KABARBURSA.COM - Jika sebelumnya telah melakukan permohonan pinjaman di lembaga keuangan seperti perbankan, pasti sudah memahami betapa banyaknya persyaratan yang harus dipenuhi. Salah satunya adalah kemampuan calon debitur dalam melunasi pinjaman dengan jumlah cicilan bulanan tertentu. Itulah yang disebut debt service ratio atau DSR.
Apabila kondisi finansial calon nasabah dianggap tidak cukup kuat untuk menanggung beban pinjaman yang diajukan, perbankan tidak segan menolaknya. Alasannya adalah risiko tinggi terkait kredit macet atau gagal bayar yang dianggap terlalu besar oleh pihak bank.
Keputusan ini tidak sembarangan; perbankan menggunakan metode perhitungan khusus yang disebut Debt Service Ratio (DSR) untuk menilai kemampuan bayar calon nasabahnya. Pertanyaannya, apa sebenarnya DSR, bagaimana perhitungannya, dan apa fungsinya? Jawabannya dapat dijelaskan sebagai berikut.
DSR atau rasio layanan utang adalah perbandingan antara jumlah utang yang diajukan dengan penghasilan bulanan debitur. Pada beberapa kasus, rasio DSR yang tinggi di luar batas yang direkomendasikan dapat menghambat pengajuan pembiayaan.
Ini dikarenakan bank atau perusahaan pembiayaan menganggap tanggungan finansial debitur sudah terlalu besar. Oleh karena itu, jika pengajuan pembiayaan diterima, risiko kredit macet dan gagal bayar akan meningkat.
DSR juga dapat diartikan sebagai perbandingan antara cicilan utang bulanan dengan pendapatan bersih bulanan peminjam. Periode perhitungan umumnya disesuaikan dengan kesepakatan di awal, bisa semesteran atau tahunan, tergantung pada perjanjian.
Tujuan utama perhitungan DSR adalah untuk mengetahui tingkat beban utang yang harus ditanggung oleh nasabah, perusahaan, atau negara. Dengan mempertimbangkan pemasukan bersih, peminjam dapat memastikan bahwa utangnya dapat dilunasi dengan lancar.
Cara membaca DSR mengacu pada besaran persentase setelah dihitung dengan rumus. Semakin besar persentasenya, semakin tinggi beban utang yang ditanggung.
Mengapa penting mengetahui DSR? Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, DSR berguna untuk menilai apakah debitur mampu melunasi cicilan bulanan dari pinjaman yang diajukan. Jika hasil perhitungan DSR dalam kategori aman, peluang pengajuan pinjaman meningkat.
Sebaliknya, DSR yang buruk menurunkan peluang pengajuan pinjaman diterima. Fungsi utama mengetahui DSR adalah memberikan gambaran tentang beban utang, mengungkapkan pengelolaan finansial calon debitur, dan kemampuannya melunasi utang.
DSR juga digunakan sebagai metrik dalam negosiasi pinjaman antara bank dan calon nasabah. Melalui persentase DSR, besaran pinjaman, suku bunga, tenor pelunasan, dan cicilan dapat ditentukan dengan lebih mudah.
Persentase wajar DSR biasanya berkisar antara 30 hingga 35 persen dari total penghasilan. Beberapa memandang DSR 40 persen masih aman. Penilaian kredit berdasarkan DSR memperlihatkan tingkat risiko terkait pembayaran pinjaman.
DSR di atas 40 persen dianggap sangat berisiko. Calon peminjam disarankan untuk menghitung DSR sebelum mengajukan pinjaman, meskipun kebijakan bank dan faktor lainnya juga berpengaruh pada persetujuan pinjaman.
Rumus DSR melibatkan penghasilan bersih dan total cicilan utang bulanan. DSR = (Total Cicilan Utang Bulanan / Penghasilan Bersih Bulanan) x 100 Persen.
Contoh perhitungan DSR: Gaji bersih Adi 12 juta per bulan, total cicilan utang 4 juta (3,5 juta KPR + 500 ribu kartu kredit). DSR Adi adalah ((3,5 juta + 500 ribu) / 12 juta) x 100 persen = 33 persen. Adi termasuk dalam kategori kredit B, dianggap aman oleh lembaga finansial.
Mengetahui DSR penting sebelum mengajukan pinjaman, karena rasio yang tinggi dapat menimbulkan beban cicilan yang berat. Oleh karena itu, pastikan DSR rendah untuk meningkatkan peluang pengajuan pinjaman diterima.
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.