Logo
>

Analis Nilai Pasar Obligasi RI Masih Positif hingga 2025

Ditulis oleh Syahrianto
Analis Nilai Pasar Obligasi RI Masih Positif hingga 2025

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - PT Mandiri Sekuritas atau Mandiri Sekuritas optimis imbal hasil (yield) investasi di pasar obligasi Indonesia (INDOGB) 2024-2025 akan positif. Dengan asumsi yield surat berharga negara (SBN) tenor 10 tahun terus turun ke 6 persen pada 2025, investasi akan positif hingga 15 persen.

    Handy Yunianto, Head of Fixed Income Research Mandiri Sekuritas, menyampaikan, optimisme tersebut muncul atas tiga faktor utama. "Pertama, kemungkinan yang lebih tinggi bahwa Federal Reserve atau The Fed akan mulai memangkas suku bunga pada September 2024 ini, dan diproyeksikan akan terus turun hingga tahun depan," kata dia, dalam keterangan tertulisnya, dikutip Rabu, 18 September 2024.

    Secara historis, lanjut Handy, penurunan suku bunga Fed Funds Rate (FFR) akan dibarengi dengan penurunan US Treasury yield dan Dollar Index sehingga akan terus mendorong aliran dana asing masuk pasar obligasi.

    Sementara yang kedua, ujar analis Mandiri Sekuritas, kejelasan lebih lanjut tentang pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun ini dan prospek panduan fiskal 2025. Dapat diketahui, pemerintahan yang baru masih tetap mempertahankan prudent fiscal.

    "Yang ketiga, seiring dengan menguatnya mata uang rupiah terhadap dolar AS dan suku bunga Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) juga menunjukkan tren yang menurun. Dengan terus turunnya suku bunga SRBI, kami perkirakan permintaan obligasi berpotensi akan terus meningkat," jelas Handy.

    Sementara itu, year to date (ytd), dukungan dari onshore investor ke pasar obligasi tetap kuat, terutama dari retail dan institusi nonbank. Aliran dana asing juga mulai masuk ke pasar obligasi sebulan terakhir, namun secara porsi kepemilikan asing terhadap total outstandig SBN relatif masih rendah.

    "Secara valuasi, kami memperkirakan imbal hasil obligasi SBN tenor 10 tahun akan berpotensi turun ke level 6,2 persen atau kisaran di 6,0 hingga 6,4 persen, dengan asumsi FFR turun ke 4,75 persen, Bank Indonesia (BI) akan memangkas suku bunga acuan menjadi 5,75 persen, yield US Treasury 10 tahun berada di 3,8 persen, Credit Default Swap (CDS) 5 tahun Indonesia berada di 70, dan rupiah akan diperdagangkan pada Rp15.400 terhadap USD di akhir tahun 2024," ungkap Mandiri Sekuritas lewat laporannya itu.

    Handy menambahkan, penurunan lebih lanjut pada US Treasury yield juga akan berpotensi memperkuat posisi valuasi obligasi Indonesia.

    Di tengah gejolak global yang signifikan pada 2024 ini, mulai dari meningkatnya tensi geopolitik hingga masih tingginya tingkat suku bunga global, pasar obligasi Indonesia terbukti resilien.

    Ia menuturkan, diversifikasi portofolio investasi menjadi sangat penting. Obligasi hadir sebagai instrumen yang menarik karena memberikan cash flow kupon yang pasti dan stabil, dengan tingkat imbal hasil yang masih kompetitif, serta nilai pokok investasinya yang terjamin kembali lagi pada saat jatuh tempo.

    "Beberapa catatan risiko yang mungkin terjadi di pasar obligasi Indonesia adalah ditundanya pemangkasan suku bunga The Fed, ketegangan geopolitik yang meningkat, dan pelebaran defisit anggaran yang signifikan atau di atas 3 persen dari produk domestik bruto (PDB)," pungkas Handy.

    Sementara itu, Portfolio Manager, Fixed Income PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI), Laras Febriany, melihat peluang menarik di pasar obligasi Indonesia di tengah selisih imbal hasil obligasi pemerintah dan US Treasury yang mencapai level tertinggi dalam setahun terakhir.

    Laras menyatakan pada Kamis bahwa kondisi ini menciptakan potensi investasi menarik pada siklus akhir menjelang pemangkasan suku bunga. Per akhir Juni 2024, imbal hasil UST 10 tahun berada di kisaran 4,4 persen, sementara imbal hasil SUN tenor 10 tahun kembali menembus 7 persen.

    “Jika dibandingkan dengan negara di kawasan Asia, selisih imbal hasil obligasi Indonesia menjadi yang tertinggi, bahkan melebihi India. Ditambah lagi, Credit Default Swap (CDS) 5 tahun yang menggambarkan persepsi risiko investor untuk berinvestasi di Indonesia sudah stabil,” ujar Laras.

    Lebih lanjut, Laras melihat pasar obligasi tetap memiliki potensi, terutama jika inflasi Amerika Serikat (AS) menurun dengan stabil sehingga Fed Funds Rate (FFR) dapat diturunkan tahun ini, diiringi dengan stabilitas nilai tukar rupiah.

    “Kami melihat skenario ini bukanlah sesuatu yang mustahil. Kejelasan tentang outlook fiskal, anggaran APBN, dan kabinet ekonomi pemerintahan baru dapat menciptakan tambahan katalis bagi pasar obligasi ke depannya,” tambahnya.

    Dalam kondisi pasar yang bergejolak dan sensitif terhadap perubahan sentimen global maupun domestik, Laras menyarankan investor untuk menjaga tingkat risiko portofolio.

    “Menerapkan diversifikasi pada portofolio investasi dapat menjadi strategi bagi investor untuk menjaga tingkat risiko,” katanya.

    Laras juga menyebutkan bahwa reksa dana obligasi dapat dipertimbangkan oleh investor untuk memanfaatkan karakteristik defensif dari kelas aset obligasi. Kondisi imbal hasil obligasi yang tinggi saat ini bisa menjadi peluang bagi investor untuk “mengunci yield” di level yang menarik dan menikmati potensi capital gain ketika suku bunga mulai turun. (*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Syahrianto

    Jurnalis ekonomi yang telah berkarier sejak 2019 dan memperoleh sertifikasi Wartawan Muda dari Dewan Pers pada 2021. Sejak 2024, mulai memfokuskan diri sebagai jurnalis pasar modal.

    Saat ini, bertanggung jawab atas rubrik "Market Hari Ini" di Kabarbursa.com, menyajikan laporan terkini, analisis berbasis data, serta insight tentang pergerakan pasar saham di Indonesia.

    Dengan lebih dari satu tahun secara khusus meliput dan menganalisis isu-isu pasar modal, secara konsisten menghasilkan tulisan premium (premium content) yang menawarkan perspektif kedua (second opinion) strategis bagi investor.

    Sebagai seorang jurnalis yang berkomitmen pada akurasi, transparansi, dan kualitas informasi, saya terus mengedepankan standar tinggi dalam jurnalisme ekonomi dan pasar modal.