Logo
>

Apindo: Iuran Tapera Harusnya Sukarela, Tidak Wajib!

Ditulis oleh Ayyubi Kholid
Apindo: Iuran Tapera Harusnya Sukarela, Tidak Wajib!

Poin Penting :

    KABARBUSA.COM - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Kamdani mengungkapkan bahwa pihaknya keberatan terhadap kewajiban pengusaha dan pekerja untuk membayar iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Shinta menyarankan agar kebijakan ini bersifat sukarela, bukan wajib.

    Perubahan ini tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 yang merevisi PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Tapera, yang resmi ditetapkan pada 20 Mei 2024.

    Adapun, aturan tersebut tercantum dalam Pasal 15 ayat (1) dari peraturan tersebut, jumlah tabungan yang harus disetor oleh peserta ditetapkan sebesar 3 persen dari pendapatan bulanan untuk peserta yang bekerja dan penghasilan untuk peserta yang bekerja mandiri. Rinciannya terdapat pada ayat (2) dan (3).

    Ayat (2) menyatakan bahwa pemberi kerja dan pekerja akan berbagi beban pembayaran tabungan peserta yang bekerja, dengan pemberi kerja menyumbang sebesar 0,5 persen dan pekerja 2,5 persen. Ayat (3) menegaskan bahwa peserta yang bekerja mandiri bertanggung jawab atas pembayaran tabungan mereka sendiri sesuai dengan ketentuan pada ayat (1).

    "Kalau utamanya tabungan ya sukarela aja gitu jadi tidak perlu mengharuskan pemberi kerja dan pekerja untuk iuran, ya, jadi itu kalau silakan monggo buat sukarela," kata Shinta, Jumat, 31 Mei 2024.

    Shinta menekankan bahwa kewajiban iuran Tapera seharusnya tidak dibebankan pada sektor swasta. Apalagi, fasilitas perumahan sudah tercakup dalam manfaat layanan tambahan (MLT) pada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja (BP Jamsostek).

    "Tapi inilah yang kita mau dorong gitu jadi konsep sebenarnya penyediaan perumahan rakyatnya itu sebenarnya bagus, cuma mengapa kita harus dibebankan tambahan iuran lagi padahal saat ini juga sudah ada untuk kesiapan melalui Jaminan Hari Tua (JHT) ini program MLT," katanya.

    Hal senada disampaikan oleh Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI), Elly Rosita Silaban. Ia merasa bahwa pemerintah sebenarnya bisa memaksimalkan pemanfaatan dana MLT BPJS Ketenagakerjaan yang diperuntukkan bagi program kepemilikan rumah untuk pekerja yang belum memiliki tempat tinggal.

    “Untuk itu, kami minta setidaknya pemerintah merevisi pasal 7 dari yang wajib menjadi sukarela,” ujar Elly.

    “Penerapan Undang-Undang Tapera tidak menjamin bahwa upah buruh yang telah dipotong sejak usia 20 tahun dan sampai usia pensiun, untuk bisa mendapatkan rumah tempat tinggal. Belum lagi sistem hubungan kerja yang masih fleksibel (kerja kontrak), ini masih jauh dari harapan untuk bisa menyejahterakan buruh," terang Elly.

    "Undang-Undang Tapera bukanlah Undang-Undang yang mendesak, sehingga tidak perlu dipaksakan untuk berlaku saat ini,” jelas dia.

    Tapera Membebani Masyarakat

    Pengamat kebijakan publik, Trubus Rahardiansah, mengatakan bahwa iuran Tapera tidak cocok untuk pekerja swasta. Sebab dia menilai kebijakan ini cukup memberatkan. “Kalau untuk pekerja swasta itu enggak cocok karena mereka sangat tergantung terhadap pemberi kerja,” ujar Trubus kepada Kabar Bursa, Kamis, 30 Mei 2024.

    Trubus mengaku khawatir andai kebijakan iuran Tapera tersebut berjalan, para karyawan swasta bakal terkena pengakhiran hubungan kerja (PHK). Sebab, pelaku usaha diklaim juga keberatan karena dibebankan dengan iuran Tapera ini.

    “Pelaku usaha bisa keberatan dibebani 0,5 persen sementara sekarang sudah ada kewajiban perusahaan untuk membayar BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) kesehatan, ketenagakerjaan, jadi akan menimbulkan banyak masalah,” katanya.

    Tak hanya swasta, Trubus melihat iuran ini juga berpotensi memberatkan pekerja mandiri. Pasalnya, ia berpandangan pekerja mandiri ini tidak memiliki penghasilan tetap.

    “Sementara yang (pekerja) mandiri itu kan  freelance (pekerja lepas), masa freelance suruh bayar tiga persen,” jelas dia.

    Kondisi tersebut membuat Trubus khawatir, karena nantinya masyarakat diperkirakan bakal menunggak dengan tidak membayar iuran Tapera. “Ini malah menimbulkan masalah, ujung-ujungnya nanti pada menunggak enggak mau bayar. Menurut saya itu negara harus hadir,” tegasnya.

    Sementara itu Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, pola konsumsi berpotensi menghilang dengan adanya kebijakan iuran Tapera. “Ada konsumsi yang hilang juga karena kebijakan Tapera ini, dikarenakan ada bagian pendapatan yang disetorkan ke negara lewat Tapera,” ujarnya kepada Kabar Bursa, Kamis, 30 Mei 2024.

    Hal senada diungkapkan Peneliti Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia, Eliza Mardian. Ia menyatakan iuran Tapera  memberatkan pekerja dan pengusaha.

    Apalagi, Eliza melihat pertumbuhan upah rill para pekerja di bawah tingkat inflasi. Dengan ini dia mengatakan daya beli masyarakat sedang tergerus.

    “Jika ada iuran lagi, ini akan sangat terasa,” kata Eliza kepada Kabar Bursa, Kamis, 30 Mei 2024.

    Di sisi lain, Eliza mengatakan masyarakat saat ini akan menghadapi sejumlah kondisi. Seperti kenaikan Pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen hingga isu kenaikan BBM.

    Menurut dia, kondisi tersebut bisa mempengaruhi pola konsumsi, terutama untuk kalangan kelas menengah.

    “Ini akan mempengaruhi pola konsumsi terutama kelas menengah. Konsumsi ini berkontribusi kurang lebih sekitar 54 persen terhadap ekonomi, kelas menengah menyumbang terhadap konsumsi itu sekitar 35,7 persen,” jelas dia.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Ayyubi Kholid

    Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.