Logo
>

Analisis Saham Dividen Tinggi 2025: UNTR, ASII, BBRI, INDF

Saat capital gain terasa seperti mimpi yang tertunda, investor cenderung mencari kepastian dalam bentuk cuan yang rutin datang setahun sekali (atau dua kali, kalau lagi hoki): dividen tunai.

Ditulis oleh Syahrianto
Analisis Saham Dividen Tinggi 2025: UNTR, ASII, BBRI, INDF
Ilustrasi: Analisis Saham Dividen Tinggi 2025: UNTR, ASII, BBRI, INDF. (Foto: AI untuk KabarBursa)

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Di tengah riuh rendah pasar saham yang seperti ogah-ogahan menentukan arah, kadang naik hingga seringnya ragu, satu hal tetap jadi pelarian favorit investor adalah saham dengan dividen jumbo. Saat capital gain terasa seperti mimpi yang tertunda, investor cenderung mencari kepastian dalam bentuk cuan yang rutin datang setahun sekali (atau dua kali, kalau lagi hoki): dividen tunai.

    Minat terhadap saham dividen besar biasanya meningkat saat pasar bergerak sideways atau diliputi ketidakpastian. Ini bukan tanpa alasan. Ketika volatilitas harga bikin jantung berdebar setiap buka aplikasi trading, dividen memberikan rasa damai dan kepastian cash flow yang sangat dihargai, terutama oleh investor ritel yang haus kepastian, maupun institusi yang butuh stabilitas.

    Apalagi di Indonesia, ada banyak emiten besar yang rajin bagi-bagi dividen dengan yield yang bisa bikin investor value menggoyangkan kaki kegirangan. Di tengah ketidakpastian global, mulai dari suku bunga tinggi hingga gejolak geopolitik, saham dividen tampil sebagai pilihan defensif yang tetap menguntungkan.

    Investor makin sadar bahwa "cuan cepat" memang seru, tapi "cuan pasti" dari dividen bisa jadi jauh lebih menenangkan. Dan jika bisa dapat saham bagus, valuasi murah, plus dividen tinggi? Kabarbursa.com melakukan rangkuman dan analisis ke dalam sebuah pembahasan sebagai berikut.

    Murah Bukan Berarti Murahan

    Di dunia investasi, harga murah seringkali menjadi sinyal untuk kesempatan emas, tetapi ada yang lebih penting dari sekadar angka nominal di harga saham, yakni kinerja fundamental perusahaan yang mendasarinya. Banyak investor beranggapan bahwa saham dengan Price-to-Earnings (PE) ratio rendah menunjukkan "saham murahan" yang tidak berkualitas, namun kenyataannya, ini belum tentu berarti saham tersebut tidak memiliki potensi. PE ratio yang rendah justru bisa menjadi tanda bahwa saham tersebut dinilai lebih murah dibandingkan dengan kinerja yang sesungguhnya, dan hal ini sering kali terjadi pada perusahaan yang sudah solid dalam hal pendapatan dan nilai buku (book value).

    Contohnya adalah saham-saham big cap yang menawarkan dividen tinggi dengan valuasi yang terbilang terjangkau. Perusahaan seperti PT United Tractors Tbk (UNTR) dan PT Astra International Tbk (ASII) mencatatkan PE ratio yang jauh di bawah rata-rata pasar, masing-masing hanya 4,36 dan 5,67. Angka ini sangat rendah dibandingkan dengan PE rata-rata Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang berada di angka sekitar 7,87, memberikan kesan bahwa saham-saham ini tergolong murah di pasar.

    Namun, murah bukan berarti murahan. Kedua saham ini bukan hanya "murah", tetapi juga solid dalam hal kinerja keuangan dan potensi keuntungan bagi pemegang saham, terutama melalui dividen yang konsisten dan relatif besar. Mari kita lihat lebih dalam bagaimana kinerja mereka mendukung valuasi ini.

    Saham dengan PE ratio rendah sering kali datang dengan net income yang stabil dan nilai buku yang tinggi. UNTR, misalnya, meskipun memiliki PE ratio yang rendah (4,36), mencatatkan net income sebesar Rp19,5 triliun pada tahun 2024, dengan book value mencapai Rp92,9 triliu. Ini menunjukkan bahwa meskipun valuasinya rendah, perusahaan ini sangat menghasilkan keuntungan yang substansial dan memiliki aset yang solid. Hal ini menciptakan potensi pertumbuhan nilai saham yang dapat dirasakan oleh investor dalam jangka panjang.

    Begitu juga dengan ASII, yang memiliki net income Rp34,1 triliun dan book value Rp213,2 triliun. Meskipun dengan PE ratio yang rendah (5,67), Astra tetap tampil sebagai pemain besar dengan likuiditas tinggi dan aset yang menguntungkan. Keuntungan ini mencerminkan kemampuan perusahaan untuk terus menguntungkan pemegang saham, termasuk melalui pembagian dividen yang konsisten.

    Saham-saham besar dengan dividen tinggi seperti UNTR dan ASII menunjukkan bahwa PE ratio yang rendah bukanlah indikator bahwa perusahaan tersebut buruk. Sebaliknya, saham-saham ini sering kali dihargai dengan diskon karena pasar terkadang mengabaikan nilai intrinsik mereka, terutama dalam periode ketidakpastian pasar. UNTR, dengan dividen yield yang mencapai 9,8 persen, dan ASII dengan 10,88 persen, memberikan contoh yang jelas bahwa saham murah ini juga menawarkan pembagian dividen yang signifikan, sebuah daya tarik utama bagi investor yang mencari penghasilan pasif yang stabil.

    Bahkan, jika kita melihat lebih dalam pada rasio-rasio lain seperti Price-to-Book (P/B), kita akan melihat bahwa UNTR dan ASII masing-masing memiliki P/B yang sangat efisien, yaitu 0,92 untuk UNTR dan 0,91 untuk ASII. Ini berarti bahwa pasar hanya menghargai saham mereka sedikit lebih tinggi daripada nilai buku, yang menunjukkan bahwa harga saham masih tergolong murah mengingat kualitas fundamental yang mereka miliki.

    Dividen Jumbo dan Konsistensi yang Jarang

    Saat membicarakan dividen jumbo, tidak hanya besarnya yang menjadi faktor utama, tetapi juga konsistensinya. Investor yang cerdas tak hanya mencari saham yang memberikan yield tinggi dalam jangka pendek, tetapi juga yang bisa mempertahankan kualitas dan ukuran dividen mereka dalam waktu yang lama. Inilah yang membedakan saham dengan dividen besar, seperti PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BBRI dan ASII, dari banyak saham lainnya. Kedua perusahaan ini tidak hanya memberikan yield yang tinggi saat ini, tetapi juga memiliki track record dividen yang konsisten selama bertahun-tahun.

    Mari kita mulai dengan BRI. Meskipun PE ratio mereka sedikit lebih tinggi di angka 9,12, BBRI menawarkan dividen yield yang sangat menarik, mencapai 9,48 persen pada tahun ini. Yang menarik dari BBRI adalah konsistensi pembagian dividennya, yang tercermin dari payout ratio yang cukup besar, yaitu 86,52 persen. Ini menunjukkan bahwa bank milik negara ini tidak hanya mampu menghasilkan keuntungan besar, tetapi juga berbagi sebagian besar dari keuntungan tersebut kepada para pemegang sahamnya. Dalam tiga tahun terakhir, BBRI telah menunjukkan yield yang cukup stabil, dengan rata-rata dividen yield sekitar 9 persen, memberikan para investor keuntungan yang dapat diandalkan di tengah pasar yang penuh gejolak.

    Namun, ada satu saham yang bahkan lebih mencolok dalam hal dividen yield yang konsisten, United Tractors. Saham ini tidak hanya menawarkan dividen besar saat ini (9,8 persen), tetapi juga telah menyuguhkan rata-rata yield yang sangat mengesankan selama tiga tahun terakhir, yaitu hampir 14 persen. Ini adalah angka yang sulit ditandingi oleh perusahaan-perusahaan besar lainnya. Sebagai contoh, meskipun UNTR memiliki PE ratio yang rendah (4,36), mereka berhasil menjaga dividen yang tinggi dan konsisten, dengan payout ratio sekitar 42,68 persen.

    Dividen UNTR ini mencerminkan kekuatan finansial perusahaan dalam memberikan imbal hasil yang menarik kepada investor, bahkan ketika harga sahamnya mengalami volatilitas. Hal ini semakin mengukuhkan posisi UNTR sebagai pilihan yang tepat bagi investor yang mencari dividen tinggi dan stabilitas dalam jangka panjang. Tidak hanya itu, konsistensi pembayaran dividen selama 16 tahun terakhir menunjukkan bahwa perusahaan ini memiliki komitmen untuk terus memberikan imbal hasil yang menarik, terlepas dari kondisi pasar yang tidak selalu mendukung.

    Begitu juga dengan Astra, yang terus mempertahankan dividen yield yang sangat baik di kisaran 10,88 persen tahun ini. Di samping itu, ASII juga menonjol dengan konsistensi yang luar biasa dalam memberikan dividen tahunan selama bertahun-tahun. Payout ratio mereka mencapai 61,7 persen, yang menunjukkan bahwa meskipun perusahaan ini memiliki sejumlah investasi besar dan proyek pengembangan, mereka tetap mampu mengalokasikan sebagian besar keuntungannya untuk membagikan dividen kepada para pemegang saham. Ini adalah salah satu faktor yang menjadikan ASII sangat menarik bagi para investor yang mencari kestabilan penghasilan dari investasi saham.

    Selain yield yang tinggi, ASII juga menawarkan kinerja keuangan yang solid, yang memungkinkan mereka untuk terus mempertahankan tingkat dividen yang menguntungkan, meskipun menghadapi tekanan eksternal dari kondisi pasar yang fluktuatif. Dengan PE ratio yang rendah dan dividen yang terus meningkat dari tahun ke tahun, ASII adalah contoh cemerlang bagaimana saham besar yang stabil dapat memberikan keuntungan berkelanjutan bagi para investor.

    Siapa yang Paling Kuat Fundamentalnya?

    Ketika membandingkan saham besar dengan dividen tinggi, selain yield yang menggiurkan, faktor penting yang harus diperhatikan adalah fundamental perusahaan itu sendiri. Apakah perusahaan tersebut memiliki profitabilitas yang kuat, aset yang sehat, dan potensi pertumbuhan yang berkelanjutan? 

    Untuk mengetahui siapa yang paling solid di antara para raksasa dividen ini, kita perlu melihat beberapa indikator kunci, seperti Return on Equity (RoE), kesehatan non-operating income, dan kapitalisasi pasar (market cap).

    Salah satu indikator utama untuk mengukur profitabilitas dan pengelolaan modal yang efektif adalah Return on Equity, yang menunjukkan seberapa efisien perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dari setiap unit ekuitas yang dimiliki. Dari keempat perusahaan yang dibahas, United Tractors mencatatkan RoE rata-rata tiga tahun sebesar 21,93 persen, yang merupakan angka tertinggi di antara mereka. Ini menunjukkan bahwa UNTR sangat efektif dalam menggunakan modalnya untuk menghasilkan keuntungan, bahkan lebih unggul dibandingkan dengan Astra yang memiliki RoE rata-rata 14,61 persen.

    Angka RoE yang tinggi ini bukan hanya mencerminkan profitabilitas yang solid, tetapi juga menunjukkan bahwa perusahaan ini mengelola aset dan ekuitas dengan sangat baik, menghasilkan return yang optimal bagi para pemegang saham. Hal ini tentu sangat menarik bagi investor yang mencari keuntungan jangka panjang dengan risiko yang lebih terkontrol.

    Meskipun RoE UNTR unggul, kita juga perlu menilai faktor kesehatan non-operating income, yang menggambarkan sejauh mana pendapatan perusahaan berasal dari sumber-sumber di luar kegiatan operasional utama. ASII menunjukkan pertumbuhan non-operating income sebesar 4,74 persen year on year (yoy), yang meskipun tidak spektakuler, menunjukkan stabilitas dan kemajuan yang konsisten di luar pendapatan inti mereka. Ini penting karena pendapatan non-operasional yang sehat dapat memberikan stabilitas tambahan saat pendapatan operasional mengalami fluktuasi.

    Sebaliknya, BBRI dan PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) mengalami penurunan tajam pada non-operating income mereka, dengan BBRI bahkan mencatatkan penurunan 145,32 persen yoy. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun bank milik negara ini memiliki bisnis inti yang kuat, pendapatan dari sumber lain mengalami penurunan yang cukup signifikan, yang bisa mempengaruhi stabilitas jangka panjangnya. INDF, di sisi lain, juga mengalami penurunan sebesar 49,41 persen pada non-operating income, yang mencerminkan kurangnya diversifikasi yang dapat mendukung pendapatan di luar kegiatan operasional.

    Selain profitabilitas dan pendapatan non-operasional, market cap atau kapitalisasi pasar adalah indikator penting untuk menilai stabilitas perusahaan dalam jangka panjang. Kapitalisasi pasar yang besar sering kali mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut memiliki stabilitas yang lebih tinggi, lebih mudah diakses oleh investor, dan memiliki daya tahan yang lebih kuat terhadap fluktuasi pasar.

    Di antara keempat saham ini, BBRI jelas memiliki kapitalisasi pasar yang paling besar, yaitu Rp545,6 triliun, menunjukkan bahwa bank ini adalah salah satu perusahaan terbesar dan paling stabil di Indonesia. Ini memberikan keuntungan tersendiri, terutama dalam kondisi pasar yang tidak pasti, di mana perusahaan dengan kapitalisasi pasar besar cenderung lebih tahan banting.

    Namun, meskipun BBRI unggul di sisi market cap, UNTR juga menunjukkan stabilitas yang luar biasa dengan kapitalisasi pasar mencapai Rp85 triliun. Hal ini mengukuhkan posisi UNTR sebagai pemain besar yang solid, dengan nilai pasar yang sangat mencerminkan kepercayaan investor pada fundamental perusahaan. ASII, dengan kapitalisasi pasar Rp193 triliun, juga tetap menunjukkan stabilitas yang menarik, meskipun sedikit lebih kecil dari BBRI.

    Ilustrasi: Rangkuman laba bersih dan kapitalisasi pasar emiten dengan dividen jumbo. (Foto: AI untuk KabarBursa)

    Risiko yang Perlu Diwaspadai

    Meskipun saham-saham big cap dengan dividen tinggi seperti UNTR, ASII, dan BBRI menawarkan banyak potensi keuntungan, tidak ada investasi yang bebas dari risiko. Beberapa risiko yang perlu diwaspadai oleh investor terkait dengan saham-saham ini termasuk kesehatan non-operating income, tantangan makroekonomi, dan risiko spesifik sektor yang dapat memengaruhi kinerja perusahaan.

    Salah satu faktor yang perlu diperhatikan adalah non-operating income yang mengalami penurunan signifikan pada beberapa perusahaan. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, UNTR, BBRI, dan INDF mencatatkan non-operating income negatif, yang mengindikasikan adanya penurunan pendapatan di luar operasi inti mereka. Untuk UNTR, misalnya, pendapatan non-operasional mereka turun 28,09 persen yoy, sementara BBRI mengalami penurunan jauh lebih tajam, yaitu 145,32 persen yoy. INDF juga mencatatkan penurunan yang cukup signifikan, yaitu 49,41 persen yoy.

    Penurunan pada non-operating income ini dapat menjadi sinyal adanya masalah dalam sumber pendapatan tambahan perusahaan, yang sering kali berasal dari investasi, penjualan aset, atau keuntungan lainnya yang tidak langsung terkait dengan bisnis inti. Meskipun perusahaan-perusahaan ini memiliki kekuatan di sektor operasional, penurunan pendapatan non-operasional dapat menambah volatilitas dan risiko tambahan bagi investor yang mengandalkan pendapatan tersebut untuk menjaga stabilitas laba.

    Di luar faktor internal perusahaan, tantangan makroekonomi juga harus diwaspadai oleh investor. Saat ini, dunia sedang menghadapi tekanan inflasi yang cukup tinggi, yang mempengaruhi banyak sektor, termasuk perusahaan-perusahaan besar seperti UNTR, ASII, dan BBRI. Inflasi yang tinggi dapat meningkatkan biaya operasional perusahaan, seperti bahan baku, tenaga kerja, dan energi, yang pada gilirannya dapat menekan margin laba. 

    Terlebih lagi, kebijakan moneter ketat yang diterapkan oleh bank sentral di banyak negara untuk mengendalikan inflasi dapat menambah beban pada perusahaan-perusahaan besar ini, terutama yang memiliki kebutuhan modal besar untuk ekspansi dan investasi.

    Untuk sektor yang sangat bergantung pada komoditas, seperti UNTR yang bergerak di bidang alat berat dan tambang, harga komoditas global yang fluktuatif juga dapat menjadi tantangan besar. Fluktuasi harga batu bara, misalnya, dapat berdampak langsung pada kinerja finansial UNTR, yang banyak bergantung pada sektor pertambangan. Oleh karena itu, jika harga komoditas turun tajam, bisa ada dampak negatif terhadap pendapatan perusahaan dan saham mereka.

    Setiap sektor juga memiliki risiko yang berkaitan dengan dinamika industri yang lebih spesifik. Misalnya, ASII yang terdiversifikasi di berbagai bidang, termasuk otomotif, pertambangan, dan agribisnis, harus menghadapi tantangan terkait permintaan pasar yang dapat sangat bervariasi. Penurunan permintaan kendaraan atau masalah dalam rantai pasokan dapat mengurangi laba yang diperoleh dari divisi otomotifnya, sementara ketergantungan pada sektor pertambangan dan energi membuat ASII terpapar pada volatilitas harga komoditas yang lebih besar.

    Selain itu, BBRI, yang sebagian besar bergantung pada sektor perbankan, harus menghadapi ketidakpastian pasar keuangan yang sering dipengaruhi oleh perubahan kebijakan moneter, suku bunga, dan tingkat kredit. Ketika suku bunga naik, biaya pinjaman meningkat, yang bisa mempengaruhi pendapatan bunga yang diterima oleh bank, serta kualitas kredit debitor mereka. Penurunan kualitas kredit atau pemrosesan pinjaman yang lebih ketat dapat menyebabkan kerugian yang lebih tinggi bagi bank, yang pada gilirannya bisa mempengaruhi kemampuan mereka untuk menjaga dividen yang tinggi.

    Mana yang Layak Masuk Watchlist Dividend Hunter?

    Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, kita bisa menyimpulkan bahwa meskipun semuanya menawarkan dividen tinggi dan potensi keuntungan yang menarik, terdapat perbedaan signifikan dalam hal valuasi, yield, dan fundamental perusahaan. 

    Oleh karena itu, bagi para dividen hunter yang mencari kombinasi antara valuasi yang menarik, yield tinggi, dan fundamental yang solid, ada beberapa pilihan yang layak dipertimbangkan untuk dimasukkan dalam watchlist.

    Untuk memudahkan penilaian, mari kita gunakan pendekatan ranking ringan berdasarkan tiga kriteria utama: PE Ratio (valuasi), dividen yield (return), dan Return on Equity (fundamental). Setiap kriteria akan diberi skor berdasarkan performa relatif di antara keempat saham yang dibahas, dengan 1 sebagai peringkat terbaik dan 4 sebagai peringkat terburuk.

    1. United Tractors (UNTR)

    • PE Ratio: 1 (PE Ratio terendah di antara empat saham ini, menunjukkan valuasi yang sangat menarik)
    • Dividen Yield: 2 (Dividen yield 9,80 persen selama 3 tahun terakhir, sangat tinggi namun sedikit lebih rendah dari ASII)
    • Return on Equity (RoE): 1 (RoE 21,93 persen, tertinggi di antara pesaing)
    • Kesimpulan: UNTR tampil sangat baik dalam hal valuasi dan fundamental, dengan RoE yang solid dan yield tinggi. Meskipun ada penurunan pada non-operating income, UNTR tetap menjadi pilihan utama bagi investor yang mencari nilai terbaik dengan fundamental yang kuat. Layak masuk watchlist.

    2. Astra International (ASII)

    • PE Ratio: 2 (PE Ratio sedikit lebih tinggi dari UNTR, tetapi masih sangat menarik)
    • Dividen Yield: 1 (Yield tinggi 10,88 persen selama 3 tahun terakhir dan konsistensi pembayaran dividen)
    • Return on Equity (RoE): 2 (RoE 14,61 persen, meskipun lebih rendah dari UNTR, masih cukup solid)
    • Kesimpulan: ASII menonjol dalam hal yield dan konsistensi dividen. Meskipun RoE sedikit lebih rendah, perusahaan ini tetap sangat stabil secara fundamental dan menawarkan kombinasi valuasi dan yield yang menarik. Layak masuk watchlist.

    3. Bank Rakyat Indonesia (BBRI)

    • PE Ratio: 3 (PE Ratio tertinggi di antara yang lain, yang mencerminkan valuasi yang relatif lebih tinggi)
    • Dividen Yield: 3 (Yield 9,53 persen masih sangat kompetitif, tetapi lebih rendah dibandingkan UNTR dan ASII)
    • Return on Equity (RoE): 3 (RoE 15,72 persen, cukup baik tetapi kalah dari UNTR)
    • Kesimpulan: BBRI memiliki capitalisasi pasar terbesar dan stabilitas tinggi, namun penurunan non-operating income dan valuasi yang lebih tinggi membuatnya sedikit lebih berisiko dibandingkan UNTR dan ASII. Layak masuk watchlist, tetapi lebih cocok bagi investor yang mengutamakan stabilitas pasar.

    4. Indofood Sukses Makmur (INDF)

    • PE Ratio: 4 (PE Ratio masih terbilang rendah, tetapi tidak seatraktif UNTR atau ASII)
    • Dividen Yield: 4 (Yield 3,65 persen lebih rendah dari ketiga saham lainnya)
    • Return on Equity (RoE): 4 (RoE 13,80 persen, yang paling rendah di antara empat saham ini)
    • Kesimpulan: Meskipun INDF menawarkan dividen, yield yang rendah dan fundamental yang lebih lemah membuatnya kurang menarik dibandingkan saham-saham lain dalam daftar ini. Kurang direkomendasikan untuk dividen hunter.

    Ilustrasi: UNTR muncul sebagai pilihan utama bagi para dividend hunter yang mencari kombinasi valuasi menarik, dividen yield tinggi, dan fundamental yang solid. (Foto: AI untuk KabarBursa)

    UNTR muncul sebagai pilihan utama bagi para dividend hunter yang mencari kombinasi valuasi menarik, dividen yield tinggi, dan fundamental yang solid. Dengan RoE yang tinggi dan valuasi rendah, UNTR menawarkan potensi keuntungan jangka panjang yang sangat stabil, menjadikannya pilihan terbaik di antara empat saham yang dibahas.

    ASII menempati posisi kedua berkat yield tinggi dan konsistensi pembayaran dividen yang sudah terbukti. Meskipun RoE-nya lebih rendah dibandingkan UNTR, diversifikasi sektor yang dimilikinya dan stabilitas fundamental menjadikannya pilihan yang solid, terutama bagi investor yang mencari dividen dengan risiko lebih terdiversifikasi.

    Sementara itu, BBRI tetap menarik bagi investor yang mengutamakan stabilitas pasar dan kapitalisasi pasar besar. Namun, dengan valuasi lebih tinggi dan penurunan non-operating income, investor perlu lebih berhati-hati sebelum memutuskan untuk berinvestasi.

    Di sisi lain, INDF tidak sekuat tiga saham lainnya. Yield yang lebih rendah dan fundamental yang lebih lemah menjadikan INDF kurang menarik bagi mereka yang fokus pada dividend hunting.

    Secara keseluruhan, bagi para investor yang fokus pada dividen yield tinggi, UNTR dan ASII layak dimasukkan ke dalam watchlist mereka, dengan UNTR sebagai pilihan terdepan berkat valuasi menarik dan fundamental yang lebih kuat. (*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Syahrianto

    Jurnalis ekonomi yang telah berkarier sejak 2019 dan memperoleh sertifikasi Wartawan Muda dari Dewan Pers pada 2021. Sejak 2024, mulai memfokuskan diri sebagai jurnalis pasar modal.

    Saat ini, bertanggung jawab atas rubrik "Market Hari Ini" di Kabarbursa.com, menyajikan laporan terkini, analisis berbasis data, serta insight tentang pergerakan pasar saham di Indonesia.

    Dengan lebih dari satu tahun secara khusus meliput dan menganalisis isu-isu pasar modal, secara konsisten menghasilkan tulisan premium (premium content) yang menawarkan perspektif kedua (second opinion) strategis bagi investor.

    Sebagai seorang jurnalis yang berkomitmen pada akurasi, transparansi, dan kualitas informasi, saya terus mengedepankan standar tinggi dalam jurnalisme ekonomi dan pasar modal.