KABARBURSA.COM - Australia melaporkan pertumbuhan upah yang melambat pada kuartal I 2024 dalam 15 tahun terakhir. Hal ini mengindikasikan bahwa pasar tenaga kerja sedang mulai melemah sehingg siklus pertumbuhan ini telah mencapai puncaknya.
Penting untuk dicatat bahwa perlambatan ini akan membantu meredakan kekhawatiran jangka panjang terkait potensi spiral upah-harga, serta mengurangi tekanan untuk kenaikan suku bunga lebih lanjut dari Reserve Bank of Australia (RBA).
Marcel Thieliant, kepala ekonom Asia-Pasifik di Capital Economics, menyatakan bahwa dengan penurunan lapangan kerja dan melemahnya pasar tenaga kerja, diperkirakan pengusaha akan memberikan kenaikan gaji yang lebih kecil dalam beberapa bulan mendatang.
Data yang dirilis oleh Biro Statistik Australia menunjukkan bahwa indeks harga upah naik 0,8 persen pada kuartal I, sedikit di bawah perkiraan pasar yang memproyeksikan kenaikan sebesar 0,9 persen. Ini merupakan kenaikan terkecil sejak akhir tahun 2022.
"Pertumbuhan gaji tahunan turun menjadi 4,1 persen, dari 4,2 persen, di bawah ekspektasi. Sektor swasta juga mengalami penurunan pertumbuhan menjadi 4,1 persen, yang merupakan penurunan pertama sejak kuartal ketiga tahun 2020," ujar Thieliant.
Pendapatan akan mendapatkan dorongan tambahan dari pemotongan pajak besar-besaran yang dijadwalkan dimulai pada bulan Juli, serta pengumuman potongan baru untuk biaya energi dan sewa dalam anggaran tahunan oleh pemerintahan Partai Buruh pada Selasa, 14 Mei 2024.
Meskipun pemotongan ini dapat menurunkan inflasi umum untuk sementara waktu, namun juga dapat meningkatkan daya beli dan permintaan.
Andrew Boak, seorang ekonom di Goldman Sachs, menyatakan bahwa dorongan fiskal yang positif terhadap pertumbuhan kemungkinan akan dianggap tidak membantu dalam mendinginkan perekonomian. Namun, ia tidak memperkirakan bahwa bank sentral akan terlalu khawatir tentang inisiatif "biaya hidup" baru yang dapat memicu lonjakan permintaan.
Meskipun demikian, ia masih memperkirakan bahwa RBA akan mulai menurunkan suku bunga pada bulan November, meskipun ada risiko penundaan hingga tahun depan mengingat inflasi jasa yang terbukti sangat kaku. Pasar juga mengindikasikan kemungkinan kecil untuk penurunan suku bunga hingga April 2025, dengan risiko sekitar 8 persen untuk kenaikan satu kali lagi di akhir tahun ini.