KABARBURSA.COM - Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II 2024 mengalami perlambatan, tercatat di angka 5,05 persen secara tahunan (year on year/yoy).
Direktur PT Reliance Sekuritas Indonesia Tbk, Reza Priyambada, menyatakan bahwa laporan pertumbuhan ekonomi ini mendapat respons negatif dari pelaku pasar. "Pelaku pasar tampaknya merespons negatif rilis pertumbuhan ekonomi ini karena lebih rendah dibandingkan pertumbuhan tahun lalu," ujarnya.
Menurut data dari BPS, pertumbuhan ekonomi pada kuartal II 2024 ini lebih rendah dibandingkan dengan 5,17 persen pada kuartal II 2023. Reza menjelaskan bahwa hal ini menimbulkan sentimen bahwa ekonomi Indonesia sedang mengalami perlambatan.
"Meskipun BPS melaporkan bahwa semua sektor mengalami pertumbuhan, namun pertumbuhannya masih lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya," jelasnya.
Ia juga menambahkan bahwa perlambatan pertumbuhan ekonomi ini berdampak pada IHSG. "Selain faktor global, penurunan beberapa indeks global juga dipengaruhi oleh dampak dari rilis GDP ini," tambahnya.
IHSG Memerah
Seperti diketahui, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok ke zona merah pada perdagangan hari ini, Senin, 5 Agustus 2024.
Otoritas Bursa Efek Indonesia (BEI) segera memberi tanggapan mengenai kemungkinan pemberhentian perdagangan atau trading halt.
Menurut data, per pukul 15.20 WIB, IHSG berada di level 7.070,90, turun sebesar 3,25 persen. Sepanjang sesi perdagangan, IHSG bergerak dalam rentang antara 6.998,81 hingga 7.308,12. Dari total saham yang diperdagangkan, hanya 53 yang mengalami kenaikan, sementara 619 saham mengalami penurunan dan 112 saham stagnan. Kapitalisasi pasar Bursa tercatat sebesar Rp12.029 triliun.
Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI, Irvan Susandy, mengungkapkan bahwa pihaknya terus memantau dinamika bursa global yang berdampak pada pergerakan IHSG. Dia berharap bahwa indeks komposit dapat pulih dan menghindari kemungkinan trading halt.
“Harapan kami, trading halt tidak perlu terjadi dan IHSG bisa menunjukkan perbaikan di sisa hari ini. Kami akan terus memantau perkembangan bursa global dan regional,” ujar Irvan dalam keterangan resmi, hari ini.
Sebelumnya, Maximilianus Nico Demus, Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas, mengungkapkan bahwa terdapat beberapa sentimen eksternal yang mempengaruhi pergerakan IHSG, terutama setelah laporan pertumbuhan ekonomi Indonesia menunjukkan perlambatan pada kuartal II 2024.
“Secara eksternal, bursa Asia mengalami koreksi dan tertekan oleh aksi jual, dipicu oleh data ekonomi Amerika Serikat,” jelas Nico.
Dia menambahkan bahwa data nonfarm payrolls AS hanya meningkat sebesar 114.000, jauh di bawah perkiraan 175.000. Selain itu, tingkat pengangguran meningkat menjadi 4,3 persen, lebih tinggi dari ekspektasi 4,1 persen.
“Data tersebut menimbulkan kekhawatiran tentang kemungkinan pelemahan ekonomi AS bahkan resesi, sehingga para pelaku pasar menjadi lebih berhati-hati mengenai prospek ekonomi negara tersebut,” ujarnya.
Di dalam negeri, meski ekonomi masih tumbuh, perlambatan tetap terjadi. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa pertumbuhan ekonomi kuartal II 2024 mencapai 5,05 persen secara tahunan, sedikit lebih rendah dibandingkan kuartal sebelumnya yang tumbuh 5,11 persen.
“Meskipun lebih rendah dari kuartal sebelumnya, kami percaya ini lebih disebabkan oleh faktor musiman yang mempengaruhi aktivitas ekonomi. Kami menilai pertumbuhan ekonomi domestik masih cukup positif, meski ketidakpastian global masih menjadi tantangan,” tambah Nico.
Saham Bank Turun
Penurunan ini tercermin juga pada saham-saham bank besar di Indonesia, termasuk PT Bank Mandiri Tbk (BMRI).
Saham BMRI terpuruk 2,21 perbankan ke level Rp6.650 per saham, menjadikannya salah satu top losers di kategori saham sejenis. Nilai transaksi saham BMRI hingga saat ini mencapai Rp449,56 miliar dengan volume perdagangan sebanyak 67,53 juta saham, dan frekuensi transaksi sebanyak 10.451 kali.
Selain BMRI, saham-saham besar lainnya juga menunjukkan penurunan:
- BBCA anjlok 1,96 persen ke level Rp10.000 per saham
- BBRI turun 1,69 persen ke level Rp4.630 per saham
- BBNI merosot 1,47 persen ke level Rp5.025 per saham
Penurunan tajam IHSG dan saham-saham bank besar ini terjadi seiring dengan pengumuman pertumbuhan ekonomi yang melambat pada kuartal II-2024. Meskipun pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat mencapai 5,05 persen yoy, angka ini lebih rendah dibandingkan pertumbuhan kuartal sebelumnya yang mencapai 5,11 persen.
Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan bahwa Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada kuartal II-2024 mencapai Rp5.536,5 triliun atas dasar harga berlaku. Angka ini hampir sesuai dengan konsensus pasar yang diperkirakan sekitar 5 persen. Momen Hari Raya Idul Fitri pada awal April tidak cukup untuk memberikan dorongan berarti bagi perekonomian.
Dalam perbandingan quarter-to-quarter (qtq), ekonomi Indonesia tumbuh 3,79 persen. Pada Semester I-2024, pertumbuhan ekonomi mencapai 5,08 persen. Namun, angka 5,05 persen untuk kuartal II-2024 menunjukkan penurunan dibandingkan kuartal I-2024 yang tercatat 5,11 persen.
BPS juga melaporkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada Semester I-2023 sebesar 5,11 persen lebih tinggi dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Sementara itu, pertumbuhan pada kuartal II-2023 mencapai 5,17 persen, menunjukkan perlambatan pada kuartal II-2024. (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.