa kami mendapatkan penjaminan dari pemerintah. Supaya juga masih bisa tetap menggunakan dana dari masyarakat," tambahnya.
Selain itu, akses pendanaan dari sektor perbankan pun kian ketat. Ia menyebutkan bahwa total utang obligasi dan perbankan yang sebelumnya mencapai Rp11 triliun kini telah turun menjadi Rp9 triliun.
"Dan utang obligasi maupun utang bank ini kami turunnya juga cukup ekstrem. Dari yang sebelumnya Rp11 triliun sekarang tinggal Rp9 triliun konsolidasi. Jadi kira-kira Rp2,5 triliun turunnya," ungkapnya.
Sebagai upaya mendapatkan pendanaan, Adhi Karya telah menerbitkan Obligasi Berkelanjutan IV pada tahun 2024 dengan tiga seri, masing-masing bertenor 3, 5, dan 7 tahun.
Sebagian besar dana yang diperoleh dari penerbitan tersebut sekitar 45 persen akan digunakan untuk melunasi obligasi berkelanjutan III tahap II tahun 2021. Sementara sisanya akan dialokasikan sebagai modal kerja untuk proyek-proyek yang tengah berjalan. (