KABARBURSA.COM - Ketua Umum Apindo Shinta W Kamdani mengkritik keras implementasi Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera), yang menurutnya, hanya akan memperburuk iklim usaha saat ini.
Bahkan, kebijakan ini dinilai dapat memicu pemutusan hubungan kerja (PHK) di tengah kondisi ekonomi yang sedang tertekan oleh pelemahan kurs rupiah dan rendahnya permintaan pasar global serta domestik.
"Sekali lagi, kami tegaskan, yang jadi permasalahan adalah mengenai aspek konsep tabungan tapi harus dibayarkan secara wajib oleh pekerja dan pemberi kerja. Kalau konsepnya sukarela, kami tidak ada masalah," katanya dalam konferensi pers, Jumat 31 Mei 2024.
Shinta menyoroti banyaknya perusahaan yang sudah berada dalam kondisi kritis bahkan tanpa adanya Tapera. Beban iuran wajib yang harus ditanggung perusahaan kini mencapai 18,24 persen hingga 19,74 persen dari total beban tenaga kerja.
Beberapa beban yang ditanggung perusahaan saat ini adalah jaminan sosial ketenagakerjaan, jaminan hari tua, jaminan kematian, jaminan kecelakaan kerja, dana pensiun, dan jaminan sosial kesehatan. Sekarang, harus ditambah lagi, dengan adanya UU Tapera yang mewajibkan pemberi kerja membayar iuran sebesar 0,5 persen dari gaji pekerja.
"Sekarang ini tingkat bahaya untuk perusahaan cukup tinggi. Posisi perusahaan akan tambah bahaya jika beban perusahaan tambah tinggi akibat Tapera," kata Shinta.
Sebagai informasi, peraturan ini tertulis dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 tentang Modifikasi terhadap PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Tabungan Perumahan Rakyat, yang diumumkan pada 20 Mei 2024. Dalam aturan itu disebutkan pekerja penerima upah diwajibkan membayar iuran 3 persen. Angka ini terdiri dari 2,5 persen oleh pekerja dan 0,5 persen oleh pemberi kerja. Untuk pekerja mandiri harus membayar iuran sebesar 3 persen dari penghasilan.
Shinta berpandangan dibandingkan dengan aturan tersebut kata dia lebih baik pemerintah memanfaatkan program yang sudah ada untuk menekan angka kebutuhan perumahan atau backlog yang mencapai 12 juta unit tahun ini. Program yang dimaksud adalah manfaat layanan tambahan (MLT) untuk peserta Jaminan Hari Tua (JHT) BPJS Ketenagakerjaan.
Adapun terdapat tiga skema pendanaan dalam program MLT: pinjaman uang muka perumahan dengan pagu Rp 150 juta, pinjaman renovasi perumahan dengan pagu Rp 200 juta, dan kredit pemilikan rumah dengan pagu Rp 500 juta.
Dengan demikian sebesar 30 persen dana dalam program JHT bisa dimanfaatkan untuk membantu pemilikan rumah. "Jumlahnya juga sudah besar, hampir Rp 136 triliun. Menurut kami, buat apa ada iuran tambahan kalau sudah ada ini," tambah Shinta.
Di samping itu, Ketua Komite Pengupahan Apindo Shubhan mencatat program MLT bagi peserta JHT BPJS Ketenagakerjaan sudah berjalan sejak 2017. Alhasil, sekitar 4.512 peserta JHT sudah memanfaatkan anggaran senilai Rp 1,2 triliun. Dengan kata lain, pemanfaatan dana program LMT belum mencapai 1 persen dari dana JHT yang terkumpul.
Shubhan menyarankan agar Tapera diterapkan untuk aparatur sipil negara saja, sementara pihak swasta dapat memanfaatkan program LMT dalam rangka pemilikan rumah.
"Program MLT diharapkan bisa terus dimanfaatkan, sehingga harapannya pekerja swasta bisa memanfaatkan MLT untuk memiliki perumahan," kata Shubhan.
Ajukan Judicial Review
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mempertimbangkan untuk mengajukan judicial review terhadap Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Ketua Umum Apindo Shinta W Kamdani menyatakan, pihaknya akan melakukan judicial review jika memang harus dilakukan.
“Kalau memang harus dilakukan, akan kita lakukan,” kata Shinta dalam konferensi pers bersama Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) di kantor Apindo, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat, 31 Mei 2024.
Shinta menegaskan bahwa konsep Tapera seharusnya bersifat sukarela, bukan wajib. Menurut dia, inisiatif pemerintah agar pekerja memiliki rumah sangat baik, tetapi bisa dioptimalkan melalui program Manfaat Layanan Tambahan (MLT) BPJS Ketenagakerjaan.
“Sekali lagi kami tegaskan, yang jadi masalah adalah mengenai konsep tabungan, jadi ini kembali lagi tabungan, kalau tabungan sebenarnya sukarela, marilah kita bersama optimalkan yang sudah ada di Jaminan sosial,” ujarnya.
Shinta menyebutkan, iuran Tapera menambah beban baru bagi pelaku usaha, yang saat ini sudah harus menanggung banyak tanggungan seperti Jamsostek, Jaminan Sosial Kesehatan (JSN), dan Cadangan Pesangon.
“Saat ini pemungutan yang ditanggung itu hampir 18,24 persen sampai 19,74 persen,” tuturnya.
Menurut Shinta, beban tersebut semakin berat dengan kondisi pasar global yang tidak stabil, yang dapat mempengaruhi sektor usaha dalam negeri.
“Kondisi yang ada sekarang ini permintaan pasar dan lainnya, tentunya akan mempengaruhi kondisi yang ada,” ujarnya.