KABARBURSA.COM - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus memantau PT Bank Muamalat Indonesia terkait kekosongan posisi komisaris utama.
Berdasarkan informasi dari laman resmi perusahaan, saat ini posisi tersebut hanya diisi oleh pelaksana tugas (plt).
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menyatakan bahwa OJK secara aktif mengawasi implementasi tata kelola yang baik di Bank Muamalat.
"Termasuk kecukupan pemenuhan Board of Commissioner (BoC) dan Board of Directors (BoD) sesuai ketentuan yang berlaku," ujarnya dalam keterangan resmi yang dikutip, Selasa, 17 Juni 2024.
Dian menambahkan, dari hasil pengawasan tersebut telah disampaikan kepada manajemen dan pemegang saham pengendali bank untuk ditindaklanjuti.
Namun, ia tidak membeberkan secara detail mengenai tenggat waktu yang diberikan kepada Bank Muamalat untuk mengisi posisi komisaris utama yang kosong tersebut.
Selain itu, OJK juga sedang melakukan pengawasan terhadap kredit bermasalah di Bank Muamalat.
"Teman-teman pengawas sedang menyelesaikannya, nanti kami lihat. Kredit bermasalah pasti ada di setiap bank," ujarnya.
Saat ini, Amin Said Husni tercatat sebagai Komisaris Independen yang juga merangkap sebagai pelaksana tugas komisaris utama Bank Muamalat.
Sebagai informasi, posisi komisaris utama Bank Muamalat telah kosong sejak akhir 2022. Pada saat itu, Mardiasmo terpilih sebagai komisaris utama, tetapi belum melakukan proses fit and proper test.
Merger Bank Muamalat dan BTN Syariah
Sementara itu, proses penggabungan unit usaha syariah milik pemerintah dengan bank syariah swasta masih terus berjalan. Namun, hingga saat ini, rencana merger antara BTN Syariah dan Bank Muamalat Indonesia (BMI) belum rampung. Padahal, sebelumnya target penyelesaiannya adalah April 2024.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Dian Ediana Rae, menyatakan bahwa hingga saat ini belum ada permohonan yang disampaikan kepada OJK terkait rencana aksi korporasi tersebut.
"Pengajuan permohonan merger merupakan kewenangan manajemen bank, dan OJK akan mengevaluasi serta memproses sesuai ketentuan yang berlaku apabila bank telah mengajukan permohonan tersebut kepada OJK," jelas Dian, Minggu, 16 Juni 2024.
Meskipun demikian, OJK terus memberikan dukungan terhadap inisiatif konsolidasi dari perbankan sebagai bagian dari upaya mewujudkan Roadmap Pengembangan dan Penguatan Perbankan Syariah Indonesia 2023-2027.
Roadmap ini bertujuan untuk mengembangkan perbankan syariah yang sehat, efisien, berintegritas, dan berdaya saing, serta memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional demi kesejahteraan masyarakat.
Selain itu, OJK juga terus berkomunikasi dengan industri perbankan terkait berbagai persiapan untuk merespons ketentuan mengenai pemisahan unit usaha syariah. Hal ini mencakup penyiapan infrastruktur hingga penetapan model bisnis yang lebih sesuai.
"Sehingga ke depan dapat mengakselerasi pertumbuhan dengan lebih baik dan mewujudkan kinerja industri jasa keuangan yang lebih efisien, sehat, dan berkelanjutan," jelasnya.
Selanjutnya, OJK secara berkala melakukan penilaian terhadap kinerja keuangan dan tata kelola bank sesuai ketentuan yang berlaku.
Beberapa waktu lalu, dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan himpunan bank milik negara (himbara), DPR RI menyoroti rencana akuisisi BTN Syariah terhadap Bank Muamalat Indonesia. Anggota Komisi VI DPR, M. Husni, mengemukakan beberapa isu terkait proses akuisisi tersebut.
Pertama, Husni mengingatkan bahwa sebelumnya kepemilikan saham Bank Muamalat diambil oleh BPKH tanpa melalui rapat atau persetujuan dari Komisi VIII DPR RI. Ia juga menyoroti kondisi kesehatan Bank Muamalat, mengacu pada rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR) yang disebutnya rendah.
Husni menyatakan bahwa Bank Muamalat dianggap sebagai "bank sakit" dengan core business yang berbeda dari BTN, serta pernah mengalami masalah dalam pengelolaan kredit kepada korporasi yang dianggap berlebihan.
Selanjutnya, Husni menyoroti bahwa sebagian besar dana BPKH tidak disimpan di Bank Muamalat, melainkan di PT Bank Syariah Indonesia Tbk. (BRIS).
Ia menekankan pentingnya melakukan prudent banking sebelum mengambil langkah akuisisi, mengingat isu-isu yang berkembang terkait penolakan dari beberapa pihak terhadap akuisisi ini.
Dalam konteks ini, Husni berharap agar pimpinan pengurus seperti Nixon L.P. Napitupulu mempelajari secara detail rencana akuisisi ini dan memastikan bahwa langkah yang diambil akan memberikan dampak positif dan keuntungan bagi BTN serta keselarasan bisnis yang dijalankan.
Bank Muamalat Milik Siapa?
Per Desember 2023, Bank Muamalat telah mengalami perubahan signifikan dalam kepemilikan sahamnya. Berikut adalah ringkasan status kepemilikan tersebut:
- Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH): BPKH menjadi pemegang saham mayoritas dengan menguasai 82,66 persen saham Bank Muamalat.
- Andre Mirza Hartawan: Memiliki 5,19 persen saham Bank Muamalat.
- Islamic Development Bank (IsDB): Memegang 2,04 persen saham Bank Muamalat.
- Pemegang saham publik: Terdiri dari individu dan institusi lain dengan kepemilikan kurang dari 5 persen, memiliki total 10,11 persen saham.
Perubahan ini terjadi setelah akuisisi Bank Muamalat oleh BPKH dari PT. Bank Tabungan Negara (BTN) pada November 2023.
Tujuan dari akuisisi ini adalah untuk memperkuat posisi Bank Muamalat sebagai bank syariah terdepan di Indonesia.
Sebagai pemegang saham mayoritas, BPKH memiliki wewenang untuk menetapkan arah strategis Bank Muamalat. Harapannya, dengan kepemilikan baru ini, Bank Muamalat dapat meningkatkan kinerja dan layanannya, serta menjadi bank syariah yang lebih kompetitif dan berkelanjutan. (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.