KABARBURSA.COM – PT Bali Towerindo Sentra Tbk (BALI) memperkuat ekspansi infrastrukturnya dengan menandatangani perjanjian tambahan fasilitas kredit senilai Rp238 miliar dengan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. Perjanjian tersebut diteken pada 14 Maret 2025 dan akan digunakan untuk mendanai kebutuhan investasi jangka menengah di sektor infrastruktur telekomunikasi.
Fasilitas kredit yang diberikan merupakan jenis Term Loan 12 dengan tenor maksimal 60 bulan sejak penarikan pertama. Dana ini akan digunakan untuk pembiayaan investasi Capital Expenditure (CAPEX), meliputi pengembangan jaringan menara, fiber to the home (FTTH) dan fiber to the x (FTTX), serta instalasi perangkat Closed-Circuit Television (CCTV) dan sarana pendukung lainnya.
Dalam keterbukaan informasi manajemen BALI menyatakan bahwa pinjaman ini akan memperkuat struktur operasional dan memberikan dampak positif terhadap kelangsungan usaha perusahaan.
“Pinjaman dana tersebut akan memperkuat kinerja operasional Perseroan, berdampak positif untuk kelangsungan usaha Perseroan,” tulis Wakil Direktur Utama merangkap Sekretaris Perusahaan Bali Tower Lily Hidayat, dikutip Senin, 31 Maret 2025.
Sebagai jaminan atas fasilitas kredit tersebut, Bali Tower menyertakan aset-aset bernilai tinggi. Agunan tersebut mencakup tanah dan bangunan kantor yang tersebar di Bali dan Jakarta, serta lebih dari 2.000 site menara telekomunikasi yang tersebar di wilayah DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, DIY, dan Bali.
Selain itu, jaringan FTTH sebanyak 67.091 homepass juga dijadikan agunan, bersama dengan sejumlah piutang usaha dan aset tetap lainnya.
Seluruh jaminan tersebut bersifat joint collateral dan terikat dengan fasilitas eksisting perusahaan, disertai dengan klausul cross default. Ini menunjukkan tingkat komitmen dan tanggung jawab korporasi terhadap kredit yang disalurkan.
Ekspansi Telekomunikasi Tetap Tangguh
Langkah Bali Tower memperkuat struktur permodalannya melalui tambahan pembiayaan dari Bank Mandiri menunjukkan optimisme terhadap potensi bisnis infrastruktur digital. Terlebih, kebutuhan konektivitas dan permintaan layanan internet berbasis fiber optic di Indonesia terus meningkat seiring dengan transformasi digital dan meningkatnya konsumsi data.
Berdasarkan data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), penetrasi internet di Indonesia telah mencapai lebih dari 215 juta pengguna atau sekitar 78 persen dari total populasi pada 2024. Tren ini membuka peluang ekspansi layanan fiber optic ke area pemukiman dan komersial, yang menjadi salah satu pilar pertumbuhan Bali Tower.
Perusahaan yang dikenal sebagai penyedia infrastruktur menara dan jaringan FTTH ini, juga aktif mengembangkan jaringan Micro Cell Pole (MCP) untuk mendukung kebutuhan jaringan 4G dan 5G operator seluler. Dalam dokumen yang dilaporkan, Bali Tower memiliki lebih dari 1.100 site MCP yang tersebar di wilayah strategis.
Saham Terkoreksi Tipis di Tengah Tekanan Pasar
Emiten di sektor telekomunikasi menara dan infrastruktur jaringan serat optik ini, meskipun tekanan pasar membuat harga sahamnya terkoreksi 1,63 persen ke level Rp1.210 per saham pada perdagangan terakhir, fundamental keuangan perusahaan masih menunjukkan performa yang terjaga di tengah kompetisi sektor infrastruktur digital yang kian sengit.
Pendapatan dan Laba Terjaga di Tengah Tekanan
Kinerja keuangan BALI sepanjang tahun 2024 menunjukkan net income sebesar Rp144 miliar, sedikit menurun dari Rp150 miliar pada 2023 dan lebih signifikan dari Rp212 miliar pada 2022. Pada kuartal IV-2024, perusahaan berhasil mencatat laba bersih sebesar Rp39 miliar, angka yang konsisten dengan capaian kuartal pertama tahun ini.
Penurunan laba dalam dua tahun terakhir mencerminkan adanya tekanan margin operasional, namun perusahaan masih mampu menjaga profitabilitas melalui efisiensi operasional dan penguatan layanan berbasis jaringan serat optik di kawasan urban.
Dividen Konsisten di Tengah Tren Menurun
BALI tetap menunjukkan komitmen terhadap pemegang saham dengan mempertahankan pembagian dividen sebesar Rp20 per saham dalam tiga tahun berturut-turut (2022–2024). Payout ratio tahun 2024 tercatat 54,54 persen, setara dengan tahun sebelumnya, dan sedikit di bawah 60 persen pada 2022.
Namun, dividend yield menurun signifikan ke level 1,65 persen dari 4,12 persen pada 2022, seiring dengan harga saham yang relatif stabil.
Valuasi dan Rasio Keuangan Tunjukkan Kehati-hatian Pasar
Dengan kapitalisasi pasar sebesar Rp4,76 triliun dan total saham beredar 3,93 miliar lembar, valuasi saham BALI dinilai cukup mahal dibanding rata-rata sektor. PE ratio saat ini berada di level 33 kali, menandakan ekspektasi pasar terhadap potensi pertumbuhan perusahaan di masa depan, meski investor harus mencermati tingkat risiko dan efisiensi perusahaan.
Price to sales ratio mencapai 4,55 kali, sementara price to book value sebesar 1,84 kali, menempatkan BALI dalam kategori valuasi menengah. Namun, sejumlah indikator likuiditas dan efisiensi kas menunjukkan tantangan.
Price to cashflow tercatat 7,84 kali dan price to free cashflow mencapai minus 92,90 kali, mengindikasikan tekanan pada arus kas operasional dan kebutuhan belanja modal yang tinggi.
EV to EBITDA BALI berada di level 10,84 kali, menandakan valuasi premium namun masih dalam batas wajar untuk perusahaan dengan portofolio aset jaringan tetap dan sewa menara telekomunikasi.
Harga Saham dan Sentimen Pasar
Saham BALI diperdagangkan relatif datar dalam beberapa bulan terakhir dengan kecenderungan sideways. Penurunan tipis sebesar Rp20 dalam satu hari terakhir membawa saham ke posisi Rp1.210, menjauh dari puncak intraday di Rp1.270.
Fluktuasi ini mencerminkan kehati-hatian investor terhadap prospek pertumbuhan dan tekanan operasional di tengah kebutuhan pengembangan jaringan dan potensi konsolidasi industri. (*)