KABARBURSA.COM - Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) merespons dengan baik keputusan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) pada Fase 1.000 Hari Pertama Kehidupan (FHPK). APINDO menyambut positif upaya untuk menjamin kesejahteraan ibu dan anak, terutama dalam 1.000 hari pertama kehidupan, sejalan dengan program mereka untuk mengurangi prevalensi stunting.
Meskipun memberikan apresiasi, APINDO juga menggarisbawahi pentingnya kejelasan mengenai indikator "kondisi khusus" yang disebutkan dalam RUU ini agar tidak terjadi interpretasi yang beragam dalam penerapannya. Selain itu, APINDO juga menyoroti pengaturan mengenai dokter spesialis yang menjadi rujukan bagi ibu hamil atau melahirkan.
RUU KIA FHPK mengatur dua ketentuan cuti bagi ibu hamil dan suami yang mendampingi istri selama masa persalinan. Pertama, setiap ibu berhak mendapat cuti selama tiga bulan pertama, ditambah tiga bulan berikutnya jika ada kondisi khusus yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter. Kedua, suami memiliki kewajiban mendampingi istri selama masa persalinan dengan pemberian hak cuti selama dua hari, yang dapat ditambah tiga hari berikutnya atau sesuai kesepakatan pemberi kerja.
Namun, APINDO menyoroti bahwa sebagian besar ketentuan ini telah diatur dalam Undang-Undang No.13/2003, yang memberikan istirahat bagi pekerja perempuan sebelum dan sesudah melahirkan, serta memberikan cuti bagi suami yang mendampingi istri yang melahirkan. Meskipun tujuan RUU KIA FHPK adalah melindungi pekerja perempuan dan meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak, APINDO menyatakan kekhawatiran bahwa ketentuan baru ini berpotensi menambah beban bagi dunia usaha.
Oleh karena itu, APINDO menekankan perlunya dialog sosial yang efektif antara pekerja dan pengusaha, serta kebijakan mengenai cuti hamil/melahirkan yang sudah disepakati di perusahaan masing-masing agar tetap menjadi acuan bersama. Dalam konteks yang lebih luas, Indonesia masih dihadapkan pada masalah rendahnya tingkat produktivitas, rendahnya tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan, serta tantangan dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan primer.
Sehubungan dengan itu, APINDO juga menegaskan peran penting pemerintah dalam penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan yang berkualitas. Upaya untuk meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak harus diiringi dengan langkah-langkah konkret untuk meningkatkan infrastruktur kesehatan serta memberikan dukungan kepada dunia usaha untuk memastikan keberlanjutan ekonomi dan kesejahteraan sosial.
Ayah Dapat Jatah Cuti
Wakil Ketua Komisi VIII dari Fraksi PDI-P, Rieke Diah Pitaloka, menjelaskan beberapa poin penting dalam substansi Rancangan Undang-Undang (RUU) yang terkait dengan aturan cuti bagi ayah atau suami yang mendampingi istri dalam proses persalinan.
Dalam poin keempat substansi RUU tersebut, disebutkan bahwa ayah atau suami akan diberikan cuti selama 2 hari. Selain itu, ada ketentuan tambahan di mana cuti ayah dapat diperpanjang selama 3 hari berikutnya sesuai dengan kesepakatan dengan pemberi kerja. Selanjutnya, untuk suami yang mendampingi istri yang mengalami keguguran, mereka berhak mendapatkan cuti selama 2 hari.
Sementara itu, substansi di poin ketiga RUU tersebut menyatakan bahwa bagi pekerja yang melakukan persalinan, mereka akan diberikan cuti paling singkat 3 bulan pertama dan paling lama 3 bulan berikutnya jika terdapat kondisi khusus yang dapat dibuktikan dengan surat keterangan dokter. Ini menunjukkan perhatian yang diberikan kepada kesejahteraan ibu pasca melahirkan dan memberikan fleksibilitas bagi mereka yang membutuhkan perawatan khusus.
Selain itu, substansi RUU juga menetapkan definisi anak dalam konteks penetapan cuti yang memungkinkan pekerja untuk mengambil cuti terkait dengan kesejahteraan ibu dan anak pada fase seribu hari pertama kehidupan. Penetapan definisi anak ini akan memberikan pedoman yang jelas bagi para pekerja dan pemberi kerja dalam mengatur cuti yang diperlukan untuk perawatan anak.
Semua ketentuan ini merupakan langkah penting dalam melindungi kesejahteraan keluarga dan memberikan dukungan kepada orang tua dalam peran mereka sebagai orang tua yang bertanggung jawab. Dengan adanya RUU ini, diharapkan akan tercipta lingkungan yang lebih baik bagi keluarga Indonesia, di mana kesejahteraan ibu dan anak menjadi prioritas utama.
Seperti diketahui, pengesahan UU Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan dilakukan dalam masa Sidang Paripurna DPR RI Ke-19 Masa Persidangan V Tahun Sidang 2023-2024, Selasa, 4 Juni 2024. Ketika itu ada pertanyaan yang diajukan Ketua DPR RI Puan Maharani tentang persetujuan terhadap rancangan undang-undang tersebut.
"Apakah Rancangan Undang-Undang tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan dapat disetujui untuk disahkan menjadi Undang-Undang?" tanya Puan di ruang rapat paripurna.
Pertanyaan tersebut langsung dijawab antusias para anggota dewan yang hadir saat rapat paripurna itu.(dia/*)