KABARBURSA.COM - Harga minyak anjlok hampir 2 persen pada Senin, 29 Juli 2024, setelah aksi pejabat Israel memberikan pernyataan bahwa mereka ingin menghindari terjadinya konflik besar-besaran di Timur Tengah. Pernyataan ini diberikan untuk merespons serangan roket mematikan di Dataran Tinggi Golan yang diduduki Israel pada akhir pekan lalu.
Dikutip dari Reuters, kontrak berjangka minyak mentah Brent terpangkas USD1,35 (1,7 persen) menjadi USD79,78 per barel. Sementara itu, minyak mentah WTI Amerika Serikat (AS) jatuh USD1,35 (1,8 persen) menjadi USD75,81 per barel.
Dua pejabat Israel mengatakan kepada Reuters pada Senin, 29 Juli 2023, bahwa Israel ingin menyerang kelompok Lebanon yang didukung Iran, Hizbullah, yang disalahkan atas serangan pada Sabtu yang menewaskan 12 anak-anak dan remaja, tanpa memicu konflik yang lebih luas.
"Sepertinya pasar telah menyadari bahwa meskipun kejadian-kejadian ini mengerikan, mereka tidak mungkin menyebabkan konflik ke seluruh wilayah," kata John Kilduff, mitra di Again Capital di New York.
Pada Minggu, 28 Juli 2024, kabinet keamanan Israel memberikan otorisasi kepada pemerintah Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk memutuskan ‘cara dan waktu’ respons terhadap serangan di lapangan olahraga.
Israel berjanji untuk membalas dendam di Lebanon terhadap Hizbullah yang didukung Iran, yang membantah bertanggung jawab atas serangan tersebut. Jet-jet Israel menghantam target di Lebanon selatan pada Minggu, 28 Juli 2024.
Ketegangan tersebut memicu kekhawatiran investor tentang potensi dampak terhadap produksi minyak dari wilayah penghasil minyak terbesar di dunia, tetapi sejauh ini produksi belum terpengaruh.
"Meskipun ketegangan geopolitik baru di Timur Tengah, kurangnya gangguan pasokan membatasi reaksi harga yang positif," kata analis UBS Giovanni Staunovo.
Permintaan China
Brent dan WTI masing-masing kehilangan 1,8 persen dan 3,7 persen minggu lalu karena permintaan China yang menurun dan harapan akan kesepakatan gencatan senjata di Gaza.
"Masalah ekonomi di China juga menguras energi dari pasar minyak," kata Bob Yawger, direktur energi berjangka di Mizuho di New York.
Data yang dirilis bulan ini menunjukkan bahwa total impor minyak bahan bakar China turun 11 persen pada paruh pertama 2024, menimbulkan kekhawatiran tentang prospek permintaan yang lebih luas di importir minyak mentah terbesar di dunia.
Harga juga turun pada akhir minggu lalu karena berita bahwa kilang minyak besar Dangote di Nigeria menjual kembali kargo minyak mentah AS dan Nigeria setelah masalah teknis di pabrik tersebut.
Sementara itu, pasar tetap mengawasi produsen minyak Venezuela setelah otoritas pemilu negara tersebut mengatakan bahwa Presiden Nicolas Maduro memenangkan masa jabatan ketiga dengan 51 persen suara meskipun beberapa survei keluar menunjukkan kemenangan oposisi.
AS sebelumnya mengatakan akan ‘menyesuaikan’ kebijakan sanksinya terhadap Venezuela tergantung pada bagaimana pemilu berlangsung di negara anggota OPEC tersebut.
Prediksi Harga Minyak 2024
Harga minyak diperkirakan masih berada dalam tekanan pada tahun 2024 dan 2025. Pada periode tersebut, minyak harga WTI diperkirakan masing-masing berada di USD75 per barel dan USD65 per barel serta minyak Brent di level USD80 per barel dan USD70 per barel.
Tim riset Sinarmas Sekuritas berpandangan tekanan pada harga minyak akibat pengurangan produksi sukarela OPEC+. Selain itu, dikombinasikan dengan pertumbuhan permintaan minyak global yang lambat sehingga akan mendorong pasar minyak menjadi surplus pada akhir tahun 2025.
Pertemuan OPEC+ terakhir sepakat untuk memperpanjang pemangkasan 3,66 juta barel per hari (bph) selama satu tahun hingga akhir 2025 dan memperpanjang pemangkasan 2,2 juta bph selama tiga bulan hingga akhir September 2024. "Ini berarti OPEC+ secara bertahap akan menghapus pemotongan 2,2 juta bph selama setahun dari Oktober 2024 hingga September 2025," tulis Sinarmas Sekuritas dalam risetnya.
Di sisi lain, pasokan minyak tambahan juga akan datang dari produsen non-OPEC+. Sebagai contoh, perpanjangan pipa Trans Mountain di Kanada dengan meningkatkan kapasitasnya menjadi 890.000 barel per hari dari 300.000 barel per hari.
Secara keseluruhan, Sinarmas Sekuritas memperkirakan peningkatan 1,6 juta barel per hari dalam produksi dari produsen OPEC+ dan non-OPEC+ pada tahun 2025. "Ini lebih tinggi dari prediksi Badan Energi Internasional sebesar 980.000 barel per hari untuk pertumbuhan permintaan di tahun yang sama," papar tim analisa Sinarmas Sekuritas.
Meski begitu, harga minyak masih akan mengalami kenaikan di jangka pendek, yakni di kuartal III 2024. Sebab, melihat kebijakan dovish dari bank-bank sentral di seluruh dunia yang akan mendorong posisi spekulatif pada aset-aset berisiko seperti komoditas.
Sinarmas Sekuritas mencermati bahwa selama dua tahun terakhir, ayunan harga minyak memiliki korelasi positif dengan posisi spekulan. Pihaknya menemukan bahwa salah satu faktor yang mendorong posisi spekulan adalah ekspektasi suku bunga.
Dalam hal ini, pertumbuhan ekonomi sering kali meningkat seiring dengan penurunan suku bunga, yang berdampak positif pada permintaan komoditas. Namun, perubahan kebijakan moneter membutuhkan waktu untuk memengaruhi permintaan komoditas aktual, sehingga efek langsung pada harga, terutama didorong oleh ekspektasi investor mengenai permintaan di masa mendatang.
Secara historis, Sinarmas Sekuritas melihat ketika suku bunga dipotong berulang kali maka harga komoditas riil umumnya menurun. Tren ini tidak mengherankan, mengingat tiga siklus penurunan suku bunga terakhir bertepatan dengan resesi AS-pandemi COVID-19 pada tahun 2020, krisis keuangan global dari 2008 hingga 2009, dan pecahnya gelembung dot-com pada tahun 2001.
"Pada masa-masa tersebut, permintaan komoditas menurun, prospek permintaan di masa depan terlihat suram, dan sebagian besar aset keuangan lainnya seperti ekuitas mengalami aksi jual yang signifikan," tutup mereka. (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.