KABARBURSA.COM - Badai geomagnetik langka dan kuat yang diantisipasi pada akhir pekan ini dapat mengakibatkan pemadaman listrik global, demikian menurut Badan Kelautan dan Atmosfer Nasional (NOAA) Amerika Serikat.
NOAA telah mendeteksi munculnya badai geomagnetik dengan kekuatan "ekstrem" pada Jumat, yang diproyeksikan akan berlanjut sepanjang akhir pekan. Para pejabat NOAA mengungkapkan bahwa ini merupakan peringatan terbesar yang dikeluarkan oleh mereka dalam lebih dari dua dekade, dengan badai G5 terakhir tercatat pada Oktober 2003. Sabtu 11 Mei 2024.
Badai geomagnetik dipicu oleh letupan massa korona (CME) Matahari, yaitu lontaran besar partikel bermuatan listrik dan plasma ke luar angkasa. Ketika partikel ini bertabrakan dengan medan magnet Bumi, dapat menyebabkan gangguan sementara pada magnetosfer Bumi, yang berujung pada terjadinya badai geomagnetik.
Para ilmuwan mengingatkan bahwa badai geomagnetik yang hebat dapat menyebabkan pemadaman listrik dan kerusakan pada peralatan elektronik di seluruh dunia. Sebelumnya, badai serupa pada tahun 2003 bahkan memadamkan listrik di Swedia dan merusak trafo-trafo di Afrika Selatan.
Meskipun demikian, kejadian ini memberikan kesempatan langka bagi warga AS untuk menyaksikan Aurora Borealis atau "Cahaya Utara". Wilayah selatan AS seperti Alabama dan California Utara juga berpotensi menyaksikan fenomena ini.
Aurora Borealis terjadi akibat gangguan pada magnetosfer Bumi, yang memancarkan cahaya warna-warni ketika partikel dari Matahari bertabrakan dengan atmosfer Bumi.
NOAA telah memberikan peringatan kepada para operator pembangkit listrik dan badan antariksa di seluruh dunia untuk mengambil tindakan pencegahan menghadapi potensi dampak badai G5 ini. Mereka mengingatkan bahwa badai tersebut dapat menyebabkan masalah pada tegangan listrik, mengganggu operasi pesawat ruang angkasa, serta sistem navigasi satelit dan radio di seluruh dunia.
Dulu Pernah Mengancam
Wilayah Indonesia aman dari dampak badai geomagnetik di matahari yang terjadi pada 12 dan 13 Mei 2019 dan diperkirakan pengaruhnya akan sampai ke bumi pada 16 dan 17 Mei 2019.
"Pengaruhnya hanya di lintang tinggi, sementara Indonesia tidak ada pengaruh sama sekali atau aman," kata Kepala Bidang Geofisika Potensial dan Tanda Waktu Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Hendra Suwarta yang dihubungi di Jakarta, Kamis.
Berdasarkan pantauan alat magnet bumi BMKG, terjadi pelontaran massa korona atau badai geomagnetik (Corona Mass Ejection/CME) pada 12 dan 13 Mei 2019.
Setelah dihitung, tambahnya dengan kecepatan 420 kilometer per detik kurang lebih pengaruh CME tersebut sampai ke bumi tiga hingga empat hari atau sekitar tanggal 16 dan 17 Mei 2019.
Badai geomagnetik ini diperkirakan terjadi pada kategori G2 atau moderat (sedang), tambah Hendra.
Badai geomagnetik atau umum disebut sebagai badai matahari adalah gangguan sementara dari magnetosfer bumi yang disebabkan oleh gelombang kejut angin matahari dan atau awan medan magnet yang berinteraksi dengan medan magnet bumi .
Dampak dari badai tersebut yang dirasakan di bumi terutama di wilayah lintang tinggi antara lain bisa terjadi gangguan komunikasi, gangguan tv, satelit dan gangguan GPS.
Ancaman Badai Matahari
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.