KABARBURSA.COM - Analis dari Komunitas Trader Saham Rencana Trading Satrio Utomo atau Tommy, menyatakan harapan pelaku pasar terhadap kemungkinan penurunan suku bunga oleh The Fed pada September mendatang telah mengerek indeks Dow Jones Industrial (DJI) naik tajam. DJI ditutup menguat 654,24 poin atau 1,64 persen ke level 40.589,34.
"Optimisme pelaku pasar atas suku bunga Fed Rate telah mengembalikan indeks DJI ke dalam tren naik jangka pendek," ujar Tommy dalam outlook hariannya kepada KabarBursa, Senin, 29 Juli 2024.
Menurutnya, meskipun The Fed tidak menurunkan suku bunga pada Juli ini, ekspektasi penurunan pada September sudah cukup menggerakkan pasar.
Pertanyaannya kini adalah apakah sentimen positif ini dapat mendorong Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG menembus resistensi kuat di kisaran 7.350-7.400.
“Pada Jumat, 26 Juli 2024, IHSG sebenarnya sudah berada dalam tren naik akibat technical rebound pada saham-saham big caps," kata Tommy.
Namun, dia melanjutkan, sentimen dalam negeri masih beragam setelah kinerja PT Bank Tabungan Negara atau BBTN 1H2024 jauh di bawah ekspektasi dengan EPS Rp107 dibanding estimasi Rp132,9. Pasar juga menunggu kinerja dari Bank Mandiri (BMRI) dan Bank BNI (BBNI).
“Sehingga, kalaupun IHSG mampu menembus resistensi kuat di level 7.350-7.400, faktor sentimen positif dari bursa global ini akan lebih berperan," jelas Tommy.
Tommy memprediksi IHSG pada hari ini akan bergerak naik dalam kisaran 7.240-7.375. "Penutupan di atas 7.375 akan membuka peluang bagi IHSG untuk mencetak rekor baru," katanya.
Sebelumnya, IHSG hari ini dibuka menguat, Senin, 29 Juli 2024. IHSG naik 34 poin atau 0,51 persen ke 7.325.
Menurut data dari RTI, IHSG mencapai level tertinggi di angka 7.333 dan terendah di angka 7.304. Terdapat 228 saham yang mengalami penguatan, 96 saham yang mengalami penurunan, dan 209 saham yang stagnan.
Berdasarkan riset dari Mirae Asset Sekuritas, IHSG ditutup menguat pada pekan lalu ke level 7.288, mencatatkan kenaikan sebesar 0,66 persen.
Sektor energi dan sektor transportasi serta logistik menunjukkan kenaikan signifikan masing-masing sebesar 1,31 persen dan 1,07 persen. Sebaliknya, sektor teknologi dan sektor kesehatan mengalami penurunan masing-masing sebesar 0,65 persen dan 0,33 persen.
Investor asing mencatatkan net buy sebesar Rp366,7 miliar dengan saham-saham yang mengalami net buy terbesar adalah BBCA, ASII, dan BBRI.
Kenaikan IHSG dipengaruhi oleh beberapa sentimen positif, salah satunya adalah proyeksi Bank Dunia yang memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2024 akan mencapai 5 persen, lebih tinggi dibandingkan proyeksi pertumbuhan global yang hanya mencapai 2,6 hingga 2,7 persen.
Di pasar saham Amerika Serikat (AS), indeks-indeks utama ditutup menguat signifikan. Indeks Dow Jones mengalami kenaikan sebesar 654,27 poin atau 1,64 persen, S&P 500 meningkat 59,88 poin atau 1,11 persen, dan Nasdaq naik sebesar 176,16 poin atau 1,03 persen.
Penguatan Wall Street didorong oleh kenaikan moderat harga minyak AS pada bulan Juni, yang menunjukkan adanya pendinginan inflasi dan kemungkinan pelonggaran kebijakan oleh The Fed pada September. Probabilitas penurunan suku bunga sebesar 25 basis poin pada pertemuan The Fed September tetap stabil di sekitar 88 persen setelah pengumuman pembacaan PCE.
Akhir pekan kemarin, IHSG menguat 47,89 poin atau 0,66 persen ke level 7.288. Investor melakukan transaksi sebesar Rp8,33 triliun dengan jumlah saham yang diperdagangkan sebanyak 13,53 miliar saham. Di saat itu, indeks saham menguat dua kali, sementara tiga hari sisanya melemah. Tak heran, performa indeks melemah 0,09 persen.
Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat data perdagangan bursa ditutup bervariasi sepanjang periode 22-26 Juli 2024 kemarin.
Sekretaris Perusahaan BEI Kautsar Primadi menuturkan rata-rata volume transaksi harian sepekan sebesar 9 persen dari 16,488 miliar menjadi 17,972 miliar lembar saham. Kapitalisasi pasar bursa turut meningkat, yaitu sebesar 0,04 persen dari Rp12.358 triliun menjadi Rp12.362 triliun.
Di sisi lain, rata-rata nilai transaksi harian bursa melemah 11,41 persen dari Rp9,601 triliun menjadi Rp8,506 triliun.
“Lalu, transaksi frekuensi harian bursa selama sepekan melemah 0,92 persen dari 1 juta menjadi 993 ribu kali transaksi,” ucap kautsar melalui keterangan resmi.
Adapun pergerakan investor asing pada Jumat, 26 Juli mencatatkan nilai beli bersih sebesar Rp366,69 miliar. Sementara, sepanjang 2024 investor asing mencatatkan nilai jual bersih sebesar Rp2,46 triliun.
Head of Customer Literation & Education Kiwoom Sekuritas Oktavianus Audi memproyeksi IHSG akan melemah pada pekan ini. Menurutnya indeks saham bakal bergerak di rentang support 7.180 dan resistance 7.370.
Ia menuturkan secara teknikal, indikator Moving Average Convergence Divergence (MACD) menunjukkan tren pelemahan setelah terjadi deathcross pada pekan lalu.
Menurut Oktavianus, indeks saham bakal diwarnai sejumlah sentimen dari dalam dan luar negeri. Dari dalam negeri, ia menyebut investor akan menanti rilis data inflasi Juli yang bakal diumumkan pekan ini.
Ia sendiri memproyeksi inflasi Juli bakal menyentuh level menjadi 2,5 persen (year on year/yoy). Angka ini lebih rendah dari pada realisasi inflasi Juni yang mencapai 2,51 persen.
“Kami berpandangan ini akan direspon cenderung moderat oleh pasar seiring dengan inflasi saat ini masih dalam rentang target Bank Indonesia (BI),” kata Oktavianus.
Selain itu, investor juga akan mencermati rilis data manufaktur S&P Purchasing Managers Index (PMI) yang diperkirakan masih pada ekspansif atau di level 51. Menurut Oktavianus, terjaganya produksi manufaktur akan memberikan sentimen positif untuk aktivitas emiten yang ada di BEI.
Untuk sentimen dari luar negeri, ia melihat investor masih wait and see terkait kebijakan moneter bank sentral AS (The Fed). Oktavianus memperkirakan The Fed masih akan menahan suku bunga acuan di level 5,5 persen.
“Kami memperkirakan pertemuan kali ini memang akan hold dan masih akan cenderung netral oleh pasar seiring dengan ekspektasi terjadi pemangkasan di September 2024,” tuturnya.
Selain itu, investor juga akan mencermati rilis data tingkat pengangguran AS yang diperkirakan masih dalam level 4,1 persen. Di satu sisi, Oktavianus khawatir jika data meleset di bawahnya dan dapat memberikan pandangan yang berbeda untuk the Fed. Dengan sentimen yang ia paparkan di atas, Oktavianus menyarankan agar investor melakukan antisipasi dengan cara wait and see.
“Investor dapat mengantisipasi dengan cenderung wait and see di tengah rilis beberapa data makro yang dapat mempengaruhi kebijakan moneter,” katanya.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.