Logo
>

Asosiasi dan UNDP Godok Asuransi Pertanian 2025-2030

Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) menggelar workshop dan soft launching Peta Jalan AAUI Pengembangan Asuransi Pertanian di Indonesia.

Ditulis oleh Cicilia Ocha
Asosiasi dan UNDP Godok Asuransi Pertanian 2025-2030
Head of Retail Claim, Product Proposition, and Green Business AXA Indonesia, Rudy Laoh, buka-bukaan soal Asuransi Parametrik berbasis Index Cuaca AXA saat ditemui usai acara Workshop dan Soft Launching Peta Jalan AAUI 2025-2030 di Jakarta, Senin, 24 Maret 2025

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM — Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) menggelar workshop dan soft launching Peta Jalan AAUI Pengembangan Asuransi Pertanian di Indonesia 2025-2030 di Hotel Lumire, Jakarta Pusat. Acara ini menjadi bagian dari upaya meningkatkan inklusi asuransi dan pembiayaan risiko di sektor pertanian, yang selama ini masih menghadapi banyak tantangan.

    Peta jalan ini disusun pada November 2024 sebagai hasil kerja sama antara AAUI dan United Nations Development Programme (UNDP), kemudian diserahkan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Desember 2024. 

    Penyusunan dokumen ini menjadi langkah strategis dalam menghadapi berbagai risiko yang dihadapi petani, seperti serangan hama dan penyakit, anomali cuaca, keterbatasan akses terhadap investasi, serta tantangan dalam teknologi dan pemasaran hasil pertanian. Melalui asuransi pertanian, petani diharapkan dapat mengelola risiko dengan lebih baik sehingga usaha mereka menjadi lebih berkelanjutan dan kesejahteraan mereka meningkat.  

    Workshop ini juga menjadi ajang sosialisasi roadmap kepada industri asuransi umum dan pemangku kepentingan utama. Selain memperkenalkan strategi pengembangan asuransi pertanian, acara ini juga bertujuan untuk mengukur minat industri asuransi dalam menangkap peluang bisnis di sektor ini. 

    Lebih dari itu, diskusi dalam workshop difokuskan pada penyusunan langkah konkret untuk pengembangan asuransi pertanian ke depan, termasuk kemungkinan pelaksanaan proyek percontohan yang dapat menjadi model bagi skema asuransi pertanian di Indonesia.  

    Acara ini dihadiri oleh berbagai pihak, mulai dari industri asuransi umum, reasuransi, broker, OJK, pemerintah melalui Kementerian Pertanian dan Bappenas, hingga lembaga pendukung seperti badan dunia, lembaga pengembang, dan lembaga riset. 

    Kehadiran berbagai pemangku kepentingan ini menunjukkan besarnya perhatian terhadap asuransi pertanian sebagai bagian dari solusi mitigasi risiko di sektor pertanian.  

    Dengan terselenggaranya soft launching ini, diharapkan asuransi pertanian dapat semakin berkembang dan mendapatkan dukungan lebih luas. AAUI bersama mitra-mitranya akan terus mendorong kolaborasi dengan regulator, industri, dan pihak terkait lainnya agar asuransi pertanian bisa diimplementasikan secara lebih luas, memberikan perlindungan yang lebih baik bagi petani, serta meningkatkan penetrasi asuransi di Indonesia.

    Tantangan Besar Sepanjang Tahun

    Sektor pertanian Indonesia diprediksi masih akan menghadapi tantangan besar sepanjang tahun 2025, yang menjadi ujian bagi ambisi pemerintahan Prabowo Subianto dalam mewujudkan swasembada pangan. Berbagai faktor, baik eksternal maupun internal, disebut akan mempengaruhi ketahanan pangan nasional di masa mendatang.

    Staf Ahli Menteri Pertanian, Suwandi, mengungkapkan  bahwa sejumlah ancaman nyata perlu diantisipasi sejak dini agar sektor pertanian tetap produktif dan berkelanjutan.

    "Sektor pertanian adalah sektor yang kena dampak, dan sudah kita rasakan," ujar Suwandi dalam Seminar Nasional Outlook Sektor Pertanian 2025 yang digelar oleh INDEF di Jakarta pada Senin 3 Februari 2025.

    alah satu tantangan paling krusial bagi sektor pertanian adalah perubahan iklim yang semakin sulit diprediksi. Fenomena seperti El Nino dan La Nina kerap memicu gangguan pada pola cuaca, menyebabkan ketidakseimbangan antara curah hujan dan kekeringan. 

    Situasi ini berakibat langsung pada kesulitan petani dalam memperoleh air saat musim kemarau dan ancaman banjir yang merusak lahan pertanian ketika musim hujan tiba.

    "Jadi iklim ekstrem tidak bisa terkendali secara baik, ter-manage secara global, sehingga tiba-tiba banjir, tiba-tiba kering, dan seterusnya,” terang dia.

    Selain faktor cuaca, ketegangan geopolitik global turut berpengaruh terhadap sektor pertanian nasional. Gangguan rantai pasok akibat konflik internasional berdampak pada lonjakan harga bahan baku, termasuk pupuk yang menjadi komponen vital dalam pertanian. 

    Mahalnya pupuk dan hambatan distribusi semakin menekan para petani yang bergantung pada pasokan ini untuk meningkatkan produksi.

    "Geopolitik global yang sekarang terjadi, sehingga waktu lalu dampak ikutannya adalah bahan baku untuk pupuk mahal luar biasa, dan dampaknya pupuk juga naik luar biasa," katanya.

    Peningkatan Kapasitas Produksi

    Tantangan lain yang tak kalah serius adalah peningkatan jumlah penduduk yang secara langsung meningkatkan kebutuhan pangan. Konsumsi beras di Indonesia diperkirakan terus bertambah sekitar 1,3 hingga 1,4 juta ton setiap tahunnya. Kondisi ini menuntut sektor pertanian untuk mampu beradaptasi dan meningkatkan kapasitas produksinya.

    “Di Indonesia pun juga demikian setiap tahun pertambahan penduduk, sehingga konsumsi beras itu setiap tahun naik,” ungkapnya.

    Namun, upaya peningkatan produksi juga terhambat oleh semakin menyusutnya luas lahan pertanian, terutama di Pulau Jawa. Konversi lahan pertanian menjadi kawasan industri, perumahan, dan infrastruktur lainnya membuat luas area yang tersedia untuk bercocok tanam semakin terbatas.

    “Ini juga menjadi tantangan (ahli fungsi tanah), seiring dengan pembangunan sektor-sektor industri, perumahan, infrastruktur jalan, dan seterusnya. Ini mempengaruhi jumlah luas lahan sawah kita,” katanya.

    Di tengah berbagai tantangan, masih ada peluang yang bisa dimanfaatkan untuk memperkuat ketahanan pangan nasional. Salah satunya adalah pemanfaatan lahan tidur dan area bekas hutan di luar Pulau Jawa sebagai lahan pertanian baru. Dengan perencanaan yang matang dan pendekatan yang sesuai dengan aspek teknis serta sosial ekonomi, kawasan-kawasan ini berpotensi menjadi sentra produksi pangan baru.

    "Pemerintah merancang program perluasan areal tanam, salah satunya melalui cetak sawah, yang merupakan investasi jangka panjang. Kita perlu mencontoh pengalaman masa lalu, seperti di Karawang dan Indramayu yang dulunya rawa, kini menjadi sentra padi yang sangat besar," jelas Suwandi.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Cicilia Ocha

    Seorang jurnalis muda yang bergabung dengan Kabar Bursa pada Desember 2024. Menyukai isu Makro Keuangan, Ekonomi Global, dan Energi. 

    Pernah menjadi bagian dalam desk Nasional - Politik, Hukum Kriminal, dan Ekonomi. Saat ini aktif menulis untuk isu Makro ekonomi dan Ekonomi Hijau di Kabar Bursa.